Chapter (13) // MAAF

723 60 4
                                    

"Tanggung jawab dari seorang manusia adalah meminta maaf dan memberi maaf."

(Thalita Aqilla Zahran)

J A N G A N  L U P A  V O T E,
K O M E N  D A N  S H A R E👍

Happy reading 🌻

Menangis adalah salah hal yang dapat dilakukan ketika kata tidak dapat keluar dan sikap tidak mampu lagi tegap. Entah apa pun itulah alasannya, menangis adalah cara ampuh mengeluarkan semua perasaan kesal dan sedih dalam diri. Hal tersebut kini tengah dibuktikan seorang gadis yang hari ini bolos sekolah. Hati gadis itu tengah didera kesedihan karena kejadian beberapa saat lalu.

Di sebuah ruangan kecil dari kayu dengan warna cat cokelat yang mengkilap, ia menumpahkan air matanya. Namun, rasa sakit dan sesak mengingat kejadian tadi, khususnya perkataan orang tadi membekas di hati. Ia tidak menyangka laki-laki yang ia percaya harus berbicara seperti itu, ia merasa kalut dengan kejadian tadi, kenangan-kenangan pahit bermunculan ketika mengingat kata "papa". Ia tidak pernah mengungkit semua itu setelah ia mengenal Azka, bahkan laki-laki itu sendiri yang meyakinkannya untuk mengubur semua kenangan pahit itu dan mengisinya dengan kenangan-kenangan manis mereka berdua.

Aileen berpikir bahwa semua laki-laki itu sama saja. Janji mereka ada untuk diingkari dan semua kata-katanya hanya kebohongan belaka. Ia bertanya pada dirinya sendiri, Apakah harus melupakan kenangan bersama Azka sama seperti melupakan kenangan pahit tentang laki-laki yang pernah ia panggil papah? Kenapa harus harus ia yang mengalami semua ini? Ia masih bingung dengan Tuhan yang mengatur takdirnya, harus berapa kali ia disakiti sosok laki-laki, harus berapa kali ia bertahan, dan siapa yang akan mengisi harinya ketika Azka pergi. Aileen berpikir jauh, mengulang semua perkataan Azka padanya.

Aileen menggelengkan kepala dan menghapus air mata di pipinya. Ia tidak boleh lemah seperti itu, ia sudah kuat menjalani hidup tanpa lelaki yang kata orang akan sangat mencintai anak gadisnya, dan itu semua berkat Azka. Selama tujuh tahun terakhir, laki-laki itulah yang membantu ia melewatinya. Mungkin benar apa yang dikatakan Azka, kalau ia tidak tahu diri. Kali ini ia tidak mau dikatakan seperti itu lagi dan bertekat untuk meminta maaf serta membantu mendapatkan yang diinginkan Azka yaitu Thalita.

*****

"Ka, maafin aku, ya? Kamu jadi marahan sama Aileen gara-gara aku," ucap Thalita di samping Azka yang tengah murung di taman belakang.

"Enggak apa-apa, kamu enggak salah, kok." Azka mencoba tersenyum membalas ucapan Thalita.

"Makasih, Ka. Kalau kamu mau cerita, aku siap dengerin. Katanya aku boleh jadi sahabat kamu dan inilah saatnya aku memerankan itu. Rasa sedih itu jangan pernah dipendam sendiri. Kamu enggak sengaja bilang gitu ke Aileen, kan? Aku tau kalau persahabatan kamu sama Aileen itu tulus," ucap Thalita.

Azka menatap Thalita dengan senyum getirnya. "Aku enggak maksud bilang gitu tadi. Aku cuma lagi emosi dan tidak sengaja keluar kata-kata itu. Aku bener-bener enggak tega karena bikin dia nangis kayak tadi," ucapnya sambil menunduk.

Thalita memeluk Azka dan berkata, "Kalau aku lagi sedih, aku selalu dipeluk kayak gini. Maaf kalau aku lancang, aku cuma enggak suka liat kamu sedih. Kata-kata kamu emang agak sedikit menyinggung perasaan, tetapi aku yakin Aileen bakalan maafin kamu."

"Kenapa kamu yakin?" tanya Azka.

"Perempuan itu istimewa, apalagi hatinya. Perempuan itu spesies langka, semakin dia sakit, semakin ia coba bertahan. Itu namanya perjuangan bukan kebodohan. Aku yakin Aileen bukan tipe orang pendendam," ucap Thalita.

Stuck Friendzone (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang