22. Baikan Aja Deh

501 37 0
                                    

Happy Reading




Alfian POV

Badanku rasanya sakit luar biasa. Aku rasa saat ini diriku sudah mati. Apakah aku akan berpisah dengan istriku tercinta? Mengapa harus secepat ini?

Padahal aku tidak sungguh-sungguh saat mengatakan kalau ingin melepaskan Rani. Aku masih sangat mencintai istriku itu.

"Sakit, uhuk uhuk," keluhku.

Samar-samar aku mendengar istriku menguatkan aku, "Sabar Mas, sebentar lagi sampai Rumah Sakit,"

Sebenarnya aku dimana ini?

Apakah aku masih hidup?

Ya, aku memang masih hidup

Nyatanya aku samar-samar melihat istriku tepat di atas kepalaku.

Aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap sadar, agar istriku tidak terlalu menghawatirkan diriku.

Ku rasa kini sudah sampai Rumah Sakit, mobil yang aku tumpangi mendadak berhenti. Aku dibantu Rani untuk duduk.

"Hati-hati Mas," ujarnya. Aku hanya mengangguk lemas.

"Aku bantu Al," ujar Mbak Ara.

"Aku bisa Mbak," ucapku lemah.

"Gimana caranya? kamu aja setengah sadar begini, gimana mau jalan sendiri?" omel Mbak Ara.

Aku tahu mbak Ara bilang begitu agar aku menurut kata-katanya. Aku berjalan dibantu Mbak Ara dan Rani.

Ku lihat Rani terus menangis sampai aku masuk ruang penanganan. Saat di periksa pun aku masih sadar.

"Saya periksa dulu ya Pak," ucap dokter yang menangani diriku. Aku hanya mengangguk, rasanya tubuhku sakit semua.

Bagaimana tidak?

Aku dihajar habis-habisan oleh Mas Ari, sang juara taekwondo nasional dan itupun berkali-kali. Ya, sebenarnya aku bisa saja melawannya karena aku juga menguasai beberapa ilmu beladiri, namun tak aku lakukan. Karena semua yang kulakukan memang salah dan aku berhak menerima perlakuan seperti itu.

"Saya nggak apa-apa kan dok?" tanyaku dengan suara melemah.

"Sebentar Pak, bapak harus di rontgen takutnya ada tulang yang patah. Saya bius ya Pak," ujar dokter itu.

"Iya dok,"

Setelah itu semuanya gelap dan kesadaranku perlahan mulai hilang.

*****

Aku merasa ada yang sedang memanggil-manggil namaku. Aku berusaha membuka mata meskipun sangat berat.

Aku sempat kaget karena ada kepala di dekat lengan kananku. Ternyata istriku yang tengah terlelap. Aku tahu pasti ia sangat lelah hari ini.

Aku elus kepalanya yang tertutup jilbab.

"Maafin aku sayang," ucapku sambil menangis dan terus mengelus kepala istriku.

Akhir-akhir ini aku memang cengeng dan sensitif sekali kalau sudah menyangkut masalah rumah tangga ku.

Rani pun merasa terganggu dengan sentuhan ku.

"Uhhh, aku masih ngantuk Mas," ucapnya yang masih setia menutup matanya.

Aku jadi tak tega membangunkannya. Yang benar saja, ini sudah jam dua dini hari. Dan aku terbius selama berjam-jam. Semoga saja tulang-tulang yang ada di tubuhku tidak ada yang hancur.

Tenggorokan ku rasanya haus. Aku melihat di dekat Rani ada botol air mineral, mungkin punya Rani. Karena tak ingin mengganggu tidur istriku, aku berusaha menggapainya sendiri.

Cintaku Seorang Akuntan 2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang