Empat Nol

924 99 0
                                    

"Ada apa ini?!"

Gue bisa ngeliat ekspresi keterkejutan yang sangat luar biasa, dari wajah Dokter Susatyo dan semua dedengkotnya itu.

"Dokter Zidan...!?" Dokter Herlan ngeliatin Om Zidan sampai segitunya. Kayak-kayaknya pengen gue colok aja tuh mata.

"Saya yang akan memimpin operasi Bapak Hasan, pagi ini."

Gue tepuk tangan dalam hati. Gue seneng plus bangga banget, bisa ngeliat Om Zidan segagah dan setegas itu.

"Kamu ---" Dokter Susatyo bahkan sampai menunjuk.

"Seperti yang udah aku bilang kemaren, kalo Dokter Zidan-lah yang akan mengoperasi papah." kata gue santai.

"Anak ini lagi, hah!?"

"Aku kenapa, dok?!" gue jadi heran sendiri. "Ada yang salah denganku, hmm?"

Om Zidan ngacak rambut gue. "Anak inilah, yang telah memberi kepercayaan pada saya dan tim."

"Tidak bisa!"

"Wooo, biasa aja kali dok! Gak usah tereak. Kita gak budek loh..!" kata gue santai.

"Kamu tidak punya hak disini, Zidan!" Dokter Herlan ngomong lagi. Gimana bisa sih, kakak gue nikah sama manusia kayak dia?!

"Ibu Trie, anda ---"

"Maaf Dokter Susatyo, tapi saya --- tidak lagi percaya pada anda dan anak anda!" Cara bicara Tante Trie tegas dan elegan banget! Gue suka!

"Tidak percaya bagaimana maksudnya, Ibu Trie?! Bukankah kemarin kita sudah membicarakan hal ini?!"

"Apa yang dikatakan Ferly, memang benar. Hanya saja --- saya terlambat mengetahui kebenarannya."

"Anda lebih percaya sama anak bodoh itu?!"

"Jangan hina kakak aku, dok!" Leon pun angkat bicara.

"Gak papa, Leon. Terus aja dia mau hina aku apa aja ---" gue mainin nada bicara gue disini. "Selain bodoh, apalagi dok? Ayo --- kok malah diem?!"

"Kamu ---!!!"

"Aku dongok? Tolol? Idiot? Miskin? Gak berpendidikkan?"

"DOKTER SUSATYO...!!"

Sebuah suara lantang dan tegas, terdengar dari ujung lorong di belakang sana. Derap langkah beberapa orang itu membuat suasana makin tegang. Gue sendiri pun ngerasa merinding-merinding gimana gitu.

"Kebetulan sekali anda kesini, Pak Purwadi. Saya ingin memberitahu betapa lancangnya sekali tingkah Dokter Zidan disini."

"Anda yang lancang dan tidak tahu malu!"

"Pak Purwadi...!!"

"Apa yang sudah anda dan anak anda lakukan itu, sungguh membuat malu seluruh pihak di Sun Hospital!!"

"Membuat malu ---?" wajah pria tua itu mulai pucet. "Sepertinya ada salah paham disini, Pak Purwadi.."

"Betapa menjijikkannya kelakuan kalian!!"

Bagus...!!

Labrak terus mereka!! Sebagai Dewan Pengawas, emang harus gitu dong!! Pecat semua manusia gak berguna itu!!

"Pak Purwadi, bagaimana mungkin bapak mengizinkan dokter yang sudah melakukan malpraktek itu ---"

"Jaga mulut anda!" Om Zidan maju lagi. "Saya --- tidak pernah melakukannya!"

"Cihh, masih saja kamu berkelit ---"

"Ibu Trie, Dokter Zidan ini dulu pernah melakukan malpraktek. Dia sudah membuat salah satu pasien kami kehilangan nyawanya." Mulut Dokter Herlan ternyata lebih busuk dari orang tuanya.

"JANGAN PERNAH MELIMPAHKAN KESALAHAN KEPADA DOKTER LAIN!" Lagi, Pak Purwadi teriak kenceng banget. "MULAI DETIK INI, KALIAN SAYA PECAT! DAN PROSES HUKUM, AKAN TETAP BERLANJUT!"

"Pak Purwadi ---" Dokter Susatyo kini berlutut. "Saya mohon --- ingatlah betapa susahnya saya kerja keras demi memajukan Sun Hospital! Sudah berapa banyak keringat yang terkuras demi ---"

"Meninggalkan hutang sampai dua triliun?!" Potong gue. "Anda sudah dengar kan tadi, mulai detik ini anda dipecat!"

"Mohon pertimbangkan kembali, jasa-jasa ayah saya, Pak!!" Dokter Herlan ikut berlutut.

"Kalian berdua tau siapa aku, hmm?"

Kedua manusia itu menggeleng.

"Aku, pemegang saham nomer dua di Sun Hospital. Dan mungkin, untuk kedepannya --- akulah yang akan ambil alih rumah sakit ini."

"Apa?!!"

"Prabu, bawa mereka semua keluar dari rumah sakit ini!!"

"Saya gak salah!! Saya cuma disuruh sama ayah saja!! Dia yang salah!! Dia yang telah merencanakan penjebakkan itu!!"

"Kamu?!!"

Nah kan, sekarang keadaan malah berbalik. Kenapa seorang anak malah menyerang orang tuanya sendiri?

"Zidan, dia memang sudah merencanakan ini!! Saat itu aku sudah menolaknya, tapi dia tetap ---"

"Anak kurang ajar kamu!! Keparat...!!"

Dada gue rasanya plong banget ngeliat mereka diseret keluar dengan tangan terborgol.

"Maaf atas semua masalah ini, Pak Ferly." kata Pak Purwadi.

"Untuk saat ini ---" perhatian gue teralih ke Om Zidan dan Om Azka. "Tolong lakukan yang terbaik. Untuk papah-ku..."

Om Zidan mengangguk. Dia menjabat tanganku erat sekali.

"Terima kasih, Ferly. Pak Ferly --"

"Terima kasih, Pak Ferly." Om Azka dan para perawat itu memberiku sebuah penghormatan dengan cara setengah membungkukkan tubuh mereka.

"Semangat!!" gue bersorak menyemangati mereka.

"Semangat!!"

∆∆∆∆∆∆

The EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang