Chapter (1) // TRAUMA KELUARGA

2.5K 220 230
                                    

"Di antara jajaran kekuatan, ada yang dinamakan sumber kerapuhan dan mungkin yang menjadi sumber kerapuhan itu dimulai di titik keluarga."

(Aileen Nathania)

J A N G A N L U P A V O T E,
K O M E N D A N S H A R E👍

Happy reading 🌻

Seorang gadis berjalan memasuki rumahnya. "Assalamualaikum, Ma. Aileen pulang," pekik gadis itu seraya mencari Mamanya.

"Mama di mana, sih? Kok dari tadi dicariin enggak ada?" Gadis itu bermonolog.

Saat melewati kamar orang tuanya. Ia mendengar sebuah tangisan pilu, menyayat hati. Ia membuka pintu putih itu, kemudian muncullah sosok yang dicarinya sejak tadi, ternyata sedang bersandar di depan ranjang. Aileen mengernyit ketika tahu Mamanya menangis.

"Mama?" ucap Aileen sambil mendekati wanita itu.

"Kamu sudah pulang, Len?" balas wanita itu lembut. Ia menyeka air matanya ketika mengetahui gadis kecil itu datang.

"Mama kok nangis?" Bukannya menjawab pertanyaan Mamanya, Aileen malah balik bertanya.

"Mama enggak nangis, Len. Ya udah ganti baju sana! Mama udah masakin makanan kesukaan kamu," pinta wanita itu lembut. Aileen kecil hanya mengangguk, ia belum terlalu paham dengan ini semua. Umurnya masih kecil untuk memahami keadaan saat ini.

Setelah selesai berganti baju, Aileen segera menuju ke dapur. Saat sedang menyiapkan makanan di meja, terdengar suara deru mobil yang sangat familiar baginya.

Wijaya masuk dengan keadaan yang bisa dibilang sangat kacau. Bajunya terlihat sangat kusut, dasinya terpasang asal-asalan dan jasnya bertengger di bahu kiri. Lelaki berlalu ke kamarnya tanpa ada niatan untuk bergabung dengan keluarga kecilnya.

"Papa sini!" ajak Aileen seraya menepuk bangku kosong di sebelah gadis itu. Mau tidak mau lelaki itu berbalik arah menuju meja makan. Mereka menyelesaikan ritual makan dalam keadaan diam. Tidak ada lagi canda tawa yang biasanya tercipta di antara mereka. Aileen yang merasa aneh pun mencoba mencairkan suasana.

"Pa, tadi aku menang main basket lawan sekolah lain," ujar Aileen bersemangat. Basket memang sudah menjadi hobinya sejak dulu. Ia menoleh ke arah Mamanya, wanita itu tampak tersenyum, tetapi ketika menoleh ke arah Papanya, lelaki itu hanya diam tidak berucap sepatah kata pun.

"Pa, besok hari minggu. Kita jogging bareng, ya?" Lagi-lagi Aileen tidak mendapat balasan dari Wijaya.

"Mau, ya, Pa. Kita udah la-"

"Diam kamu!" bentak Wijaya disusul gebrakan meja. Gadis itu terkejut, ia hanya diam sambil menundukkan kepalanya. Jika Papanya sudah begini, pasti lelaki itu sedang menahan emosi.

"Sudah, Mas. Ayok kita ganti bajumu dulu," ajak Ira, memecahkan ketegangan di antara mereka.

Keduanya berjalan menuju kamar mereka, meninggalkan Aileen yang masih ketakutan itu sendirian. Ia sudah tidak bernafsu untuk makan, padahal di hadapannya ini adalah makanan kesukaannya.

Aileen pun berjalan menuju kamar, ia benar-benar lelah hari ini. Tapi ketika melewati kamar orang tuanya, ia mendengar suara keributan. Mama dan Papanya sedang bertengkar, apa ini gara-gara tadi? Sepertinya tidak, bahkan Aileen hanya mengajak kedua orang tuanya untuk jogging bersama, kan? Apa itu salah? Harusnya jika Papa tidak setuju, ia tidak perlu bertengkar dengan Mama.

Tidak lama terdengar kembali suara benda yang pecah, Aileen kecil masih terus mengendap-endap agar bisa mendengar lebih jelas apa yang sedang orang tuanya perdebatkan.

Suara Ira kembali terdengar, lagi-lagi wanita itu menangis. "Ini apa, Mas? Kamu selingkuh di belakangku?" ucap Ira seraya menyodorkan sebuah kotak, karena jaraknya dengan orang tuanya cukup jauh. Aileen tidak dapat melihat benda itu.

Plakk ....

"Aku enggak percaya Mas bisa kayak gini, aku kira Mas itu orang baik," tambah Ira, setelah menampar wajah Wijaya.

"Apa urusanmu? Terserah saya, ini semua hidup saya! Jadi kamu enggak berhak ikut campur!" balas Wijaya, seraya menunjuk tepat di muka Ira.

"Dan satu lagi, mulai hari ini kita resmi bercerai! Jangan lupa bawa anak pembawa sial itu pergi dari sini! Dia hanya akan membawa kesialan dalam hidupku!" Aileen tertohok dengan ucapan Papanya itu, ia tidak menyangka ini semua terjadi padanya.

"Aku tidak menginginkan anakku lahir dari rahim wanita murahan sepertimu! Dasar wanita jalang!" Setelah itu Wijaya pergi meninggalkan Ira sendiri di sana.

Aileen masih setia mendengarkan semua itu di balik pintu, tanpa ia sadari Papanya sudah berkacak pinggang menatapnya dengan amarah yang menggebu-gebu. Gadis itu terhenyak ketika Wijaya menyeretnya masuk ke dalam kamar. Ia meronta-ronta sambil menangis, tetapi apalah daya. Tenaga lelaki itu begitu kuat dibanding anak seusianya.

"Jangan lupa kau bawa saja anak tidak berguna ini. Ia hanya menjadi beban di kehidupanku!" bentak Wijaya.

"Jangan bicara seperti itu. Ia juga anakmu, Mas," ucap Ira seraya berhambur memeluk Aileen.

"Iya, dia memang anakku. Tapi sayang, dia lahir dari rahim busukmu itu!" Telunjuk Wijaya mengarah tepat di depan muka Ira. Melihat Mamanya diperlakukan seperti itu, membuat Aileen bangkit.

"Aileen benci Papa!" serunya. Ia tidak peduli tatapan tajam sang Papa. Lelaki itu terlihat mengambil ancang-ancang untuk menampar Aileen.

"Cukup, Mas!" Teriakan Mama mampu menghentikan niatan Wijaya. Lelaki itu berkacak pinggang lalu mengambil tasnya dan pergi begitu saja. Meninggalkan Aileen dan Mamanya yang menangis tersedu-sedu.

Ira memeluk tubuh anak gadisnya itu dengan penuh kasih sayang, tangannya mengelus rambut coklat Aileen. "Kamu enggak boleh benci sama Papamu, Nak," ujar Ira dengan lembut.

"Papa jahat, Ma! Aku enggak mau punya Papa kayak gitu! Aku benci Papa!" balas Aileen, ia tidak menyangka Mamanya masih membela lelaki jahat itu. Ia melepas dekapan Mamanya dan pergi keluar dari ruangan itu.

To be continued ....

Salam manis dari author💕
Dwi_nrmlsary28 and tapak_Kata

Stuck Friendzone (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang