|IMY 17| Curhatan Hati

234 45 1
                                    

Kita memang tak akan bisa memilih, tapi adakah sedikit kesan yang membuat kita akan tersakiti? Ketika takdir tak terduga datang menghampiri.

Sepoi angin di siang hari dapat ia rasakan di tubuh dan rambut yang terkibas sana sini. Rani tak lagi menjalankan hukuman, yang nantinya siap menanti. Kepala yang sakit membuat ia ke tempat paling sunyi, yang bahkan tak ada satu pun orang yang bisa menemui.

Rootof sekolah adalah tempat yang paling di sukai oleh Rani. Tempat di mana ia bisa memejamkan mata, dan bisa hidup tenang tanpa guru yang selalu membuat dirinya dalam hukuman. Rani memang suka sunyi, karena kehidupan memang seperti itu, sunyi tak berarti bagi dirinya. Kali ini ia tak sendiri, ada Fajar yang tengah duduk menikmati pemandangan bangunan lain yang terpampang jelas.

"Bagus, kan? Dari sini lo bisa lihat semuanya," ucap Rani menoleh sekilas pada Fajar yang menatap depan.

"Biasa aja," balas Fajar mampu membuat Rani menoleh kesal.

Biasa saja? Bahkan pemandangan sekolah lebih indah dari pada balkon di rumahnya. Dari atas sini ia bisa melihat ribuan rumah warga, pohon yang saling berdampingan, merasakan angin yang sepoi-sepoi, juga bisa menikmati kesunyian. Bagi Rani ini sangat luar biasa.

"Tempat sebagus ini, lo bilang biasa aja?" Rani bertanya ulang.

Fajar yang sempat memperhatikan pemandangan kemudian menoleh pada Rani yang menatapnya. "Iya. Gak ada yang spesial."

"Bagi gue tempat ini spesial. Lo mau tahu gak, kenapa?" Rani mencoba untuk mengajak Fajar bercerita.

Fajar pun berpikir sejenak. "Mungkin ini tempat bolos favorit lo, kan? Bisa untuk merokok tanpa ketahuan, bisa minum tanpa ketahuan. Iya, kan?"

Bukan ucapan yang spesial, melainkan ucapan yang membuat Rani kesal karena Fajar. Mungkin ia bisa membenarkan, tapi itu dulu, sebelum semuanya berubah seperti sekarang. Saat ini Rani merasakan bimbang. Di mana hidupnya di tengah-tengah garis kematian dan kehidupan. Di antara keduanya Rani hanya bisa pasrah. Rani tak sebal ketika Fajar mengatakan hal itu, justru ia merasa membernarkan.

"Bukan. Gue boleh cerita gak?" tanya Rani dengan tatapan sendu penuh arti.

Fajar yang melihat ada sesuatu hanya bisa menganggukkan kepala sebagai jawaban. Justru ia senang, bisa menjadi tempat curhat bagi wanita yang sekarang selalu ada di sampingnya, menjadi musuh dan teman.

Rani memusatkan matanya pada pemandangan yang ada di lantai atas. Sesekali ia menarik napasnya, berusaha agar tetap tenang saat bercerita.

"Jujur, gue bingung. Mulut gue berbanding terbalik dengan apa yang gue rasakan. Emang gue bilang, gue bukan wanita lemah, tapi ketika rasa sakit itu datang, gue sedih, ternyata mulut dan keadaan tak bisa dibohongi." Rani tersenyum kecut.

"Maksudnya?" tanya Fajar seakan tak bisa mengerti.

Rani yang mendengar itu menatap dalam ke retina mata milik Fajar. "Sakit gue, seakan mematahkan semangat. Terkadang gue anggap, tubuh gue kuat, tapi ketika rasa sakit itu datang, gue seakan gak berdaya untuk tetap tegar. Kalau gue bisa memilih, gue gak mau kena sakit ini. Gue mau sehat. Lo tahu, kan? Gimana posisi gue sekarang? Gue gak kuat lagi, Jar ..."

I Missing You (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang