"Mau kemana, Fer?"
Gue kirain si Prabu udah berangkat dari pagi. Tapi taunya, gue keluar dari kamar --- ehh dia juga baru keluar dari kamarnya. Nungguin gue kali ya..?
"Mau cari makan, terus ke rumah sakit."
"Willy tadi udah berangkat sama papah-nya."
"Om Dwi?"
"Iya."
"Lo belom berangkat, Prab?"
"Hmm ---"
"Udah makan?"
"Kamu mau makan apa, biar aku aja yang nyariin.."
Kadang gue kok agak kasian ngeliat si Prabu ya. Tapi kadang gue gemes banget sama dia. Gemes dalam artian, sikapnya itu beda banget waktu pertama gue ketemu di cafe malam itu.
Gue kira dia itu orang yang tegas, macho, keren, garang, gagah gitu. Ehhh, gak taunya kok makin lama makin klemar-klemer aja di depan gue.
"Mau bareng gak?" tanya gue.
"Boleh?"
"Buruan ya. Gue udah laper banget."
Sementara si Prabu masuk lagi ke kamarnya, gue tiba-tiba aja keinget sama Yuka. Entah firasat apa yang narik gue buat ngeliat kamarnya dia yang ada di lantai atas.
Cklek.
Kamarnya gak dikunci. Kamarnya lebih harum dari kamar gue. Dan juga pastinya lebih rapih dan tersusun juga. Gue ngeliat kasur sama kursi deket jendela, jadi inget waktu gue lagi ngentotin dia. Pindah sana, pindah sini. Gila aja, baru juga istirahat sejam ehh kita udah mulai lagi. Rasanya waktu itu gue beneran puas banget main sama dia.
Gue coba telepon Yuka. Iseng aja mau nanya apa dia mau pulang hari ini. Kalo iya kan, lumayan gue sama dia bisa puas main kuda-kudaan tanpa ada gangguan dari Aldo apalagi Willy.
Tttuuuttt...
Lama gue nunggu jawaban. Sampai akhirnya sambungan itu keputus otomatis. Gue coba lagi sampai empat kali. Tapi, baru dipanggilan yang kelima dia ngejawab telepon gue.
'Halo, siapa nih...?'
Dahi gue berkerut. Suara yang barusan gue denger itu bukan suaranya Yuka. Gue yakin banget.
'Halo, Kak Ferly?'
"Ohh, heii --- dah bangun?"
Yuka. Kali ini jelas suaranya dia. Tapi yang tadi itu ---
'Udah. Kakak lagi apa? udah makan?'
"Udah. Nih gue mau jalan ke rumah sakit."
'Iya kak, aku minta maaf ya. Soalnya kepalaku masih agak sakit.'
"Udah minum obat? Jangan dibiarin loh, nanti takutnya bisa keterusan."
'Iya, kak. Aku titip salam buat Kak Willy ya. Semoga cepat sembuh.'
"Jadi --- kamu gak pulang sekarang ya..?"
'Aku --- ehmmm, iya deh. Nanti aku pulang.'
Yahh, mau gimana lagi. Gue juga gak bisa maksa dia buat pulang. Lagian dia bukan pacar gue. Dan dia, juga udah punya rumah sendiri.
Gue masih duduk di tepi kasurnya Yuka. Tapi --- duduk lama-lama disini, malah ngebuat gue jadi makin horny. Akhirnya gue mutusin buat turun aja lagi ke lantai bawah.
"Yuka pulang kapan?" tanya Prabu yang udah nunggu gue di bawah.
"Gak tau. Mungkin dia udah betah di rumahnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Eye
JugendliteraturTidak ada yang spesial dariku. Namun beberapa orang menganggapku malah sebaliknya. Ketika mulutku sekali terbuka, akan kubuat mereka semua terdiam. Mereka tidak pernah tahu, kalau aku --- mempunyai banyak mata yang akan selalu mengawasi. #cerita gay...