Kamu mendesah keras, ketua timmu meminta kopian hardfile di saat sibuk tengah hari seperti ini. Namun bisa apa dirimu selain menurutinya? Kamu menggerutu dalam hati, sudah tahu banyak tugas, mengapa tidak mengerjakannya sendiri? Toh tiap orang punya tanggung jawabnya masing-masing.
Kamu melenggang masuk dengan pelan ke ruangan fotocopy, ruangan tersebut menjadi satu dengan ruang dapur khusus untuk para karyawan yang hendak membuat kopi atau teh. Langkahmu langsung terhenti saat kamu melihat punggung Kim Hanbin yang sangat jelas terpampang gagah. Lelaki itu sedang menyeduh tehnya.
Kamu berdiri mematung, menggigit bibir bawahmu cemas. Kamu tahu bahwa baik kamu dan Hanbin tidak melakukan kesalahan sebelumnya atau memiliki kontak tertentu, hanya saja bertemu dengan orang yang masih asing memiliki beban tersendiri untukmu.
Beberapa detik kamu berdiri hingga Hanbin menyadari keberadaanmu. Lelaki itu seperti biasa sudah melepas jasnya dan menyisakan kemeja dengan dua kancing teratas yang sudah di buka.
Hanbin melihatmu yang terlihat gugup, kedua tanganmu memegang file dengan bibir bawah yang kamu gigit. Bibir berwarna pink itu mengalihkan fokus Hanbin, membuat lelaki itu ingin merasakannya barang satu sapuan. Segera Hanbin mengalihkan pandangan.
"Kㅡ kamu mau foto copy?" Hanbin memberanikan diri untuk membuka suara meski sedikit terbata, kamu mengangguk kemudian Hanbin sedikit menggeser tubuhnya untuk mempersilahkanmu.
Kamu masih menggigit bibir bingung, pasalnya baru pertama kali kamu berhadapan dengan mesin ini. Akhirnya dengan inisiatifmu, kamu membuka mesin perlahan dan menata kertas, kamu memencet tombol yang ada. Beruntung mesin langsung bekerja, namun di tengah jalan mesin tersebut tiba-tiba berhenti. Hanya separuh kertas yang keluar.
Kamu panik tentu saja, kamu melihat kearah kertas tersebut, kamu mengetuk mesin samping fotocopy, namun tidak ada perubahan. Malah yang ada bau gosong menyita penciumanmu.
Kamu berjongkok panik, dadamu sesak, pikiranmu tiba-tiba kosong. Kilas memori masa lalu yang tidak menyenangkan masuk begitu saja ke otakmu, membuatmu harus teringat dengan kenangan menyakitkan yang menimbulkan trauma.
Tidak... jangan lagi!
Kamu berusaha menenangkan dirimu, namun rasa panik itu malah semakin melanda hingga kamu berpegang pada pinggiran mesin, takut jika tubuhmu akan limbung jatuh.
Hanbin mengamatimu sedari tadi, memperhatikanmu yang tiba-tiba berusaha untuk mencari udara. Lelaki itu panik dan segera menjongkokkan tubuhnya agar sejajar padamu.
"Nana?" Hanbin memanggil namamu, lelaki itu berusaha meraih kedua tanganmu yang kini meremas rambutmu. Hanbin menggenggam kedua tanganmu lembut. Kamu masih panik namun eksistensi Hanbin menyitamu.
"Nana... kamu nggapapa? Tarik nafas, Na... hembuskan." Hanbin memerintahmu, kamu yang masih panik akhirnya menurut kemudian teratur mengontrol kembali nafas dan perasaanmu. Hanbin menatapmu lega setelah akhirnya pandanganmu tidak lagi kosong.
Lelaki itu tersenyum menatapmu, kemudian meraih pundakmu untuk di ajaknya berdiri.
"Maaf ya, mesinnya emang suka gini. Bukan salahmu kok, nanti biar aku beliin baru." Hanbin berucap lembut kemudian menggulung kemejanya, akhirnya lelaki itu membuka mesin fotocopy dan membenarkan di beberapa bagian, bahkan tidak khayal kemeja putihnya terkena tinta.
Tidak lama, mesin kembali bekerja, mengeluarkan lembar kertas copyan milikmu. Kamu bernafas begitu lega, takut jika sudah merusak properti kantor.
"Terimakasih, Pakㅡ"
"Kak... panggil aku Kak kalau kita lagi... berdua." Hanbin menatapmu lekat. Kamu pun terpesona dengan kedua bola mata hitam lelaki itu, memancarkan galaxy yang begitu indah terbentang luas.
"Iya, Pakㅡ Kak... maaf." Kamu menunduk kemudian membuat matamu menangkap bercak kotor di kemeja Hanbin.
"Kak, kemeja Kak Hanbin kotor." Kamu berucap lirih, Hanbin mengikuti arah pandanganmu kemudian tertawa. Ia gemas dengan tingkah polosmu yang apa adanya dalam mengutarakan sesuatu.
"Iya ngga papa. Lagian emang kamu mau nyuciin?"
Kamu langsung mengangguk, membuat tawa Hanbin langsung berhenti. Tentu saja kamu bersungguh-sungguh karena bagaimanapun, kesalahan ini adalah tanggung jawabmu. Hanbin tersenyum kemudian melepaskan kemejanya, kamu sedikit mundur karena takut jika Hanbin tidak mengenakan apapun di balik kemejanya itu. Namun ternyata Hanbin masih menggunakan kaos hitam polos dibaliknya. Perlahan tangan Hanbin menyerahkan kemeja itu padamu.
"Kalo kamu ngga keberatan. Aku ambil weekend ini, jam 7 malem. Kalau kamu mau, sekalian makan malem bareng." Hanbin berucap sedikit ragu. Apakah ini ajakan kencan? Tapi bagaimana dengan Jaehyun?
"Nana, kamu jangan takut, panik atau sedih lagi. Aku... aku ngga suka liat kamu kesusahan." Hanbin berucap pelan kemudian beberapa detik menyesalinya, takut jika kamu malah tidak menyukai perkataannya itu.
Kamu menatap terpaku pada Hanbin dengan kedua mata bulat lebarmu, kemudian kamu mengangguk pelan. Seiring dengan itu Hanbin pergi, meninggalkanmu bersama kemejanya di pelukanmu.
Perlahan kamu menatap kemeja itu, harum maskulin dari parfum Hanbin tercium menenangkan pikiranmu. Entah mengapa di sisi lain, hatimu seperti berbunga namun bingung disaat yang bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria Season 1 • Hanbin (B.I) iKON ✔
Fanfiction"Kita berdua sama-sama pernah terluka. Bagaimana jika kita berdamai dan melangkah ke depan bersama?" ㅡ Kim Hanbin