Satu Satu

1.3K 139 11
                                    

"Sepupu kamu kok gak diajak makan sekalian..?" tanya Om Dwi.

Baru aja gue lagi seneng-senengnya karena bisa makan malem bareng dua pria dewasa mateng yang sangat-sangat baik hati dan perhatian sekali, tapi ehh --- kenapa harus nyinggung-nyinggung si Yuka sih?! Emangnya si Yuka itu lebih imut dari gue?!

"Dari siang dia pergi, pap." Si Willy yang jawab. Udah mah mulut lagi ngunyah gitu, pake acara ngomong segala. Gak tau malu banget sih!

"Om Zidan kerja di rumah sakit mana?" tanya gue kepo.

"Om sudah resign, Ferly." jawab Om Zidan. "Sekarang om lagi mengurusi klinik kecil."

"Kenapa berhenti, om? Bukannya gaji jadi dokter itu guede banget!?"

Om Zidan tersenyum simpul. "Untuk apa gaji besar kalau tidak bisa membuat hati tenang dan nyaman..?"

Dari kalimatnya itu, gue langsung bisa menyimpulkan kalo Om Zidan resign pasti ada alesannya. Dia gak mungkin ngorbanin kerjaannya itu kalo gak ada sesuatu.

"Namanya rumah sakit besar ya, om. Pasti selalu ada aja yang namanya konspirasi golongan."

"Waaahh, omongan anak magister emang beda ya..." si Willy ngedip-ngedip ke gue.

"Magister?" Om Dwi jadi natap ke gue.

"Kliniknya di daerah mana, om?" potong gue

Om Zidan kasih kartu namanya ke aku. "Bukan klinik besar. Hanya melayani orang-orang yang tidak mampu saja."

Gue terdiam seketika. Otak gue pun berputar kencang. Dari perkataannya barusan, sepertinya ada benang merah dengan alasan dia ngejual rumah yang satunya itu.

"Alhamdulillah masih ada donatur yang setiap bulan membantu. Entah untuk membayar listrik, membeli obat-obatan."

Mata gue sampai berkaca-kaca mendengarnya. Jarang banget gue nemuin orang yang kayak Om Zidan. Meski dia memiliki kekurangan, tapi di baliknya dia punya hati yang mulia banget.

Om Zidan dan Om Dwi, memang pasangan yang cocok dan serasi..!

"Kalo Om Dwi, gimana jualannya?"

"Sepi, Fer. Dari dua hari lalu aja udah gak ada yang beli." si Willy yang jawab.

"Kalo gitu, aku gak boleh gini terus dong!" Gue bangkit sambil gebrak meja. "Nanti biar aku yang beliin deh bahan-bahan makanannya."

"Gak usah, Ferly." Om Dwi melempar senyum. "Kamu itu porsi makannya tidak seberapa, dibandingkan dengan ---"

"Nambah lagi dong, pap!"

Gue ngelirik ke si Willy. Dasar anak gak pengertian. Orang tua lagi kesusahan, bukannya diirit-irit porsi makannya, malah kayak kuli gitu.

"Besok masak opor aja, pap. Udah lama nih aku gak makan opor."

"Hhheehh...!!"

"Kenapa, Fer...?!" Dia noleh dengan wajah gak berdosa. "Opor buatan papa gue enak banget deh. Siapa tau aja pas lebaran nanti lo gak disini, jadi gak bisa ngicip deh. Hhehee.."

"Makan aja banyak. Tapi badan kurus cungkring. Lari kemana tuh gizi, hah?!"

"Tauk. Jadi taik mungkin."

"Willy, jangan jorok gitu dong." kata Om Zidan.

"Will, kamu besok ada kuliah?" tanya Om Dwi.

"Gak ada, pap. Kenapa?"

"Om Prabu kan sibuk terus ya. Sepertinya Om Prabu belum sempat nemenin Ferly buat cari sekolah."

"Sekolah, pap?!" Mata si Willy bulet banget. "Emang kalian belom tau kalo Ferly kan udah ku ---"

The EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang