|IMY 45| Pamit

264 40 2
                                    

Perihal luka yang tak pernah terbatasPerihal hati yang tersapu deburan ombak Ada satu pesan yang tak bisa ku ucap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Perihal luka yang tak pernah terbatas
Perihal hati yang tersapu deburan ombak
Ada satu pesan yang tak bisa ku ucap.
Tentang pesan kenapa dia melupakan ku? Perihal hati yang terus kau sakiti.
Kali ini aku berada dalam fase menyerah, bukan karena ingin melupakan mu, tapi lebih pada kesadaran bahwa aku tak bisa selamanya berada di sampingmu.
Aku tak hilang, hanya saja aku pergi ke tempat yang belum bisa kau jangkau.


Dua jam lamanya, semenjak kejadian saat lomba, Rani tengah berbaring lemah di ranjang rumah sakit. Keluarga atau teman terdekat berada di di ruangan yang sama, hanya saja mereka diam dan sibuk memperhatikan Rani yang tengah berbaring lemah. Terutama seorang pria yang terus menerus merasa bersalah, tanpa tahu apa yang membuat ia terus merasa bersalah seperti ini. Ia hanya bisa berdoa, melihat Rani berada di ranjang rumah sakit seperti itu, membuat Fajar seakan teringat sesuatu, tapi ia tak tahu.

Perlahan namun pasti, Fajar melihat tangan Rani yang bergerak dan dengan perlahan membuka matanya. Fajar yang melihat itu pun segera mendekat, diikut oleh Allicia yang sudah terisak dan kedua orang tua Rani yang menatap anaknya dengan panik.

Mata Rani pun terbuka sempurna. Ia menatap ke arah langit-langit. Di mana dia? Kenapa ruangan ini begitu sepi dan bernuansa serba putih. Dari alat bantu pernapasan yang ada di hidungnya membuat ia yakin, bahwa ia berada di rumah sakit. Ia pun menoleh, menemukan sosok Fajar yang tengah menatapnya penuh khawatir.

"Fajar," lirih Rani dengan suara yang tak berenergi.

"Iya, ini gue. Lo kenapa gak bilang? Kalau lo sakit kanker," ujar Fajar secara tiba-tiba membuat Allicia mendorong Fajar dan membuat pria itu terjatuh, Rani pun terpekik kaget.

"Lo yang bego! Lo kenapa sakitin Rani terus? Dia udah kasih tahu lo, dan lo orang pertama yang tahu penyakit dia. Sekarang lo bilang lo gak kenal dia? WTF!" pekik Allicia kesal pada Fajar yang terlihat baik-baik saja, padahal sahabatnya sedang menanggung luka.

"Lic, udah. Fajar lupa ingatan," cicit Rani yang belum pulih.

"Iya, Nak. Fajar lupa ingatan, wajar kalau dia bicara kaya gitu. Kamu yang sabar, ya." Evi pun berusaha untuk menenangkan Allicia yang emosi karena tingkah Fajar yang tak peka.

Allicia pun memeluk Rani dengan erat. Ia tak tega dan tak bisa melihat Rani yang lemah tak berdaya. Allicia pun menangis membuat Rani terharu dan membalas pelukan sahabatnya itu.

"Stt ... Gue baik, kok. Gak usah lebay, deh. Kembaran Selena Gomez kalau nangis kaya monyet," tutur Rani berusaha menghibur sahabatnya.

Allicia pun terkekeh, namun tangis yang lebih dominan di pelukan milik Rani. Tak lama dari itu, Rani pun teringat sesuatu. Ia pun menoleh pada Fajar yang tengah menatapnya juga. Kemudian ia alihkan pandangannya pada jam di dinding. What? Jam sudah menunjukkan pukul 19.00 malam. Rani tak percaya waktu berjalan secepat ini. Rani pun kemudian berbicara pada Allicia membuat Allicia menggeleng dan mengurai pelukannya.

I Missing You (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang