¹6* Anak Kecil

389 48 11
                                    

Rahel terus mengayuh sepedanya dengan santai. Saat melewati sebuah sekolah, ia melihat seorang anak kecil bersama dua orang pria.

"Adek itu kenapa ya?"

"Ayuk, ikut kita yuk!" Ajak Pria itu.

"Ga mau. Kan Bunda bentar lagi datang."

"Bunda ga bisa jemput katanya. Ya udah ikut Om aja."

"Ga mau."

"Loh, kok ditarik-tarik sih. Ini pasti ada yg ga beres."

"Ga mau om."

'Bruk' salah satu pria itu terjatuh terkena pukulan Rahel.

"Kamu ga papa kan dek?" tanya Rahel.

"Eh, Lo siapa? Berani-beraninya nonjok teman gue!"

"Seharusnya saya yg bertanya. Anda siapa? Apa anda keluarga anak ini?"

"Ka-kami pa–mannya." kata mereka grogi.

"Kenapa kalian grogi?"

"Ga ada yg grogi, sudahlah. Sini sayang ikut Paman."

"Kalian bukan Pamanku."

"Jadi adek ga kenal sama mereka?" tanya Rahel.

"Iya Kk."

"Tuh kalian bisa denger sendiri kan?"

"Kurang ajar. Ni cewek ganggu aja, kita habisi aja."

"Eh, bentar dong."

"Kenapa? Lo takut?"

"Ya ga lah. Dek, kamu duduk disitu dulu ya."

"Iya Kk."

"Serang!" Rahel dengan sigap melawan mereka. Ternyata, mereka tidak berbakat kelahi. Rahel langsung menghajar, hingga mereka jatuh.

"Yey!! Kk cantik menang!!" sorakan anak itu membuat Rahel tersenyum.

"Ayo bangun!"

"Lo itu—Kabur!!" Dua pria itu berlari terbirit-birit menjauh.

"Woi!! Cemen amat!"

"Kk cantik hebat."

"Kita tos dulu." Mereka saling tertawa. Tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan mereka. Seorang wanita karir yg cantik itu langsung menggendong anak itu.

"Kamu mau ngapain ha? Kamu mau culik anak saya?"

"Hah? Ga Bu, saya cuman...."

"Kamu ga usah bohong, Pak Ben, tangkap dia dan bawa ke kantor polisi." perintahnya kepada supir.

"Baik Bu." memegang kedua tangan Rahel.

"Eh, Bu. Saya bukan penculik. Bu, tolong lepaskan saya."

"Cepat Pak bawa dia..."

"Pak Ben jangan–" cegah anak itu.

"Bukan Kk cantik itu penculiknya."

"Maksud kamu sayang?"

"Iya. Penculiknya itu Om-om tadi Bun."

Flashback on
Calysta Mars, seorang anak kecil itu tengah menunggu jemputan Ibunya di depan Pagar. Ada seorang pria yg mendekatinya dan memberikannya permen. Anak kecil itu mengambilnya, sang penculik pun meminta untuk mengikutinya. Namun Calysta menolak.
Flashback off

"Jadi bukan dia pelakunya?"

"Iya Bun. Kk cantik udah pukul Om-om itu. Om-om itu jadi kabur deh Bun."

"Ya udah. Pak lepaskan dia."

"Terimakasih Bu."

"Maaf ya saya jadi salah paham. Ini ada sedikit rezeki untuk kamu."

"Hm... maaf Bu saya ikhlas."

"Ga papa ini untuk kamu aja."

"Sekali lagi maaf Bu, saya ikhlas."

"Ya sudah kalau gitu. Nama kamu siapa?"

"Rahel Bu."

"Oh Rahel. Kamu pekerja rumah makan?" Melihat label seragam yg dikenakan.

"Iya Bu."

"Gimana kalau saya pesen catering aja di tempat kamu."

"Serius Bu?!"

"Iya. Kebetulan saya lagi cari-cari catering untuk kantor saya. Kamu bisa kan?"

"Bisa Bu. Kami akan usahakan yg terbaik."

"Ini kartu nama saya, kalian bisa hubungi saya lewat situ."

"Baik Bu."

"Ya udah kami pergi."

"Terimakasih ya Bu."

"Seharusnya saya yg terimakasih karena kamu nolongin anak saya. Kalau gitu kami permisi."

"Dah, kk cantik–" Calysta melambai tangan.

"Dah, adek cantik."

Melihat mobil telah menjauh, Rahel langsung mengayuh sepeda untuk kembali. Rahel sampai ke tempat tujuan, suasana terlihat ramai oleh pelanggan.

Sebaiknya aku kasih tau ntar deh, Rahel meletakkan sepeda.

"Rahel,  Lo udah sampai. Tolong bantuin kita."

"Ok Iren."

Hari menunjukkan pukul 18.00 kami menutup R.M. Seperti biasa, kami siap-siap Sholat berjamaah.

Makan Malam yg lelah...

Hm... apa aku bilang sekarang aja ya?

"Hm... Mami, Ada yg Rahel mau omongin."

"Mau ngomong apa sayang?"

"Ini Mi." menyerahkan kartu nama tersebut.

"Ini apa sayang?"

"Ini kartu nama pelanggan yg mau pesen catering di sini."

"Kamu serius sayang?"

"Iya Mi."

"Kok bisa? Gimana kamu bisa ketemu dengannya?"

"Iya Hel. Kok dia mau pesen ke kita."

"Jadi ceritanya itu...." Rahel menceritakan kejadian dia setelah mengantar orderan. Semua anak antusias mendengarnya. Kini, semua tersenyum ke arah Rahel. Mereka senang, semenjak kehadiran Rahel di kos-kosan. Karena Rahel membawa pengaruh baik kepada semuanya.

Makan malam usai, semua kembali ke aktivitas masing-masing. Merasa lelah, Rahel memilih tidur. Begitu juga dengan Shiren.

Pagi...

Reyhan dan keluarga tengah sarapan. Suasananya berbeda, Reyhan terlihat selalu termenung setelah pertemuannya dengan Shelin.

Reyhan kenapa ya? Batin Ibunya.

Reyhan menatap makanannya, apa Kk udah makan?

"Rey kamu kenapa?" Kata Papa tirinya, dia adalah Tristan.

"Iya Rey. Dari tadi mama perhatikan kamu melamun."

"Hm... ga papa."

"Kamu serius sayang. Apa kamu sakit?" katanya sambil memegang dahi Reyhan.

"Ga ma."

"Ya udah kamu jangan melamun lagi ya."

"Iya Rey. Papa tau kamu emang orangnya tertutup, tapi kalau ada masalah itu sebaiknya diceritakan. Biar kamu lebih lega."

Gue ga mungkin cerita. Tapi kenapa sikap Papa baik kepada gue. Berbeda sekali dengan apa yg dikatakan Kk Shelin, Batinnya.

"Iya Rey. Apa yg dibilang Papa kamu benar."

"Hm... iya. Reyhan pamit dulu ya Pa, Ma."

"Hati-hati ya sayang."

Setelah pamit, Reyhan mengambil motornya. Dia memilih naik motor agar tidak terjebak kemacetan. Sebenarnya dia ada kelas pukul 11.00. sedangkan sekarang masih pukul 07.00.

Gue lebih baik ke sekolah sekarang, daripada nanti Papa curiga, Batinnya.

Kos-kosan Mami Ica.

Rahel tengah bersiap-siap ke sekolah. Dia ada kelas pukul 11.00 tetapi ia sengaja datang lebih awal untuk ke Perpus Sekolah. Ia berpamitan dengan semuanya. Shiren juga telah membekali Roti lapis untuknya.

"Alhamdulillah. Sepertinya hari ini tidak terlalu macet. Insyaallah aku sampai tepat waktu."

Di sekolah....

"Hai sayang!" sapa Helen kepada Bara.

"Hai!" jawab Bara.

"Gimana tangan Lo? Ga papa kan?" kata Helen. Kok Helen tau ya? Bara menatap curiga.

"Yang–kok malah bengong?"

"Ga gue bingung aja. Kok Lo bisa tau tangan gue lecet?" tanya Bara.

Deg.

Mati gue.. pakai keceplosan segala lagi, Batin Helen.

"Yang kok diem?"

"Hm... sebenarnya gue ikutin Lo kemarin Yang."

"Lo ikutin gue?"

"Iya. Lo sih katanya mau pergi beli perlengkapan, ngapain bareng Rahel."

"Lo cemburu ya?"

"Ih, siapa juga yg yg cemburu."

"Makasih ya Yang udah cemburu. Tapi, satu hal yg harus Lo tau. Lo itu udah mengisi penuh hati gue, jadi ga ada tempat lagi untuk yg lain."

"Apaan sih, gue ga cemburu!"

"Iya deh."

Rahel sedang menuju ke Perpustakaan. Setelah membuka sepatu, ia masuk. Dari kejauhan, terlihat Reyhan menuju Perpustakaan.

Rahel mencari buku dan duduk di tempat biasa, begitu juga Reyhan. Seketika mereka berpandang, tapi Reyhan memilih untuk diam dan duduk di depan Rahel.

Eh... tumben Kk Reyhan ga protes, Rahel masih melihatnya.

Rahel POV

Mending gue fokus ke buku aja. Gue males ribut sama ni cewek, Batin Reyhan.

Suasana hening untuk beberapa menit. Kemudian, Aku memulai pembicaraan.

"Hm... Kk kenapa? tumben diem?" tanyaku. Reyhan menatapku, lalu kembali ke bukunya.

"Hm... maaf Kk." ujarku. Rahel fokus dengan bukunya, namun sesekali ia menatap Reyhan dengan penuh tanya.

"Kk ga ada kelas?" tanyaku kembali. Reyhan menatapnya datar, ia merasa Reyhan memintanya untuk diam.

Apa Kk Rey lagi ada masalah ya?

Sebenarnya gue pengen cerita sama Rahel. Tapi, dia kan bukan siapa-siapa gue, Batinnya.

Author POV

Ha aku ada ide! Rahel sibuk menulis di sebuah kertas, Reyhan memperhatikannya dalam diam. Setelah selesai, Rahel bingung untuk memberikannya. Disaat Rahel tengah berfikir, ternyata Reyhan berdiri. Rahel terus memperhatikannya. Reyhan kembali ke rak untuk mencari buku.

"Ini kesempatan buatku."

Rahel menyelipkan kertas itu ke sebuah buku Reyhan yg ada di atas meja. Setelah selesai, Rahel kembali ke aktivitas nya. Reyhan pun datang.

"Hm... Kk aku duluan ya."

Reyhan menjawab dengan anggukan kepalanya. Rahel lalu pergi ke kantin. Disaat Reyhan hendak membuka bukunya. Kertas itu terjatuh, Reyhan menatap lalu mengambilnya.

"Kertas apa ini?" tanya Reyhan sambil membuka lipatannya.



'Ditinggal tanpa alasan itu ga enak'

Jadi, Jangan lupa vote & komen yak....

PELIK [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang