19. Perjuangan

121 9 0
                                    

Raja berdecak dan menaruh kembali telpon yang ia pegang ke tempat semula. Kemudian lelaki itu terdiam sambil memijit pelipisnya dengan sebelah tangan berkacak pinggang. Pening sekali rasanya.

"Kenapa lagi, Raj? Gak diangkat?" tanya Diego yang tiba - tiba datang bersama Veer entah dari mana. Raja mengangguk lesu.

"Dia sibuk kali. Mungkin masih kuliah," ujar Veer.

"Enggak. Gue tau persis kapan dia masuk dan keluar. Gue gak mungkin salah," bantah Raja.

"Ya mungkin kali ini dia ada kelas tambahan kali," ujar Veer. Raja hanya menghela nafas dan memejamkan matanya. Menetralisir pusing yang tiba - tiba hinggap.

"Makannya lama."

"Emang Alana gak ada hubungin lo lagi semenjak kalian putus?" tanya Diego.

"Bukan dia. Dia mana tau harus nelpon kemana," jawab Raja.

"Lah terus lo? Lo gak ada hubungin dia dari kemarin?" tanya Diego. Raja hanya menggeleng lemas.

"Ya elah, baru juga tiga hari. Lebay amat sih lo, Go," seloroh Veer.

Diego menoleh sinis, "Lu diem ya nyet! Gue gak ngomong sama lo," peringatnya galak.

Veer mencebikkan bibirnya. Kesal, ia mengikuti cara Diego bicara sambil melipat tangannya dan menampilkan ekpresi semenyebalkan mungkin.

"Li diyim yi nyit. Giwi gi ngimining simi li," sinis Veer. Diego hanya menggelengkan kepala sambil memutar malas bola matanya.

"Udah. Entar aja temuin dia. Kalau udah gak sibuk," usul Diego yang kekesalannya mulai mereda setelah memalingkan wajah dari Veer.

"Masih empat hari lagi. Masih lama," keluh Raja.

Diego menepuk pundaknya, "Kalau lo bisa nahan selama dua tahun, kenapa empat hari harus susah?" Diego tersenyum kecil, memberi keyakinan untuk sabar padanya.

Andai Raja tidak kepikiran, ia tidak akan segelisah ini. Seumur hidup, putus dengan Alana adalah bencana bagi Raja. Parahnya, entah kenapa ia tidak bisa mencari gantinya. Alana seperti terlalu istimewa untuknya.

"Lo masih aja nyari - nyari dia, udah jelas dia mutusin lo kemarin," seloroh Veer dengan nada kesal.

"Lo anak kecil gak usah sok tau," hardik Diego yang sudah menahan emosinya dari tadi.

"Hidih," cibir Veer.

"Putus cinta bukan berarti putus Silaturrahmi kan?" tanya Raja.

"Oke." Veer mengalah, "Terserah kalian, sad boy," ujar Veer.

Menurutnya, Raja dan Diego sama saja. Sama - sama korban ketidaktahudirian wanita. Sudah diperjuangkan mati - matian, tapi memberi balasan yang menyakitkan. Bedanya, Raja masih tetap bertahan, sedangkan Diego memilih istirahat sebentar dari dunia percintaan sampai benar - benar menemukan yang cocok.

"Raj!!" suara itu memecah keheningan mereka bertiga. Arsalan datang dari balik tembok dan melambaikan tangannya, memanggil Raja.

"Oh iya gue lupa." Raja menepuk jidat sendiri, "Tungguin gue, Lan!" Kemudian lelaki itu berlari menyusulnya.

Keduanya berjalan bersisian ke lapangan, diikuti Diego dan Veer yang berjalan berjauhan. Veer masih kesal karena tadi Diego mengatainya, sedangkan Diego tidak mau ambil pusing dan buang - buang tenaga untuk membujuk Veer yang sedang merajuk.

Keempatnya berhenti di pinggir lapang. Cuaca sedang panas - panasnya, namun tak meruntuhkan semangat Raja yang sedang berlatih fisik di sana. Mengangkat barbel super berat dengan sebelah tangannya. Urat - urat lelaki itu tampak bersama keringat yang membanjiri. Otot - ototnya juga timbul, menambah gagah dirinya kalau dipandang dari sisi manapun.

SACRIFICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang