Chapter (6) // SKORS

943 93 22
                                    

"Rasa sakit yang kini kurasakan, tak sebanding ketika melihatmu terluka karena membelaku. Aku lemah hanya karena melihatmu menangis karenaku."

(Azka Aldric Mahendra)

J A N G A N L U P A V O T E,
K O M E N D A N S H A R E👍

Happy reading🌻

Bel pulang sudah berbunyi beberapa menit lalu. Namun, suasana di lapangan basket SMA Garuda masih tampak ramai, penuh dengan teriakan-teriakan yang kebanyakan dilayangkan para gadis. Mereka begitu antusias mendukung tim basket sekolahnya yang tengah bertanding dengan tim basket SMA Trisakti. Bahkan, beberapa di antaranya sampai membawa toa untuk menyemangati tim sekolahnya. Mereka senang menonton permainan basket kali ini, terlebih Azka yang jadi kapten basket. Mereka sangat tergila-gila dengan laki-laki tampan yang tampak lihai memainkan bola basket itu.

Berbeda dari orang lain, Aileen berdiri di pinggir lapangan dengan gaya seperti pelatih, mencoba mengarahkan tim basket SMA Garuda. Tidak ada yang protes tentu saja, semua orang di SMA Garuda tahu yang paling jago main basket adalah Aileen. Semua orang malah senang karena Aileen melakukan itu, sehingga beberapa orang menyuarakan semangat untuknya.

"Gani oper bolanya ke Azka! Ayo cepat. Ya!" Aileen memukul angin, senang karena poin bertambah.

"Dibantuin cewek, cemen banget," bisik Dhani di telinga Azka.

Azka menghentikan langkahnya, memandang benci ke arah Dhani, tetapi Azka melangkah ke arah Aileen. Ia berkata, "Lo nonton kayak orang lain aja, gue enggak mau dianggap cemen karena ikutin intruksi lo."

Aileen menghela napas gusar, ia tahu kalau Azka pasti termakan perkataan Dhani. Namun, ia hanya mengangguk dan duduk di jajaran penonton dengan wajah kesal. Ia tidak suka berteriak untuk menyemangati saja, apalagi permainan basket itu membuatnya geregetan untuk memberitahu Azka agar melakukan beberapa trik.

Beberapa tetes air mengenai ke kulit Aileen, ia mendongak ke langit, dan matanya membelalak ketika menyadari kalau itu hujan. Ia melihat Azka yang sangat fokus dengan permainan basketnya. Dengan langkah cepat, Aileen kembali ke lapangan, berjalan ke sisi lapangan yang paling dekat dengan Azka. Aileen berhenti berjalan, menatap Dhani yang berada di belakang Azka. Laki-laki itu tampak akan mengambil bola dengan cara curang. Aileen juga melihat ada dua orang yang menahan Azka di depan.

"Azka awas!" teriak Aileen.

Terlambat, itulah yang diucapkan hati Aileen saat matanya menatap Azka yang sudah jatuh di lapangan. Laki-laki yang terjatuh itu menatap Aileen yang terhenyak di tempatnya, kemudian menatap Dhani yang tersenyum remeh.

"Lemah," ejek Dhani, berlari menuju ring lawan.

"Azka sebentar lagi hujan," ucap Aileen ketika berhasil mendapatkan suaranya lagi. Ia lanjut berkata, "Berhenti aja, siku lo juga harus diobatin."

Azka bangkit dari jatuhnya, berjalan ke pinggir lapangan ke arah Aileen. Namun, suara tawa yang terdengar di telinga Azka, berhasil menghentikan langkahnya. Azka berbalik untuk melihat orang yang tadi tertawa.

"Dasar cowok lemah! Sama hujan aja takut, luka dikit berhenti main, dan satu lagi nurut sama cewek. Dasar cemen!" ejek Dhani.

"Gue enggak lemah! Gue akan lanjutin permainan basket ini," ucap Azka, membuat Aileen menatap Azka kaget.

"Azka! Lo enggak usah lanjut main!" protes Aileen yang tidak ditanggapi Azka sama sekali.

Aileen menghela napas pasrah, ia tidak bisa mengubah keputusan sahabatnya itu saat ini, tetapi bagaimana kalau nanti Azka kenapa-napa. Mencoba percaya dengan tindakan Azka, Aileen kembali ke tempat duduknya. Ia memperhatikan pergerakan Azka dan matanya yang jeli, menangkap gelagat aneh yang dilakukan Dhani. Laki-laki itu tampaknya bukan ingin merebut basket dari Azka, tetapi seperti ingin mencelakakan sahabatnya. Sedetik kemudian, Azka benar-benar jatuh kembali karena pukulan keras Dhani.

"Woi! Kalau enggak bisa main, keluar dari lapangan aja! Jangan curang!" teriak Aileen, membuat Dhani menatapnya benci.

"Hei, cewek! Jangan sok jagoan lo. Gue jago main dan siapa lo? Jadi cewek gak bermutu, banyak bacot."

Azka bangkit. "Jaga kata-kata lo! Anj*ng! Dia cewek berharga buat gue," gertak Azka.
Suasana yang tadi riuh menjadi hening, beberapa di antaranya mengabadikan momen bertengkar Dhani dan Azka lewat kamera ponsel. Mereka tampak antusias melihat itu, berbeda dengan Aileen yang masih terdiam di tempatnya. Ia masih mengulang kata-kata Azka yang membuat hatinya bergemuruh. Ada sesuatu yang membuncah dalam dadanya.

"Wow, kalian pacaran? Pantes, yang cowok lemah dan yang cewek kayak singa."

"Jaga bicara lo!"

"Lo yang harusnya jaga bicara! Kalau lo enggak jaga bicara lo, gue bakal habisin lo!"

Azka meludah tepat di depan wajah Dhani, laki-laki yang diludahi itu marah dan memukul Azka dengan pukulan keras. Aileen yang tersadar dari lamunannya, segera bangkit dan menghampiri Azka. Aileen memukul Dhani, membuat laki-laki itu tersungkur. Semua orang kaget, termasuk orang-orang di sekitarnya. Mereka tidak menyangka Aileen melakukan itu. Bahkan, saking keras pukulannya, hidung Dhani sampai mengeluarkan darah.

"Bangs*t!" Dhani berdiri, hampir memukul Aileen jika gadis itu tidak sigap.

Aileen memutar tangan Dhani dan mendorong tubuh laki-laki itu dengan kuat, membuat laki-laki itu kembali tersungkur. "Kalau enggak bisa mukul orang, jangan suka pukul orang sembarangan. Yang lemah itu lo, bukan Azka. Yang cemen itu lo, bukan Azka. Satu lagi, yang enggak bisa main basket itu lo bukan gue," Aileen berkata dengan ketus.

"Awas lo! Gue bakal laporin ini! Lo salah orang buat cari masalah," teriak Dhani karena Aileen sudah berjalan menjauhi lapangan dengan Azka.

Aileen berhenti berjalan dan menoleh ke arah Dhani. "Gue enggak takut dan satu hal yang perlu lo tahu, lo juga salah," ucap Aileen, tertawa kecut.

"Len, lo ngapain mukul dia? Terus, gimana sama pertandingan basketnya?" tanya Azka ketika mereka sampai di koridor.

"Lo pikirin diri lo sendiri, Ka. Kulit lo ruam gitu dan tadi itu bukan pertandingan. Lo harusnya berhenti dari tadi! Kalau lo kenapa-napa, gimana?" teriak Aileen, matanya berkaca-kaca.

Azka terdiam, menatap kulitnya yang terdapat ruam kemerahan. Kulitnya serasa terbakar dan gatal secara bersamaan, tetapi ia merasakan hatinya lebih sakit melihat Aileen yang menatapnya berkaca-kaca. Azka menarik gadis di depannya ke pelukannya. Rasanya ini lebih baik, Aileen menangis di pelukannya dan Azka yang merasakan sakitnya. Azka tidak peduli dengan cipratan hujan yang mengenai kulitnya karena ia tidak mau beranjak dari tempat itu, ia juga tidak mau melepaskan pelukan ini.

"Jangan nangis, rasa sakitnya nyebar ke hati gue," bisik Azka, membuat Aileen makin terisak.

To be continued ....

See you all💞
Sweet greetings from
Dwi_nrmlsary and tapak_Kata

Stuck Friendzone (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang