23. Happy Birthday

96 12 0
                                    

Alana sedang bersama Rey. Di sebuah Bioskop, mereka tengah menyaksikan film horror. Ada film baru yang tayang. Alana penasaran dan ingin ada teman untuk menonton, maka dari itu ia mengajak Rey.

Alana duduk bersebelahan dengan Rey. Mata gadis itu terus fokus ke layar. Adegan seseram dan sesadis apapun tak membuatnya menjerit atau tersentak sama sekali. Ia datar - datar saja. Lain dengan Rey yang beberapa kali menyembunyikan wajahnya di kerah jaket yang ia kenakan.

Suara dentuman speaker yang menggelegar di mana - mana membuat jantungnya seakan pecah. Beberapa kali Rey mencoba menulikan indera pendengaran dan memejamkan mata saking takutnya. Kalau saja bukan karena Alana, Rey tidak akan berada di sini sekarang. Hidup Rey seakan siap diterkam makhluk di layar sana. Dan demi Alana ia menahannya.

Dua jam berlalu, akhirnya Rey bisa keluar dari tempat itu meski masih disertai jantung yang terus berdegub cepat dari tadi. Entah seburuk apa keadaan Rey sekarang, tapi dirinya dapat merasakan bibirnya kering.

"Rey, kamu kenapa?" tanya Alana ketika melihat wajah Rey yang pucat sampai wajah lelaki itu dibanjiri keringat.

"Kamu sakit atau gimana?" tanya Alana sambil mencoba menyentuh kening lelaki itu, namun Rey menghindar. Tidak membiarkan Alana menyentuh keringatnya.

"Emang saya kenapa?" tanya Rey.

"Muka kamu pucet banget, itu juga keringetan." Alana menunjuknya.

Rey merasakan suhu tubuhnya sendiri. Tidak panas. Ini bukan karena ia tidak enak badan, tapi karena ketakutan.

"Saya gak begitu berani kaya kamu. Makannya selama di sana saya diem terus. Takut sih," ujar Rey berterus terang.

Ia tidak bisa terus berpura - pura. Bagaimana jika nanti Alana mangajaknya nonton lagi? Kalau nontonnya di Laptop atau di TV tidak masalah. Rasa takut Rey tidak akan meronta seperti tadi.

"Ya ampun Rey, kenapa kamu gak bilang sih? Tau gitu aku gak akan ngajak kamu ke sini. Tuh liat kamu sampe pucet kaya gini gara - gara aku," ujar Alana merasa tidak enak. Kemudian gadis itu mengeluarkan tisu dari tas kecilnya dan mengelapi keringat di wajah Rey.

Lelaki itu hanya tersenyum, membiarkan Alana melakukannya. "Kamu kayanya semangat banget, jadi saya gak nolak," ucap Rey seraya memerhatikan Alana yang nampak khawatir dan menyesal padanya.

Jantung Alana dibuat berdebar saat lebih dekat dengan Rey. Gadis itu mencoba mengatur nafas senetral mungkin.

"Lain kali aku gak bakal ajak kamu lagi." Alana telah selesai, ia membuang gumpalan tisu tadi ke tong sampah.

"Kenapa?"

"Kamu takut, aku gak mau bahayain kamu," jawab Alana.

Rey terkekeh, "Bahayain gimana? Justru itu olahraga buat saya. Olahraga jantung," ucapnya.

"Rey, plis!"

"Daripada kamu sendiri, Al."

"Daripada kamu kenapa - napa. Aku takut," tukas Alana tanpa sadar.

Rey mengerjap, sedangkan Alana sendiri mulai gelagapan. Gadis itu kemudian menunduk. Rey tersenyum tipis. Alana barusan mengkhawatirkannya. Apakah gadis itu sudah goyah?

"Saya seneng kamu khawatirin saya," ucap Rey, bahagia.

Alana mendengus, "Lain kali kalau aku ajak kamu ngelakuin hal - hal yang gak kamu suka, kasih tau! Bukan malah nurut," ucap Alana.

"Saya gak yakin kamu bakal ngajak saya lagi."

"Maksud kamu?"

"Enggak papa." Rey menghendikkan bahunya.

SACRIFICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang