Kalian jangan pada kepo ya, apa yang udah gue sama Prabu lakuin semalem. Gue sama dia itu gak ngelakuin apa-apa kok. Sumpah. Gue sama dia cuma pelukkan doang. Dan cium-ciuman dikit. Dia minta gue ngelepas kaos sebelum tidur. Tapi gue gak mau. Tapi pas bangun paginya, gue heran aja karena kaos gue udah pindah ke lantai tanpa gue sadar.
Gue bangun saat Prabu udah gak ada. Dia cuma ninggalin secarik kertas buat gue. Isinya bukan kalimat-kalimat gombal. Dia cuma bilang, kalo dia gak tega buat ngebangunin gue yang lagi tidur nyenyak banget.
Gue coba nelpon dia. Tapi dia gak pernah ngejawab. Meski gue udah nyoba sampai puluhan kali. Aku sih berpikir positif aja. Mungkin dia lagi ngejar-ngejar bandar narkoba.
Iseng-iseng gue nyalain lagi aplikasi daring itu. Gue coba nyari pria-pria yang haus akan kontol di sekitar gue.
Hmmm, rupanya udah ada yang online juga pagi-pagi kayak gini. Tapi --- jaraknya sih agak lumayan juga.
Ding...!
Satu pesan chat masuk. Dari --- user tanpa nama dan foto.
Halaaahhh, apa lagi ini! Dasar orang sinting! Kirim-kirim pesan chat gak jelas gini. Dikira gue anak autis apa?!
Gue cuci muka dan kumur-kumur pake mouthwash. Baru setelahnya gue turun buat sarapan. Kali aja menu sarapan pagi ini enak dan beda dari biasanya.
Begitu gue sampai di resto bawah, gue bisa langsung ngerasain aura aneh dari para koki dan waiter itu. Mereka kayak sok pura-pura sibuk dengan melakukan ini itu.
"Selamat pagi, Pak ---"
Gue angkat telapak tangan kanan gue. Maksudnya sih biar mereka diem dan gak banyak basa-basi.
"Ada apa aja nih?"
"Sandwich, nasi liwet, nasi kuning, dan lontong opor, Pak Ferly."
"Ohhmmm, bawang goreng ada kan?"
"Ada, Pak Ferly. Silahkan."
"Sepi ya?" tanya gue.
"Seperti inilah, Pak Ferly. Entah bagaimana ke depannya."
"Apalagi kalo gue jadi pindah ya.."
"Pak Ferly mau pindah?!" Semua staff tampaknya sangat terkejut mendengarnya.
"Belom tau juga sih kapan pastinya."
Gue ngambil porsi besar lontong dan opor ayam. Restoran ini emang bukan punya gue. Tapi, tiap kali gue makan disini rasanya tuh gue kayak lagi makan di rumah sendiri. Gue gak peduli sama tatapan orang lain. Yang penting gue bisa makan sambil nonton drakor kesukaan gue.
Pas suapan kelima, mata gue kayak nangkep sesuatu yang aneh dari meja di ujung disana. Gue pura-pura ngerubah posisi iPad, padahal gue sambil terus ngeliatin gerak-gerik suami isteri itu.
"Bagaimana sarapannya, Pak Ferly?"
"Ehh ---" gue nyuruh koki itu untuk ngedeketin telinganya. "Gue boleh minta lontong sama opornya gak buat gue bawa ke kamar?"
"Apa sih yang tidak boleh buat Pak Ferly. Kalau begitu, mohon ditunggu sebentar ya, pak."
Hape gue yang satunya tiba-tiba bergetar terus. Gue buka, ternyata itu obrolan dari grup kampus. Berhubung gue ini orangnya mau tau banget urusan-urusan orang lain, jadinya gue masukkin aja nomer gue ke setiap grup yang ada di kampus.
Salah satu grup lagi sibuk membicarakan tentang donasi untuk warga korban banjir bandang di Bandung. Tapi lama kelamaan, obrolan itu mengarah ke seputar virus yang lagi mewabah di negeri ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eye
Teen FictionTidak ada yang spesial dariku. Namun beberapa orang menganggapku malah sebaliknya. Ketika mulutku sekali terbuka, akan kubuat mereka semua terdiam. Mereka tidak pernah tahu, kalau aku --- mempunyai banyak mata yang akan selalu mengawasi. #cerita gay...