|IMY 10| Egois

298 55 7
                                    

Diam bukan berarti kalah, tapi ada saatnya kita berbicara, ada saatnya kita untuk memendam semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diam bukan berarti kalah, tapi ada saatnya kita berbicara, ada saatnya kita untuk memendam semuanya.

Rumah mewah sunyi tak berarti. Kesibukan yang ada, membuat rumah itu seakan tak berpenghuni. Perabot yang sangat mahal, tak akan berarti jika dibiarkan begitu saja. Mungkin ketika orang lain melihat rumah ini, orang akan berpikir hidup penuh kemewahan juga bahagia, yang jelas itu tak akan berarti apapun.

Hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan piring, menghiasi meja makan sepasang suami istri. Tak ada yang mau berbicara satu pun untuk membuka obrolan. Selalu saja begini, diam tanpa arti. Bahkan makanan yang tertata rapi, seakan sunyi karena tak disentuh sama sekali. Hingga salah satu dari mereka memilih untuk membuka suara.

"Mas," panggil Evi membuat Tundra mengalihkan perhatian.

"Ada apa?" tanya Tundra sembari menyudahi acara makan siangnya.

Evi nampak gugup. Bahkan ia merasakan telapak tangannya berkeringat ketika harus mengatakan sesuatu pada sang suami. Selama ini mereka tak saling bercakap, hanya membicarakan sesuatu yang penting, setelahnya sibuk dengan urusan masing-masing.

"Mas, sepertinya aku tidak bisa lagi berkerja," ucap Evi membuat Tundra tersenyum miring.

Kenapa sang istri baru memberikan keputusan sekarang? Setelah sekian lama ia meminta agar sang istri tetap di rumah saja. Tundra tak suka ketika Evi bekerja, maka urusan lain akan terabaikan. Ia ini suami. Tak perlu bekerja pun, hartanya akan terus bertambah karena beberapa usaha yang ia rintis.

"Akhirnya, setelah sekian lama aku menunggu kata ini terucap darimu." Tundra menatap Evi dengan sorot mata tajam. "Kenapa baru sekarang?" Tundra bertanya dengan terus menatap manik mata milik istrinya.

Evi menundukkan kepala dengan nada yang bergetar ia mengucap sesuatu. "Aku tak ingin, anakku membenci diriku." Evi meneteskan air mata.

Selama ini dalam benak juga pikiran, ia selalu bertanya-tanya pada diri sendiri. Kenapa, Maharani tak pernah menganggap dirinya? Padahal ia ini ibu yang melahirkan anak itu.

Beberapa bulan terakhir ia selalu memperhatikan kehidupan anaknya yang berubah total. Maharani menjadi anak yang nakal, suka mabuk, dan pergi malam pulang pagi. Seperti anak yang tidak pernah terurus. Yah, memang benar itu faktanya. Sebagai seorang ibu, harusnya ia merawat dan menjaga harta paling berharga itu, tapi itu tak pernah ia lakukan. Hanya pekerjaan yang terus membuat dirinya lupa jati dirinya sebagai ibu, yang harusnya merawat sang putri.

"Itu karena kesalahanmu sendiri. Apa harta yang aku punya, tak cukup untuk membiayai dirimu juga Maharani?" tanya Tundra sembari menyesap satu gelas kopi.

I Missing You (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang