Tiga Nol

1K 96 4
                                    

"Lo bisa bawa mobil kan?" Tanya Willy ke Aldo.

"Bisa kok, Wil."

Gue yang tadinya udah mau naik ke kursi depan, jadi ditahan dulu sama si Willy.

"Lo aja deh yang bawa."

"Kenapa bukannya lo, Wil?" gue tatap dia. Dan akhirnya gue paham. "Ohhh, lo mau duduk berduaan sama Yuka ya?"

"Yee!" Willy narik tangan gue ke kursi belakang. "Si Yuka duduk depan lah, temenin si Aldo.."

"Ohhh ---"

Sebelom belanja, Yuka ngajak gue sama yang lainnya ke rumah peninggalan orang tuanya dulu. Syukurlah kalo ternyata sekarang Yuka bisa hidup tenang. Meski gue gak tau nanti ke depannya dia gimana.

"Apaan sih lo, cengar-cengir aja?!" kata gue jengkel ke Willy.

"Gak papa. Gue lagi happy aja."

"Happy apaan?!" gue dorong tubuhnya menjauh. "Besok pikirin tuh, kan lo mesti balik ke Sun Hospital..!"

"Gampang itu sih. Hheehee.."

Rumahnya Yuka ada di daerah Pejaten. Cukup jauh juga sih dari rumah gue. Tapi ya, dalem kondisi kayak sekarang ini jalanan ibu kota gak begitu padet. Jadinya, gue bisa cepet sampai tanpa harus bermacet-macet ria di jalan.

"Lapangan di depan, nanti belok ke kanan ya, kak." Yuka ngejelasin ke Aldo.

Gue pikir rumahnya dia ada di komplek perumahan mewah yang dijaga security di gate utamanya. Tapi gak taunya, rumah dia itu letaknya ada di perumahan biasa. Bahkan jalan depan rumahnya gak lebar-lebar banget.

Meski begitu, pas gue sampai di depan rumahnya, gue sangat terkejut dengan bangunan megah bertingkat dua dan halaman depannya yang guede banget.

Pas kita sampai, ada seorang pria yang belom tua-tua banget udah diri-diri di teras depan.

"Yuka ---" pria itu langsung memeluk Yuka. "Bagaimana kabarmu, hmmm?" dia mengusap-ngusap punggung Yuka. Ekspresi wajahnya memperlihatkan sebuah pancaran kebahagiaan.

"Aku baik-baik aja. Om sendiri gimana?"

"Om baik, Yuka." Pria itu ngelempar senyum ke gue, Aldo, dan Willy. "Kalian pasti ---"

"Mereka teman-temanku, om. Yang sudah menjaga dan melindungiku." Yuka narik tangan gue. "Terutama --- Kak Ferly."

"Ferly. Senang bertemu denganmu." pria itu menjulurkan tangan kanannya. "Saya Edie. Orang yang diberi kepercayaan oleh kedua orang tuanya Yuka."

"Om Edie itu temennya papahku dulu, kak."

"Ayo masuk, kita ngobrol saja di dalam."

Gue gak bisa ngomong apa-apa. Ternyata Yuka itu anak orang kaya. Perabotan dalam rumahnya pun sangat mewah dan berkelas. Pas gue iseng ngeliat garasinya, ternyata ada empat mobil mewah berharga ratusan juta yang terparkir dalam kondisi rapih dan bersih. Gak cuma mobil, ternyata papahnya juga meninggalkan delapan motor. tiga diantaranya motor sport, dua harley, satu vespa keluaran terbaru, dan dua lagi motor matik biasa.

Sekarang gue paham, kenapa om dan tantenya sangat menginginkan Yuka untuk mati. Agar semua warisan ini bisa dilimpahkan kepada mereka.

"Ckckck ---"

"Kenapa?"

"Motor idaman gue dari dulu nih --" kata si Willy cengengesan.

"Lo jadian aja sama si Yuka. Siapa tau aja, nanti tuh motor dikasih ke elo deh.." kata gue asal.

"Gak usah deh. Gue kan juga udah punya di rumah."

Gue ngelirik ke Aldo. Semenjak kita semua sampai, dia diem terus daritadi. Kayak lagi ada yang dipikirin gitu.

The EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang