"Orang tua lo belom meninggal ya..?"
"Udah-lah, gue sekarang lagi mikirin si Yuka! Lo gak liat dia lagi terpukul banget!" gue deketin Yuka. Gue usap punggungnya supaya dia agak tenang.
Lima belas menit kita nunggu, dokter dan seorang perawat keluar dari ruang UGD. Mereka memberitahu kalo mereka sudah mengusahakan yang terbaik. Hanya saja --- nyawa om dan tantenya Yuka tak bisa diselamatkan.
"Sabar ya, Yuka."
"Aku enggak sedih, Ferly." ucap Yuka pelan. "Tapi --- kenapa mereka secepat itu perginya..? Padahal, aku ingin sekali melihat mereka tersiksa lebih lama lagi."
"Fer --" Prabu meremas pundak gue dari belakang. "Gimana kondisinya?"
"Mereka udah meninggal." jawab gue.
"Mereka ---" Yuka mengepalkan kedua tangannya. "Dengan seenaknya menjual perhiasan ibuku. Memakai mobil ayahku. Dan menggadaikan rumah dan vila orang tuaku."
Meski Yuka mengatakannya dengan penuh emosi, tapi air matanya tak pernah berhenti mengalir.
"Mereka --- sudah mendapatkan hukuman yang setimpal." kata gue sambil menghapus air matanya. "Will, tolong kamu temenin Yuka dulu."
Willy pun mengajak Yuka pergi menjauh dari ruang UGD. Sepertinya Yuka pun ogah untuk melihat jasad om dan tantenya itu.
"Apa penyebabnya?" tanya gue.
"Dari kamera rekaman di mobil terlihat, sepertinya pria itu lepas kendali."
"Maksudnya?" gue gak paham dengan omongan Prabu.
"Dari percakapan keduanya, sepertinya pria itu mengemudi dengan kecepatan tinggi. Sangat terburu-buru."
"Seperti ada yang mengejar mereka..?" gue menebak.
"Sepertinya." Prabu memperlihatkan beberapa foto barang bukti yang ditemukan di dalam mobil itu. "Surat-surat penting dan berharga ini sepertinya peninggalan kedua orang tuanya Yuka."
Hmmm, satu masalah lagi udah berhasil gue beresin..
"Kenapa aku harus menceritakannya sama kamu..?" Prabu sepertinya baru sadar.
"Kenapa emangnya..? Kan selama ini gue yang paling deket sama Yuka." Gue balik tatap dia. "Gue cabut dulu. Kalo bisa sih mereka dikremasi aja, terus abunya buang ke laut atau kemana gitu. Biar gak usah repot-repot bayar biaya pemakaman."
"Tunggu, Fer ---"
"Hmmm.."
"Maaf kalau aku menanyakan ini --"
Gue kacak pinggang. "Apaan..?"
"Tolong jawab jujur.."
"Iya, apaan?!"
"Waktu malam itu --- apa kamu --- sama Willy --- kalian --- sudah melakukannya...?"
Dahi gue berkerut. "Maksudnya gue sama si Willy -- ngeseks..?"
Prabu ngebungkam mulut gue. "Dia keluar mau ikut nonton bola. Tapi --- dia gak pakai baju dan cuma pakai celana pendek.."
"Iya. Kita berdua abis ngeseks. Kenapa emangnya..?"
"Kamu sama dia...!!?"
"Sekarang gue tanya ya sama lo --" gue deketin si Prabu. "Gue gak tau orientasi seksual lo yang sebenernya apa. Dan gue gak mau main api duluan sama orang-orang kayak lo. Paham..?"
"Ferly, aku ---"
"Gue udah capek nungguin lo, Prab. Sejak di hotel, bahkan lo gak pernah nyentuh gue sedikitpun. Lo jijik kan sama gue..?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Eye
Teen FictionTidak ada yang spesial dariku. Namun beberapa orang menganggapku malah sebaliknya. Ketika mulutku sekali terbuka, akan kubuat mereka semua terdiam. Mereka tidak pernah tahu, kalau aku --- mempunyai banyak mata yang akan selalu mengawasi. #cerita gay...