Chapter (9) // BERTEMU

811 69 21
                                    

"Biarkan saja takdir yang menentukan segalanya. Ia yakin takdir tidak akan selalu bercanda dengan perasaan miliknya."


(Aileen Nathania)

J A N G A N L U P A V O T E,
K O M E N D A N S H A R E👍

Happy reading 🌻

Aileen menatap ponselnya dengan nanar. Ia merasa rindu pada Azka, tetapi ia tidak mau menghubungi laki-laki itu lebih dulu. Aileen tidak mau Azka menganggapnya sebagai pengganggu. Dari hari Selasa sampai hari Jumat, ia sama sekali tidak melihat Azka lagi. Mereka seakan berbeda dunia hingga tidak pernah berpapasan sama sekali, padahal beberapa kali Aileen sengaja melewati rumah Azka hanya sekedar ingin melihat muka Azka.

Aileen menghabiskan waktu tidak sekolahnya dengan berdiam diri di rumah pohon dan sesekali bermain basket. Ia begitu kesepian karena memang ia tidak punya lagi seseorang yang bisa diajak bermain. Ia tidak pernah mau membaur dengan orang lain, terlebih laki-laki. Jika kenal pun hanya sebatas nama. Sekarang ia mulai percaya bahwa cinta memang ada. Perasaan itu tumbuh saat ia masuk SMA. Bukan dengan orang lain yang ada di sekolah barunya, tetapi ia menanamkan harapan cinta itu pada Azka, sahabatnya.

Perasaan yang bersemi pada sahabat sendiri memang hal yang bikin sakit hati. Selalu saja memikirkan apa yang akan terjadi padahal belum melakukan apa-apa. Aileen terlalu rapat menyembunyikan, sehingga lupa cara mengungkapkan. Ia hanya ingin menyelamatkan persahabatan dengan melewatkan perasaannya. Ia membiarkan cinta terpendam itu jadi rahasia. Rahasia yang akan membuat ia senang dan sedih bersamaan.

"Gue gak minta lebih, dianggap ada sama lo aja sudah bahagia. Gue kesepian tanpa lo. Apa sesusah itu memberi kabar? Buat apa nomor gue disimpan, kalau gak pernah dihubungi. Cowok emang dasarnya gak pernah peka, ya? Gue takut gak bisa ngendaliin perasaan gue. Apa Azka mau kalau ...."

"Woi, Alien!"

Aileen menghentikan perkataanya, kemudian tersenyum bahagia ketika mendengar suara laki-laki yang tengah ia rindukan. Ia turun dari rumah pohonnya dengan tergesa. Saking tergesanya ia sampai terpeleset. Aileen sudah menutup matanya bersiap menerima rasa sakit menyentuh tanah. Namun, yang Aileen rasakan adalah tubuhnya melayang dan ketika matanya terbuka, ia menatap Azka dengan pandangan senang bercampur kaget. Mereka bertatapan cukup lama dan berakhir setelah mendengar orang yang berdeham.

"Lo gak apa-apa?" tanya Azka sambil menurunkan Aileen

"Iya. Lo ke mana aja, sih? Gue bosen tau empat hari cuma diem aja," ucap Aileen kesal.

"Diem aja? Masa? Itu tadi ngomong, turun tangga, dan ...."

"Tau ah nyebelin banget lo jadi orang," sela Aileen membuat Azka tertawa.

"Eh, gue mau kenalin lo sama seseorang," ucap Azka sambil menunjuk orang di sebelahnya.

Aileen menatap gadis cantik di hadapannya dengan tatapan heran. "Dia siapa?" tanyanya heran.

"Dia murid baru di sekolah kita, sementara ini sebangku sama gue, dan gue ajak dia ke sini karena dia gak ke mana-mana kalau lagi libur," ucap Azka.

"Oh, hai nama gue Aileen. Senang ketemu sama lo." Aileen tersenyum.

"Hai juga. Namaku Thalita. Senang juga ketemu sama kamu. Azka bilang kalau kita bisa jadi sahabat juga," ucap Thalita dengan senyum terkembang.

"Iya, kamu bisa jadi sahabat dia. Iya, kan?"

Aileen hanya mengangguk dan membantin, "Jadi ini alasan selama empat hari lo ngilang? Lo bahkan panggil dia dengan sebutan kamu. Apa orang baru memang seistimewa itu hingga orang lama dilupakan?"

"Terima kasih," ucap Thalita.

"Kamu mau ke rumah pohon?" tanya Azka pada Thalita.

"Bolehkah? Aku gak pernah tahu rumah pohon seperti apa," ucap Thalita dengan mata berbinar.

Aileen menatap Azka. "Bilang gak boleh, Ka. Lo bilang rumah pohon itu cuma milik kita. Orang lain gak boleh masuk ke sana," harapnya dalam hati.

"Boleh, kok. Kamu bisa naiknya, kan?"

Ucapan Azka mematahkan harapan Aileen. Laki-laki itu tampak begitu antusias membantu Thalita naik ke rumah pohon, meninggalkannya di bawah. Aileen berpikir kalau pun pergi, pasti Azka tidak akan menyadarinya. Namun, jika ia pergi berarti akan membiarkan dua manusia itu berdua. Ia segera menaiki tangga dan masuk rumah pohon.

"Kenapa kepikiran buat bikin rumah pohon?" tanya Thalita.

"Dulu aku sama si Alien itu suka banget liat kartun. Di sana kita liat tuh ada rumah pohon. Jadi, dibikinin sama ayah aku," ucap Azka.

Aileen hanya mendengarkan Thalita dan Azka mengobrol sambil memainkan rubik. Ia tidak menanggapi semua yang dikatakan keduanya. Sekarang ia seperti serangga yang hinggap di rumah pohon ini, tidak dipedulikan sama sekali. Ia sengaja menjatuhkan rubiknya agar dua orang yang berada di ruangan sama dengannya sadar bahwa ia juga ada di ruangan ini.

"Wow, kamu menyelesaikan rubik dengan sempurna," ucap Thalita mengangkat rubik yang tadi dijatuhkan Aileen.

"Alien emang jago kalau main rubik. Dia kalau main gak kayak cewek," timpal Azka.

"Maksudnya?"

"Dia itu suka main rubik, main basket, benci boneka, dan satu lagi dia jago bela diri," ucap Azka sambil merangkul Aileen.

"Apaan, sih. Main rangkul aja. Kalau gue sukanya itu, emang kenapa? Ada masalah?" ucap Aileen dengan nada kesal.

"Lo galak banget hari ini. Lagi menstruasi, ya?" tanya Azka.

Aileen memukul kepala Azka pelan. "Kalau nanya yang bermutu dikit, Azka!"

"Kalian deket banget, ya? Lucu banget liat interaksi kalian," ucap Thalita sambil tertawa.

"Kamu bisa ikut gabung, kok. Sekarang kan kita sahabatan," ucap Azka.

"Iya. Lo bisa gabung sama kita," timpal Aileen sambil tersenyum.

"Makasih. Aku senang banget hari ini. Eh, udah jam makan siang. Aku bawa bekal, kalian mau, gak?" tanya Thalita sambil menunjukan rantang yang tadi dibawanya.

"Kalau boleh aku mau. Aku suka masakan kamu, mirip masakan ibuku," balas Azka cepat.

"Lo pernah makan masakan Thalita, Ka?" tanya Aileen pada Azka.

Azka mengangguk dan berkata, "Iya, malah kemarin-kemarin dia bawa bekal makanan dua, satunya buat gue."

"Oh."

Aileen membuang napas pelan berusaha menghilangkan rasa gusar di hatinya. Ia mencoba makanan yang katanya dibuat Thalita. Makanan itu memang enak. Ia menatap Azka yang begitu senang melahap makanannya sambil memuji masakan Thalita. Dalam hati, Aileen berpikir untuk belajar memasak. Ya. Ia harus melakukan itu. Eh, tapi untuk apa? Ia menggelengkan kepalanya pelan, mengusir semua pikiran untuk merebut perhatian Azka. Ia bukan orang seperti itu dan ia tidak akan melakukan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya. Tidak apa-apa untuk sekarang dekat hanya dengan status sahabat. Asalkan hubungannya tidak sesaat dan tidak bersekat. Aileen sudah suka itu dan mungkin akan selalu suka itu. Biarkan saja takdir yang menentukan segalanya. Ia yakin takdir tidak akan selalu bercanda dengan perasaan miliknya. Ia sudah pernah disakiti laki-laki yang kata orang ridak akan menyakiti anak gadisnya. Jadi, mungkin saja ia tidak akan pernah disakiti laki-laki lagi.

To be continued ....

Stuck Friendzone (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang