Chapter (31) // DONOR MATA

645 39 0
                                    

"Penyesalan ini tidak akan pernah membuat keadaanmu berubah seperti dulu."

(Stuck Friendzone)

J A N G A N   L U P A   V O T E, 
K O M E N   D A N   S H A R E👍

Happy reading 🌻

Thalita menatap punggung ramping Aileen yang semakin jauh dari pandangannya. Ada rasa bersalah di hatinya ketika meluapkan semua kekesalannya pada gadis tomboi itu. "Apa Aileen melakukan semua ini gara-gara aku yang terlalu cemburu dan melarang kedekatan mereka? Harusnya aku enggak salahin satu pihak aja karena ini aku juga salah. Maafin aku, Len. Mungkin kamu benar, sifat aku yang kekanak-kanakan ini membuat kamu enggak nyaman," batin Thalita.

Gadis itu kemudian berjalan menjauhi area taman, sekarang tujuannya adalah ke ruang inap Azka. Sebenarnya ia bingung ketika bertemu Azka, bagaimana caranya ia menjelaskan semua ini? Apakah ia harus jujur saja dan mengatakan bahwa Aileen yang merencanakan ini hingga membuat mata lelaki itu buta? Ah, tidak! Sekarang Thalita sadar, Aileen adalah sahabat kekasihnya. Sudah cukup dahulu ia melarang Azka bertemu gadis itu. Hari ini ia harus menebus semua rasa bersalahnya kepada Aileen.

"Azka ...."

"Iya, Tha. Kamu dari mana?" tanya Azka.

"Tadi aku lapar. Jadi, aku pergi ke kantin rumah sakit."

"Tha ... aku mau ngomong sesuatu," ucap Azka seraya menepuk-nepuk bagian kosong di sampingnya. Melihat hal itu, Thalita segera bergegas mendekat ke tempat Azka.

"Kamu mau ngomong apa, Ka?"

"Sebenarnya apa yang terjadi sama aku, Tha?" Bagaikan terkena pukulan yang sangat keras, Thalita berusaha menahan air mata. Pertanyaan ini yang sejak tadi ia hindari ketika bertemu Azka, lalu sekarang ia harus bagaimana? Tidak mungkin ia langsung pergi seperti tadi.

"Aku enggak bisa jelasin sekarang, Ka. Biar nanti dokter aja yang jelasin." Bodoh! Kenapa harus kalimat itu yang keluar dari mulutnya? Thalita merutuki mulutnya yang bicara tanpa berpikir dahulu.

"Luka aku parah, ya? Sampai kamu enggak bisa jelasin ke aku?" Pertanyaan Azka benar-benar membuat kepala Thalita pusing.

"Aku harus jawab apa? Aku enggak mungkin jujur sama Azka, bisa-bisa nanti hubungan Azka sama Aileen makin renggang atau bahkan mereka sampai memutuskan hubungan persahabatan. Aku udah ngerasa bersalah banget, gara-gara pisahin Aileen sama Azka belakangan ini. Jadi, sekarang aku harus buat mereka dekat lagi kayak dulu." Thalita pusing memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan Azka, agar lelaki itu tidak curiga dan berhenti bertanya.

"Tha, kamu masih di sini, kan?" ucap Azka. Lelaki itu meraba ke samping kiri, mencari keberadaan kekasihnya itu.

"Iya, Ka. Aku masih di si--"

Tok ... tok ... tok ....

Ucapan Thalita terpotong dengan suara ketukan pintu dari luar. Gadis itu menghela napas lega, setidaknya kali ini ia terselamatkan. Kemudian munculah seorang lelaki paruh baya yang menenteng sneli. Lelaki itu tampak berlari tergopoh-gopoh ketika melihat Azka.

"Azka kamu kenapa bisa kayak gini, Nak?" tanya lelaki itu seraya memeluk tubuh Azka, Thalita masih belum tahu siapa lelaki yang di depannya ini.

"Ayah?"

"Ini Ayah, Nak."

"Jadi ini Ayahnya Azka?" tanya Thalita dalam hati.

"Azka enggak apa-apa kok, Yah. Cuman kecelakaan dikit," ucap Azka santai.

"Terus kenapa mata kamu sampai diperban kayak gini?" Pertanyaan ayah Azka membuat Thalita menahan napas. Sudah bisa dipastikan, jika nanti dirinya akan diintrogasi.

"Enggak tau, Yah. Kata Thalita, nanti dokter datang dan jelasin kenapa mata Azka diperban," jawab Azka. Mahendra pun menoleh menatap Thalita, gadis itu tersenyum ketika ditatap oleh ayah Azka.

"Halo, Om," ujarnya seraya menyalimi lelaki itu. Mahendra pun tersenyum dan menyambut uluran tangan Thalita.

"Saya Mahendra, Ayahnya Azka."

"Saya Thalita, Om," ucapnya, Mahendra tersenyum seraya mengangguk.

Ketika keduanya sedang asyik berkenalan, pintu terbuka menampilkan dokter dengan seorang suster cantik di sampingnya. "Permisi, Pak," kata dokter itu.

"Silahkan, Dokter."

Dokter memeriksa beberapa kertas yang diserahkan suster di sampingnya. Lelaki muda itu tampak membaca kembali hasil pemeriksaan Azka. "Bagaimana keadaan anak saya, dokter Abi?" tanya Mahendra. Lelaki paruh baya itu memang sudah mengenal dokter muda itu, karena mereka pernah bertemu di tempat pelantikan.

Dokter muda itu tampak menghela napas, kemudian berkata, "Ikut ke ruangan saya, Pak. Ada yang ingin saya katakan kepada Bapak. Mari, Pak."

Mahendra mengangguk, kemudian mengikuti langkah dokter Abi.

****

"Maaf, Pak. Saya harus mengatakan hal tidak enak ini," ucap dokter Abi, ketika mereka telah sampai di ruangannya.

"Maksud Dokter apa? Apa yang terjadi dengan anak saya, Dok?"

"Kecelakaan itu menyebabkan mata Azka mengalami kerusakan pada kornea bagian tengah. Hal tersebut terjadi karena benturan cukup keras pada bagian depan," jawab dokter Abi lirih, ia juga sebenarnya tidak tega mengatakan ini semua. Lelaki itu sudah mengenal Mahendra sejak lama, walaupun perbedaan umur mereka terpaut cukup jauh. Namun, Abi tetap bisa berteman dengan Mahendra. Abi juga tau, jika Azka sejak lama kehilangan sosok ibu. Hanya Mahendra yang Azka punya.

"Apa ada cara untuk buat Azka kembali pulih?" Mahendra syok mendengar fakta itu, tetapi ia bisa apa? Ini semua takdir dan mau tidak mau ia harus menerimanya dengan lapang dada.

"Jalan satu-satunya hanya operasi, Pak. Namun, sangat sulit mendapatkan donor mata untuk sekarang ini."

"Apa tidak ada cara lain, Dok?"

Abi menghela napas, kemudian menjawab, "Tidak ada, Pak. Sekarang hanya itu jalan satu-satunya."

Lelaki paruh baya itu menundukkan kepala, apakah lelaki itu menangis? Tidak! Ia tidak menangis, lelaki itu hanya merasa gagal menjadi seorang ayah yang baik untuk putra satu-satunya. Melihat hal itu membuat Abi ikut bersedih, lelaki muda itu melangkah mendekati Mahendra yang sudah ia anggap kakaknya sendiri. Abi menepuk pundak lelaki itu mencoba untuk menguatkan atas segala cobaan ini. "Anda harus kuat, Pak. Saya yakin, Anda orang yang tidak akan menyerah untuk masalah ini."

"Makasih, Bi. Kamu memang selalu menjadi adik yang paling baik," ujar Mahendra seraya berpelukan.

"Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk kesembuhan Azka. Saya akan mencari pendonor, walaupun saya harus membayar mahal sekalipun. Saya ikhlas."

"Terima kasih, Bi."

Siapa sangka ada seorang gadis yang mendengar percakapan itu, ia meremas dadanya yang terasa sesak ketika mengetahui ini semua. Rasa bersalahnya semakin besar, sungguh saat ini ia sangat menyesal atas keputusannya. "Maafin gue, Ka. Sama sekali gue enggak ada niat untuk nyelakain lo kayak gini. Gue nyesel ngelakuin ini," batinnya.

Bening bulir terus mengalir di pipinya. Sadar akan tempatnya yang tidak tepat untuk meluapkan emosinya, ia segera mengusap air matanya kasar dan berlari meninggalkan pintu putih itu.

"Kalau tau kayak gini, gue bakalan nolak permintaan Aldo! Gue nyesel! Rasanya gue pengen bunuh diri aja untuk nebus rasa bersalah gue sama lo, Ka. Gue pengen mati aja, saat liat lo kayak gini."

To be continued ....

Author Stuck Friendzone tapak_Kata dan chokochips28 mengucapkan
Minal aidzin wal faizin🙏
Mohon maaf lahir dan batin😍🙏

Stuck Friendzone (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang