Banyak belajar dari sunyi ketika orang lain tak tahu mengerti tentang hidup ini
Kau boleh berpikir aku penuh teka teki, tapi itu adalah sebuah cara untuk menyembunyikan rasa kecewaku di hati.
Aku tak pernah menyalahkan siapapun, karena hidup adalah sebuah pilihan, bukan tempat pelarian.Pusat kota yang terbilang ramai, tampak sepi pada malam hari. Aktivitas mobil sili berganti, menjadi gelap tak ada arti. Jalanan kosong, lampu jalan yang terlihat menyala terang, pertanda bahwa malam sudah menampakkan wujud asli.
Maharani tanpa rasa takut, pulang pada pukul 12.00 malam dari rumah Allicia. Sebenarnya ia ingin menginap, tapi ada salah satu alasan yang membuat ia balik. Ia membutuhkan minuman wine untuk menyegarkan kepala. Seperti biasa, ia tak langsung pulang ke rumah. Saat ini, Maharani tengah duduk di meja bar dan memesan minuman untuk yang ketiga kali.
"Satu lagi." Maharani menaruh gelas itu cukup keras.
"Udah, Rani. Lo masih kecil," ucap bartender yang sudah kenal lama dengan gadis yang sering meminta minuman padanya.
Maharani meraih gelas berisi vockad tidak sabaran. Dengan satu gerakan, minuman keras itu telah membasahi kerongkongan. "Banyak, bacot! Gue balik." Maharani menaruh beberapa lembar uang berwarna merah dengan jalan yang masih berdiri tegak.
Daya tahan tubuh Rani sangat optimal. Beberapa gelas minuman keras ia masuki ke tubuhnya, tak membuat ia melayang atau mabuk. Mungkin hanya pusing sesaat, tapi setelah dibawa tidur, pusing itu akan hilang. Rani kemudian masuk kedalam mobil dan mengendarakan mobil Lamborghini itu dengan kecepatan penuh, ditengah jalanan kota yang sepi.
Suara klakson mobil yang berbunyi nyaring, membuat satpam yang berjaga di rumah Maharani terbangun dan segera membuka gerbang.
"Makasih, pak," ucap Rani sembari memberikan uang seratus ribu untuk satpam yang selalu membantunya.
"Alhamdulillah, makasih, neng!" seru satpam itu kemudian menutup pintu pagar yang menjulang tinggi.
Maharani keluar, dengan tas yang ia bawa juga dress ketat yang sangat pendek ditubuhnya. Dengan santai, ia masuk kedalam rumah tanpa rasa takut sekalipun. Ia segera merubah ekspresi ketika sang ayah berjalan mendekatinya.
"Maharani!" sentak Tundra yang tak lain sang papa, membuat langkah Rani terhenti.
Maharani menatap sang papa dengan tatapan malas. Ia benci, ketika ia harus berhadapan dengan pria yang sama sekali tak pernah mengerti dirinya.
"Dari mana saja, kamu?" tanya Tundra berjalan mendekati anaknya.
Maharani menghembuskan nafas panjang. Tundra yang berada cukup dekat dengan anaknya itu, merasa terkejut. Nafas anak ini bau sekali Alkohol yang sangat menyengat.
"Evi!" teriak Tundra memanggil istrinya.
"Ada, apa, sih?" tanya Evi yang membawakan teh hangat untuk sang suami yang baru saja pulang.
Evi segera menaruh teh hangat itu diatas meja. Tangannya segera meraih tubuh Maharani yang menyengat sekali bau alkohol. Matanya menjelajahi penampilan sang anak yang tidak pantas untuk di gunakan.
"Apa-apaan ini!" Evi membentak Maharani yang hanya menampilkan ekspresi datar. "Kamu abis dari mana? Tubuh kamu bau alkohol?" Evi bertanya sembari menatap tajam anaknya.
"Lepas, ih," tukas Maharani sembari menghempaskan tangan sang mama.
"Rani, abis ke bar. Lagian apa masalahnya, sih? Gak merugikan kalian, kan?" tanya Maharani menatap kedua orang tuanya yang juga menatapnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/213313502-288-k258814.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Missing You (COMPLETED)
Fanfiction"Kamu itu nyata, tapi tak terlihat ada." ~Maharani~ Kamu hanyalah ilusi terbesar bagiku. Orang lain tak bisa melihatmu, tapi aku bisa menemukan kehadiranmu di sisiku. Kamu hidup, tapi tak pernah terlihat. Kehadiranmu ada, tapi...