Satu Delapan

1.1K 129 5
                                    

"Masuk, Do. Jangan malu-malu. Anggep aja rumah sendiri."

Seperti yang udah gue duga, pasti mereka bertiga lagi nungguin gue di ruang tamu. Dan seperti ya g udah gue duga juga, pasti mereka bertanya-tanya dalam hati tentang siapa sosok cowok yang gue bawa ini.

"Yuka, tolong buatin sirop dong buat temen gue."

"Iya, Ferly."

"Sorry ya, Fer. Aku jadi ngerepotin."

"Gak papa." Gue ngibasin tangan. "Oh ya, disini itu kamar kan cuma ada tiga. Satu di atas itu, ditempatin si Yuka. Yuka itu yang tadi. Dia udah gue anggep kayak adek gue sendiri." gue ngenalin si Yuka ke Aldo. "Kalo di bawah ada dua kamar. Satu kamar gue dan satu lagi ---" gue ngelirik sinis ke Prabu. "Lo masih mau tinggal disini atau gimana?!" tanya gue to the point.

"Kalau kamu keberatan aku tinggal disini, aku ---"

"Udahlah!" Gue potong kalimat dia. "Duduk, do!"

"Ini minumnya, Fer."

Si Aldo langsung neguk habis sirup melon buatan Yuka.

"Pelan-pelan aja. Gue masih punya banyak persediaan kok." Kata gue ke Aldo.

"Sorry --"

"Oh ya Do, itu Prabu. Om gue. Kalo yang cokelat kayak meses itu Willy. Dia anaknya Dokter Zidan. Yang tadi di klinik itu."

Aldo ngangguk sopan dengan raut malu-malu.

"Tadi, barang belanjaan gue dimana Yuk?"

"Di kamar." Si Willy yang jawab. "Udah gue taro kamar kok."

"Gue nanya ke siapa, yang jawab malah siapa. Yuk, do. Kita ke kamar gue.."

Gue ngajak Aldo ke kamar tidur gue. Gue tutup pintu kamar gue sekaligus gue kunci juga. Biar mereka tambah penasaran. Hhaha.

"Lo sekarang mandi dulu gih. Abis itu lo istirahat."

"Kamu baik banget ya, Fer."

"Kata siapa? Hhhehee.."

"Kebetulan banget tadi gue abis beli baju. Kali aja ada yang muat." kata gue gak yakin. Karena pas gue liat-liat, ternyata postur tubuhnya si Aldo itu sama kaya postur tubuhnya si Willy. "Kalo gak muat, ini ada sweater. Lo pake aja."

"Makasih ya, Fer."

Gue nunggu sampai si Aldo selesai mandi. Gue bukan penasaran dengan body-nya si Aldo. Tapi gue lebih penasaran sama cerita dia dan adeknya itu.

Tok-Tok

Gue buka pintu kamar dengan males banget. Apalagi pas gue tahu kalo orang yang ngetok pintu kamar gue itu si Willy.

"A ---"

"Maafin gue ya, Fer."

Gue ngehela nafas. "Gue gak pernah marah. Tapi gue cuma emosi aja."

"Owhh --" Gerak-gerik si Willy mencurigakan banget. Dia kayak maling yang lagi celingukkan nyari korbannya. "Btw, dia --- kok bisa kenal sama bokap gue?"

"Tanya aja langsung sama bokap lo deh. Udah ya, gue capek nih..." Gue mau nutup pintu kamar, tapi tangan si Willy nahan.

"Sorry ya Fer, kayaknya gue emang pengecut deh..." Ekspresi si Willy memperlihatkan kalo dia kayak ngerasa bersalah banget sama gue. "Gue emang gak pernah punya keberanian buat ---"

"Ferly, apa aku boleh ke klinik lagi sekarang?" Aldo udah selesai mandi rupanya. Dia keliatan jauh lebih fresh dari sebelomnya. Gue aja sampai pangling ngeliatnya.

The EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang