40. Peri Kecil Kami

490 35 0
                                    

Happy Reading




Rani POV

Sembilan bulan yang penuh perjuangan, sembilan bulan aku bawa kemanapun calon buah hatiku. Calon buah hati bersama suamiku tercinta, Mas Alfian.  Semua orang menyanyanginya, semua orang menanti kelahirannya.

Tak terkecuali putra sulungku yang genap berusia tiga tahun pada awal bulan ini. Rendra tak sabar menunggu adiknya lahir. Begitu pula suamiku yang juga berjuang banyak sembilan bulan belakangan ini.

Karena apa?

Karena yang mengalami masa ngidam ya suamiku. Aneh kan? Tapi itu kenyataannya.

Hehehehe

Terkadang aku tak tega melihat Mas Alfian mual-mual selama tiga bulan pertama kehamilan ku sampai pernah izin kerja selama satu Minggu. Ya karena badannya terlalu lemas untuk melakukan aktivitas, pernah juga aku bawa ke dokter, hasilnya tetap tak ada penyakit apapun karena itu bawaan bayi.

Beruntung atasannya sangat mengerti dan membiarkan semua pekerjaan sementara diambil alih oleh sekretaris yang juga sahabatnya, Mas Aji.

Aku sendiri akhirnya resign dari Bank. Setelah beradu mulut dengan Pak Fendy. Sebenarnya aku tak diperbolehkan resign mengingat kinerja ku yang bagus.

"Kamu cuti aja ya Ran, buat beberapa bulan gitu," mohon Pak Fendy.

"Keputusan saya sudah bulat Pak, maaf sekali lagi," keukeuh ku.

"Tapi kalau semisal anak-anak kamu sudah bisa ditinggal kerja, kamu saya panggil lagi ya," akhirnya Pak Fendy mengalah.

"Siap Pak,"

Kini sembilan bulan telah berlalu, kini hari-hari ku tinggal menunggu kelahiran anak kedua kami. Dan sejak subuh tadi perutku sudah mulas banget.

"Mas, sakitnya tambah sering," rengekku.

"Ke rumah sakit sekarang aja ya," ajaknya.

Aku menggeleng, daripada menunggu lama di rumah sakit.

Rendra tadi pagi sudah aku titipkan di rumah Mamaku. Kedua mertuaku kebetulan sedang pergi ke luar kota untuk menghadiri pernikahan teman Bapak mertuaku.

Selang satu jam rasanya tambah sakit dan aku menurut saja untuk ke rumah sakit ditemani oleh kakak ipar tercinta, Mas Ari.

"Sakit banget Mas," rengekku sambil mengusel-usel lengan suamiku berharap sakitnya akan sedikit mengurang.

"Pembukaan berapa dok?" tanya Mas Alfian kepada dokter Ranti.

"Baru pembukaan enam Pak, masih ada empat pembukaan lagi," jelas dokter Ranti.

"Bisa normal kan dok?" tanyaku.

Ya, karena aku ingin persalinan normal.

"Bisa Bu, keadaan Ibu dan janinnya sehat semua. Tunggu saja, banyak-banyak mengambil nafas, biar tenaganya terjaga," jelas dokter Ranti.

"Berdoa sayang, minta dimudahkan oleh Allah," ujar Mas Alfian.

Aku mengangguk pelan sembari memejamkan mata berdoa. Merapalkan doa apapun dan berharap semoga proses persalinan berjalan lancar.

Rasa sakit kian mendera, namun masih pembukaan delapan, masih harus menunggu beberapa saat lagi.

"Sakit Mas," keluhku lagi.

Ku cengkeram lengan suamiku berharap bisa mengurangi rasa sakitnya.

"Kuat sayang, kamu pasti bisa. Kita berjuang sama-sama ya," ujar Mas Alfian memberi semangat.

Cintaku Seorang Akuntan 2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang