5¹* Pergi Selamanya

267 32 24
                                    

Sebuah bendera putih bertuliskan nama seseorang yang menjadi semangat belajarnya. Warga mulai berbondong-bondong melayat dan lantunan surah yasin nyaring terdengar. Kakinya mulai melemas saat melihat mayat terbujur kaku sedang dipasangkan kain kafan.

Dengan sekuat tenaga, Rahel melangkah mendekatinya. Rafly terus berusaha menenangkannya, Rahel tak terisak, tak bersuara, hanya air mata dengan deras turun dari pelupuk matanya.

“Rahel.” suara itu membuatnya menghapus air mata. “Kamu jangan menangis, jangan biarkan Bapak ikut menangis.” Rere membiarkan tubuhku dalam dekapannya. Rahel merasa tetesan air mata jatuh dihijab membuat ia mendongak seraya mengusap air mata Rere.

“Ibu jangan nangis lagi ya.” Rahel terus berusaha tegar ketika melihat Ibu tercintanya.

Bukan hanya kamu yang kehilangan Hel, tapi juga Ibu, tuturnya semangat dalam hati.

Suasana pemakaman damai walau ada banyak umat manusia disana. Rio Putra Adisty adalah seorang petani dermawan, ramah, dan mudah bergaul. Dia sangat dikenal di kampung ini karna kepribadiannya yang baik.

Kepergiannya membuat semua merasa kehilangan, semua warga berbondong-bondong untuk membalas kebaikannya. Kebaikan dari beliau bisa diliat dari berapa banyak jamaah yang menyolatkannya.

Bahkan masjid megah dan mewah tersebut tak dapat menampung jamaah, hingga ada sebagian jamaah yang rela sholat diteras masjid. Hingga kini, warga makin ramai untuk membantu pemakaman. Setelah selesai, ustad kemudian memimpin doa untuk beliau.

Semua orang telah kembali beberapa saat yang lalu sedangkan Rahel sedang membaca lantunan ayat suci untuk Bapaknya. Rafly tak tega meninggalkannya dan memilih duduk disebelah Rahel.

“Sadaqallahul’aziimm .... ” Rahel mengecup al-qur’an mini berwarna biru langit tersebut.

“Bapak ingat ga? Ini Al-qur’an yang Bapak kasi ke Rahel saat tamat iqro’. Bapak yang dengan sabar membimbing Rahel yang bandel ini. Rahel jadi ingat, Bapak dulu sering kurung Rahel dirumah karna Rahel ga mau ngaji dan malah pergi main kelereng. Udah lama banget ya Pak.

“Bapak bilang ‘kalau kita harus tepati janji’ tapi, kenapa Bapak ga tepati janji? Bapak bilang ‘Bapak janji nyusul Rahel di kota saat kelulusan sarjana’ tapi semua itu pupus ya Pak. Allah berkehendak lain, Allah ingin Bapak kembali bersamanya. Padahal bentar lagi libur UASBN kelas tiga Pak. Rahel baru aja mau pulang minggu depan dan bercerita ke Bapak semua yang Rahel alami di kota. Tapi, Bapak udah ga bisa lagi jahilin Rahel disaat cerita kek gini.” Satu tetesan air mata kembali jatuh.

“Pak. Maaf Rahel ga bisa temanin Bapak disini lama-lama. Karna dunia kita udah beda Pak, tapi Rahel yakin kalau Bapak selalu bersama Rahel.” Rahel mengecup pucuk nisan kemudian beranjak pergi diikuti oleh Rafly.

Di rumah…

Rahel seketika kaget mendapat pelukan hangat dari Aurora. Terlihat di ruang tamu, Bara dan Reyhan berdiri dan tersenyum kearahnya.

Kenapa mereka disini? Rahel kemudian membalas pelukan hangat tersebut.

“Kok kalian ke sini? Lusa kan sekolah?” tanya Rahel.

Flashback on
“Bapak kamu—“ Rafly menarik nafas dalam-dalam. “Meninggal pukul satu dini hari tadi.” Seketika Rahel terdiam kaku, mulai mencerna kembali semuanya.

“Jadi lo bisa ke halte Merak sekarang? Kita langsung pulang ke kampung.”

“Iya.” jawabnya dengan suara parau. Ketiga temannya heran melihat Rahel yang langsung pergi tanpa pamit. Terlihat Rahel menaiki ojek, mereka berinisiatif mengikutinya. Sesampainya di Halte, Rahel memeluk erat Rafly yang sedang menunggunya.

“Bapak kamu udah tenang disana, jadi kamu jangan sedih lagi ya.” ujarnya. Mereka kemudian menaiki mobil pick-up milik Bapaknya yang dipinjam Rafly. Sedangkan ketiga temannya terdiam kaku mendengar obrolan singkat tersebut.

“Kalian mau ikut gue layat?” tanya Bara.

Tanpa aba-aba mereka memasuki mobil dan mengikuti arah pick-up tersebut. Namun, di tengah perjalanan mereka kehilangan jejak karna pick-up tersebut sangat telaten dan cepat ditambah banyaknya tikungan disini.

“Terus gimana?” ujar Bara.

Reyhan lalu mengutak-atik ponselnya dan ia berhasil melacak lokasi ponsel Rahel. Mereka pun kembali melesat.
Flashback off

“Turut berduka ya Hel.” ujar Bara.

“Iya Hel. Lo yang sabar ya, ada gue dan masih banyak orang lain yang sayang sama lo.” Aurora menggenggam tangan Rahel.

“Gue tau apa yang lo rasa Hel. Tapi lo harus kuat.” Reyhan menatap lekat Rahel.

“Makasih ya.” Rahel berusaha mengeluarkan senyumannya.

Baru kali ini, ia merasa berat untuk tersenyum. Tapi ia tak mau terlihat sedih dan terus menyalami setiap tamu yang berkunjung. Acara tahlilan sudah dimulai, warga telah menyiapkan semuanya. Bahkan Rahel dan Ibunya diminta untuk beristirahat saja.

Bapak liat deh, bukan hanya Rahel yang sayang sama Bapak. Tapi, semua orang disini sayang sama Bapak, batin Rahel.

🧢🧢🧢

Sekitar tiga minggu yang lalu Rahel telah ditinggal sang Bapak. Dia harus tetap melanjutkan rutinitasnya tanpa ada sosok Bapak yang selalu menyemangatinya.

Hanya menghitung hari lagi Rahel sekolah karna akan diadakan UN untuk anak kelas tiga. Disaat-saat begini, Rahel harus bergegas mencari Guru-guru yang bersangkutan dengan tugasnya.

Jadi gini ya? rasa jadi anak kuliahan? Capek!

Setelah mendapatkan yang ia inginkan. Rahel menuju ke kantin melepas dahaga yang ia miliki. Terlihat orange jus yang menggoda di balik lemari es. Saat menyentuh ganggangnya, tak sengaja tangannya bersentuhan dengan seseorang. Kedua mata Rahel membelalak melihat si pemilik tangan kekar ini.

“Kenapa lo?” tanya cowok itu sembari mendekati wajah Rahel.

“Hm … ga Kk.” Rahel tersenyum kecil, menjauhkan wajahnya dan kembali menatap lemari es.

“Minggir lo!” mendengar suara itu, Rahel segera menepi.

Ternyata ni cewek manis juga, pikirnya.

orange jus telah ditangan cowok tersebut. Setelah melihat cowok itu menjauh, Rahel menghela nafas kasar dan kembali mengambil orange jusnya. Ia meneguknya dengan perlahan menikmati sensasi segar yang membasahi tenggorokannya. Yang pasti udah dibayar+duduk di kursi.

Alhamdulillah, Rahel bangkit dari duduknya. Tapi ada seorang bertubuh kekar dan tinggi menghalangi jalannya. Dia berpindah sisi kiri, cowok itu mengikutinya. Begitu juga sebaliknya, Ih… siapa sih!!, mata Rahel sukses membelalak untuk kedua kalinya dengan orang yang sama.

“Maaf misi Kk.” pinta Rahel sambil menunduk, tapi tak digubris oleh makhluk didepannya.

“Minta Wa lo.” ujarnya seraya menyerahkan ponselnya kearah Rahel.

“Maaf Kk, aku mau—“

“Lo kasi atau … ” Mozar mendekatkan wajahnya kepada Rahel, “gue cium.” Rahel berkali-kali mengedipkan matanya untuk mencerna hal yang dikatakan cowok brandal didepannya.

“Sini Hpnya.” Mozar lalu memberikannya, Rahel terlihat malas mengetik angka disana. Disaat nomor hendak di save, seorang cowok menarik ponsel itu dari tangan Rahel.

Kk Bara, sebuah senyuman Rahel lontarkan padanya.

“Hel ikut gue.” Bara lalu menggenggam tangan Rahel.

Bara!! Awas aja lo ya!!!

Mozar membanting ponselnya di lantai hingga berserakan. Ia tak peduli semua orang yang menatapnya, lebih tepatnya pada Apple iPhone X keluaran terbaru.

Ddrt… ddrt…

“Halo?”

“ … ”

“Apa?!!”

Apa!! Kenapa woi?!!
Kuy klik dah buruan, baru kita capcus lagi 💃💃

PELIK [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang