"Detak jantung kamu normal, tekanan darahnya juga normal, dan kamu udah bisa makan ya? Syukur banget, Nana." Sang Dokter tersenyum padamu, kamu juga tersenyum menanggapi dia. Hanbin di sampingmu menggenggam tanganmu begitu erat.
"Dijaga terus ya. Besok pagi jam 10, jadwal terapi sama Psikiater ya? Nana pasti sembuh!"
Kamu mengangguk seiring dengan perkataan sang dokter, setelah menyuntikkan obat, sang dokter pergi bersama susternya. Kamu bernafas lega, begitu juga dengan Hanbin. Lelaki itu masih menggenggam tanganmu erat. Sedangkan kamu tersenyum melihat tingkahnya.
"Kenapa dipegang terus sih?" Kamu bertanya geli, Hanbin malah tertawa.
"Ngga mau pisah sama kamu rasanya." Hanbin memeluk pinggangmu erat, tentu saja mudah karena dia duduk di kursi sedangkan kamu di ranjang. Kamu membelai lembut kepala Hanbin, kamu juga tidak ingin berpisah dengan Hanbin, tetapi kamu tidak bisa. Tidak akan bisa.
"Iya ngga mau pisah, aku tau kok." Kamu tersenyum masam, berusaha untuk terus menghibur Hanbin.
"Nanti Bobby pulang kesini, dan aku harus pulang ke rumah karena Sela minta di jemput. Emang ya anak kita tuh ngga bisa ditinggal bentar. Orang ayahnya mau pacaran." Hanbin memanyunkan bibirnya yang kemudian kamu kecup perlahan.
"Aku kangen Sela, tapi ngga mungkin ya dibawa kesini?" Kamu bertanya sedih, Hanbin juga ikut sedih kemudian mengangguk.
"Makannya, kamu harus sembuh, biar kita bisa kumpul bertiga lagi. Na, soal Jungha, kamu ngga usah khawatir. Aku udah urus semuanya ke pengadilan, aku janji bakal seleseiin ini semua secepatnya. Kamu ngga usah khawatir." Hanbin menatapmu penuh arti, sedangkan kamu malah mengerutkan alis tidak suka.
"Kak, jangan. Kamu harus bertanggung jawab sebagai suami dan ayah. Kak Jungha mungkin kaya gitu karena emang dia cinta sama Kak Hanbin." Kamu menatap sendu, Hanbin menghela nafasnya kesal.
"Nana, bukan itu yang Jungha mau sekarang. Yang dia mau cuma balas dendam dan aku ngga mau itu terjadi, Na. Please jangan bikin kita berantem lagi, kita baru aja baikan dan kita baru aja melangkah lebih dalam ke hubungan kita. Aku cuma mau sama kamu, Na. Please aku ngga mau berantem lagi." Hanbin memohon, kamu hanya bisa mengalihkan pandanganmu dan menghela nafas pasrah.
"Percaya ya sama aku? Sekarang kamu tidur ya? Habis itu aku pulang, Bobby bilang setengah jam lagi dia dateng. Sela juga udah mulai telepon aku lagi." Hanbin membelai kepalamu ringan, akhirnya mau tidak mau, kamu menurut dan membaringkan tubuhmu. Kamu berusaha untuk memejamkan matamu sambil terus menggenggam tangan Hanbin, berharap esok pagi, kamu bisa bangun dengan keadaan yang lebih bahagia.
•••
Hanbin mengecup keningmu saat ia rasa kamu sudah tertidur lelap. Perlahan ia mendekatkan diri pada telingamu, membisikkan satu kalimat,
"Aku mencintaimu, lebih dari keinginanku sendiri untuk mencintaimu."
Kamu menahan tangisan saat Hanbin perlahan melangkah menjauh kemudian menutup pintu kamarmu. Kamu tau, momen kalian sudah berakhir, berikutnya, akan sulit bagimu untuk bertemu kembali dengan Hanbin. Kamu menangis dalam diam kemudian bangkit duduk untuk membuka laci, mengambil hasil lab yang disembunyikan oleh Hanbin.
Perlahan kamu membuka lembaran kertas tersebut, rasa sesak kembali menyitamu, kamu terdiam dengan air mata yang jatuh tanpa isakan. Kamu merasakan nafasmu yang kembali begitu berat. Semua hasil lab tersebut harus di uji lagi esok hari, namun untuk apa jika hasilnya kemungkinan besar akan sama? Untuk apa melanjutkan ini semua?
Kamu turun dari ranjang kemudian memasukkan kembali hasil labmu ke dalam laci. Kamu berjalan seolah semua sudah kacau, dan memang itu adanya. Kehidupanmu kacau, momen yang kamu ciptakan bersama Hanbin hanya akan menjadi kenangan yang berlalu. Kamu tidak bisa bertemu dengannya lagi, tidak bisa.
Perlahan kamu mengambil beberapa lembar kertas yang ada dimeja dan satu pulpen, kamu duduk di kursi dan mulai menulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria Season 1 • Hanbin (B.I) iKON ✔
Fiksi Penggemar"Kita berdua sama-sama pernah terluka. Bagaimana jika kita berdamai dan melangkah ke depan bersama?" ㅡ Kim Hanbin