Tiga Enam

940 93 3
                                    

Gue kebangun karena ngerasa tubuh gue digoyang-goyang. Perasaan gue baru aja tidur, masa udah pagi aja lagi.

"Fer...!"

"Jam berapa sih?!" tukas gue dongkol.

"Bokap, Fer! Bokap dibawa ke UGD!"

Gue langsung sadar seketika. Oke, dia emang udah gue anggep gak ada. Tapi --- kalo udeh denger kata 'UGD', apa segawat itu kondisinya?!

"Kenapa?"

"Jantungnya bermasalah!"

Gue berusaha santai. Gue cuci muka dulu biar wajah kusut gue gak keliatan banget.

"Lo harus ikut gue sekarang!" Leon narik tangan gue. Tapi gue tepis lagi tangannya.

"Gak usah maksa!"

"Fer, dia emang bukan bokap gue! Tapi dia --- pernah cerita ke gue, kalo dia nyesel banget waktu lo pergi!"

Disitu gue diem. Apa iya dia ngomong kayak gitu?

"Bokap bisa nerima keadaan dan kondisi gue, karena dia gak mau ngulangin kesalahannya!"

Gue baru bangun tidur, otak gue belom sepenuhnya nyambung. Suara Leon udah teriak-teriak setengah maksa gue. Ditambah lagi, ada si Willy di pintu.

"Ada apa, Wil?"

Willy geleng pelan. Tapi dari air mukanya, gue tau dia kayak mau ngomong sesuatu.

"Apaan?!"

"Gak lebih penting dari bokap lo kok, Fer."

"Oke. Nanti kita ---" kalimat gue terputus pas gue keluar dari kamar dan gue ngeliat si Aldo kusut dan pucet banget. "Ada masalah apalagi, hah?!"

"Fer, bokap kita..!"

"Taik lo, berisik!"

Leon ngelepasin tangan gue. Gue rasa gue terlalu emosi sampai ngebentak dia dengan kata kasar.

"Oke-oke! Gue ngeliat kondisi 'emm' dulu!"

Gue dan Leon jalan barengan menuju ruang UGD. Kenapa sih gak bisa nunggu sampai siang gitu?!

Masih pagi gini, perut laper banget. Otak gue udah harus ngadepin beberapa masalah sekaligus.

"Ma...!" Leon memanggil wanita itu. "Papah gimana?"

"Papah harus segera menjalani operasi, Leon. Papah ---" wanita itu memeluk anaknya dengan berlinangan air mata.

Hati gue bergetar antara percaya dan enggak. Wanita itu statusnya jelas isteri mudanya. Dan lagi, pria itu adalah mantan sopir pribadinya yang udah pasti gak punya apa-apa. Maksud gue harta benda berlimpah.

Tapi --- kenapa wanita itu menangis sampai sebegitunya? Kenapa gue ngerasa kalo air mata itu adalah air mata tanda cinta dan ketulusannya untuk pria yang sedang berjuang seorang diri di dalam ruang UGD itu?

Gak lama,  dua dokter dan empat perawat keluar dari UGD.

"Bagaimana, dokter?" tanya wanita itu.

"Jantung Pak Hasan semakin melemah. Mau tidak mau, Pak Hasan harus mendapatkan jantung yang baru."

"Jantung baru?!"

"Kami sudah mendapatkan pendonornya dari rumah sakit. Sekarang, tinggal keputusan dari Ibu Trie saja."

"Kapan suami saya akan menjalani operasi, dok?"

"Paling lambat lusa, Ibu Trie."

"Tolong selamatkan papah, dok.."

The EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang