Tujuh

1.5K 162 1
                                    

Cklek-Cklek --- Dubrakkk...!!

"Kasar banget sih...!?"

Gue agak ragu buat ngelangkah masuk. Soalnya dari depan aja, kontrakkan petakkan ini hawanya udah gak ngenakkin banget.

"Agak sedikit berantakkan memang. Tapi cukup luas kok. Kamu nanti bisa tidur di ruang tengah. Aku biasanya pulang dua hari sekali."

Gue kacak pinggang sambil terus ngeliatin dia yang sibuk ngeberesin kamarnya yang mirip gubuk derita.

"Maksudnya, gue tinggal disini gitu?!"

Dia ngangguk dengan wajah polosnya. "Ada dapur juga. Kompor juga ada. Kulkas --- sorry, agak kotor."

"Ehhh...!" Gue tahan tangan dia. "Ini kulkas rusak ya?"

"Enggak kok."

"Enggak gimana?! Masa iya di dalem kulkas bisa ada bangke kecoa sama sarang laba-laba?!"

"Sebenarnya biar hemat aja. Jadi enggak aku colok."

"Astaga ---"

Dia narik gue ke ruang tengah. "Kasurnya lebar kan?" dari ekspresinya kayaknya dia berharap banget gue tinggal disini. "Tapi, gue bisa tidur di depan kok."

"Sebulan berapa?"

"Enggak usah!" Dia geleng-geleng. Mimiknya lucu banget. "Kamu gak usah bayar. Semua biar aku aja yang tanggung."

"Mencurigakan ya ---"

"Demi tuhan, aku gak ada niat apapun kok sama kamu.."

"Oke. Tapi --- lo harus anterin gue dulu ke alamat yang tadi."

"Kalau mau, nanti aku bisa suruh orang buat dicat ulang."

"Prabu ---"

"AC-nya dingin juga kok..!"

"Anterin gak...?!"

"Ada shower panas dan dingin juga.."

"Mas Prabu, kamar ini gak muat untuk nampung tiga orang!"

"Tiga?!" Matanya membulat. "Kan kamu -- aku -- tiga?!"

"Ada satu hal penting yang harus gue jelaskan. Sekarang, lo anterin gue dulu."

"Mmm ---"

Gue sedikit berjinjit untuk bisa mencium bibirnya.

Cup..!

Dia kaget banget waktu gue ngelakuin itu.

"Ferly ---"

"Sekarang ya --"

Akhirnya dia ngangguk juga. Kenapa juga enggak daritadi sih..?! Buang-buang waktu aja gue disini.





"Rumahnya yang itu bukan ya..?"

"Yang mana? Aku aja yang turun. Kamu disini aja."

"Gue aja.." Gue tahan tangan dia.

"Jangan. Aku gak mau kamu sampai sakit."

"Apaan sih! Sok care banget!"

Dia udah turun duluan. Gue perhatiin dia mencet-mencet bel rumah berpagar merah tembaga itu. Agak lama juga, dia nunggu di depan rumah itu, sampai akhirnya seseorang keluar dan membukakan pintu untuknya.

"Bagaimana jalanan? Apa macet dan banjir, Pak Ferly?" pria berkacamata tipis itu berjabat tangan dengan Prabu.

"Saya Prabu, pak. Ferly ---"

The EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang