"Kamu itu nyata, tapi tak terlihat ada."
~Maharani~
Kamu hanyalah ilusi terbesar bagiku. Orang lain tak bisa melihatmu, tapi aku bisa menemukan kehadiranmu di sisiku. Kamu hidup, tapi tak pernah terlihat. Kehadiranmu ada, tapi...
Matanya memutar menatap jam dinding yang ada di atas. Jam sudah menunjukkan pukul 6.40 hanya ada waktu 10 menit untuk sampai di sekolah. Rani pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Bukan untuk mandi, melainkan hanya gosok gigi dan mencuci muka, tak lupa juga ia mengganti baju.
"Ais, orang cantik mah, gak perlu mandi. Kecantikan paripurna gue gak akan luntur," omel Rani sembari mencepol rambutnya asal.
Beberapa buku pelajaran secara acak ia raih. Tak peduli apa buku itu ada di hari ini, atau tidak ada sama sekali? Rani tak peduli saat ini. Ia meraih tas cepat dan turun ke bawah. Anak tangga terus ia lalui dengan berlari.
"Rani, makan dulu. Semalam kamu sakit. Gak usah sekolah, ya," pinta Evi membuat Rani terhenti.
Pandangan mata itu terasa tajam menatap ke mata Evi yang dalam. Rani tak suka di atur oleh wanita yang bahkan sekarang pura-pura baik di hadapannya. Ia benci situasi seperti ini.
"Jangan sok peduli. Gue sakit, itu urusan gue. Gue bukan perempuan lemah." Rani pun menghentakkan kakinya kesal, dan meninggalkan Evi yang diam membeku di tempatnya.
Rasa benci dan tak mau mengerti membuat hati Evi semakin sakit. Ia ingin merasakan kasih sayang Rani seperti dulu, ketika keadaan tak lagi seperti ini. Kejadian ini membuat ia merasa tak berguna bagi anaknya sendiri.
Maharani masuk ke dalam mobil. Ia menghidupkan mesin mobil dan mengendarakan mobil keluar. Rani melajukan mobilnya dengan kecepatan cepat. Alasan takut telat yang membuat ia tak mau di hukum oleh Fajar. Fajar memang selalu membuat dirinya kesal, apa lagi sekarang ketua OSIS itu sudah sembuh sekarang. Fajar pasti akan menghukumnya.
"Anjir! Gue telat beneran. Gerbang udah di tutup," celoteh Rani sembari keluar dari dalam mobil.
Rani menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak ada satu pun orang. Rani pun tersenyum senang. Ia mematikan mesin mobil dan meraih tasnya. Bahkan satpam tak berjaga. Fajar yang biasanya ada di depan gerbang, tak terlihat batang hidungnya. Melihat tak ada siapa pun, membuat Rani nekat menaiki gerbang sekolah yang lumayan tinggi.
"Gerbang ini tinggi juga. Semoga aja, gak ada yang ngintip dari bawah," gumam Rani sembari menaiki gerbang, untuk masuk ke dalam.
"Rani," ucap seorang pria membuat Rani yang akan mendaratkan kakinya di tanah terkejut, dan jatuh menyentuh tanah.
Posisi Rani terlungkup, karena suara seseorang membuat ia sempat menoleh dan tak melihat apa yang ia injak. Rani dapat melihat sepatu di depannya. Rani mengikuti arah sepatu itu, dan melihat Fajar tengah berdiri tegap di hadapannya. Rani yang melihat itu pun bangun dan menepuk-nepuk baju depannya yang kotor.