41. Penyesalan Sari

495 28 1
                                    

Happy Reading





Sari POV

Aku menyesal

Aku benar-benar menyesal

Kenapa penyesalan selalu datang di akhir cerita?

Kenapa??

Kenapa aku harus terjerumus dalam obsesi cinta yang membuat diriku merugi sendiri.

Selalu aku gadang-gadang kalau aku mencintai Mas Alfian, hanya aku yang mencintainya dengan tulus, tetapi sekarang aku merasa kalau itu bukan cinta, melainkan obsesi semata.

Pada akhirnya aku tak mendapatkan apa yang aku mau. Yang ada Mas Alfian menjauhi dan membenci diriku. Dan itu bukan yang aku inginkan. 

Mas Alfian begitu benci dan jijik kepadaku sekarang ini.

Sakit hatiku, kenapa Mas Alfian sangat membenci diriku.

Tetapi aku menyadari kalau aku memang salah. Siapa yang tak marah dan benci kalau ada orang yang berusaha merusak rumah tangganya. Sungguh aku merasa bersalah dengan Mas Alfian dan Rani khususnya. Aku ingin menebus semua kesalahanku pada mereka.

Teringat perkataan Mas Alfian saat kami terakhir ketemu beberapa bulan yang lalu di taman Flamboyan dan cafe. Pertemuan yang memang sudah direncanakan oleh Mas Alfian, Rani, Mas Aji, Mas Cahyo, dan juga Mas Ari.

"Aku udah pernah bilang kan, kalau kamu berhasil membuat hancur keluarga ku, aku akan buat kamu lebih hancur lagi," ujarnya dengan tenang.

Aku tak menyangka Mas Alfian bisa mengatakan hal menyakitkan hati namun masih dengan ekspresi tenang. Aku memang salah dulu telah mengancam mereka dengan ancaman yang tak main-main.

Sebelumnya aku merasa menang karena terlihat Rani jalan berdua dengan Mas Aji, namun itu ternyata rencana mereka untuk membongkar semua kejahatanku dan Sasa.

Satu lagi kalimat Mas Alfian yang juga masih terngiang-ngiang di kepalaku, karena ia mengatakannya penuh tekanan, juga penuh emosi.

"Iya, dan aku sudah menepati janjiku. Sekali saja kamu mengusik keluarga ku lagi, siap-siap saja membusuk di dalam penjara, dan bukan cuma kamu, siapapun yang berniat untuk menghancurkan keluarga ku, siap-siap saja memakai baju tahanan," ujarnya dengan emosi yang berapi-api. 

Kalian tahu bagaimana Sasa?

Ia langsung pergi begitu saja tanpa memperdulikan diriku yang ditekan banyak orang. Yang katanya teman, tetapi nyatanya malah meninggalkan ketika temannya sedang kesusahan.

Bukan hanya Mas Alfian yang berkata pedas, Mas Ari pun juga mengucapkan hal yang langsung menyentuh relung hatiku. Kata-katanya benar-benar menohok diriku.

"Bukan Alfian yang jahat, tetapi kamu sendiri yang membuat nasibmu sesial ini. Kalau aja kamu nggak berusaha menghancurkan rumah tangga Alfian, mereka juga nggak akan seperti ini. Jadi, ini peringatan terakhir buat kamu. Sekali saja kamu usik kehidupan mereka, entah bagaimana nasibmu kedepannya," ujar Mas Ari penuh penekanan.

Setelah kejadian itu, aku merenungi tentang apa yang aku lakukan dua tahun belakangan ini. Aku menyesal.

Padahal Rani selama ini sudah baik denganku. Rani menyukai Mas Alfian dari SMA namun tak berani mengungkapkan karena takut menyakiti perasaanku. Dan Mas Alfian yang menikahi Rani adalah takdir Allah, bukan karena Rani yang merebut Mas Alfian dariku.

Orang yang aku anggap bisa membantu rencanaku untuk menghancurkan Mas Alfian dan Rani malah menusukku dari belakang.

Flashback on

"Kenapa kamu bisa ceroboh sih?" ucap Sasa dengan penuh emosi.

Setelah aksi pembongkaran tadi, aku bertemu dengan Sasa di rumahku.

"Aku juga nggak tahu," jawabku.

"Kamu tuh jangan polos-polos Sari, mau aja di bego-begoin sama Alfian," ujarnya sengit.

"Kok kamu ngomongnya gitu sih," ujarku yang tersulut emosi.

"Ya gimana nggak bego, dari awal Alfian tuh nggak suka sama kamu, nggak minat sama kamu, masih aja mau didekati tanpa curiga," jelasnya.

Iya juga ya, kenapa aku nggak berpikiran seperti itu.

"Kamu juga, kenapa langsung mau-mau aja diajak ketemuan sama Mas Cahyo. Udah tahu dari dulu Cahyo tuh sama sekali nggak tertarik sama kamu," balasku.

Aku tak terima saat orang yang aku percaya melecehkan diriku.

"Kamu tuh senangnya cari-cari kesalahan orang ya," ujar Sasa.

Kemudian ia pergi begitu saja. Tanpa mengucapkan apapun.

Satu bulan kemudian, datang dua renternir ke rumahku. Padahal aku tak pernah hutang apalagi kepada renternir. Ternyata Sasa yang menggunakan namaku untuk berhutang kepada renternir. Aku tak tahu detailnya bagaimana, yang jelas Sasa meninggalkan hutang sebesar dua puluh juta rupiah dengan bunganya lima juta rupiah.

Gilaaa aja aku harus membayar hutang sebesar dua puluh lima juta karena Sasa tak diketahui dimana keberadaanya.

Dasar wanita ular. Bisamu sungguh mematikan.

Flashback off

Akhirnya selama beberapa bulan ini aku mencicil hutang cewek gila itu, dan sebentar lagi hutangnya akan lunas.

Aku memutuskan untuk pindah ke Malang. Ada proyek yang harus aku urus disana. Aku akan menjual rumah disini agar aku tak mempunyai alasan untuk pulang ke Solo. Orang tua ku pun sudah menetap di Malang. Aku memang tak menceritakan detail tentang keputusan menetap di Malang, aku tak mau mereka kepikiran tentang kelakuan buruk ku.

Namun, sebelum aku benar-benar meninggalkan kota Solo, aku ingin meminta maaf kepada Rani terlebih dahulu. Ya, meski aku tak yakin Rani mau memaafkan diriku mengingat kelakuan bejatku kepadanya. Tetapi aku harus tetap meminta maaf kepadanya. .

Saat ini aku sedang berada di mall habis meeting dengan klien. Tak sengaja aku melihat Mas Gera, kakak kelasku sekaligus sahabat Mas Alfian. Ia dan istrinya sedang berbelanja kebutuhan bayi. Setahuku anaknya Mas Gera baru satu dan itu sudah lumayan besar.

"Mas Gera," panggilku.

"Eh Sari? Sendiri?" tanyanya.

"Iya Mas, habis ketemu klien tadi," jawabku.

Aku pun menyalami istri Mas Gera. Sepertinya Mas Gera tak mengetahui permasalahanku dengan keluarga Mas Alfian, nyatanya Mas Gera masih bersikap ramah kepadaku seperti dahulu.

"Mau belanja kebutuhan bayi juga Sar?" ujarnya karena ia melihatku terus memperhatikan belanjaannya.

"Enggak sih Mas, kebetulan lewat dan lihat kalian," jawabku.

"Belanja banyak banget Mas?" tanyaku kepo.

"Buat anaknya Alfian," jawabnya.

Sebentar, anak Mas Alfian kan udah lumayan besar, kenapa masih pakai kebutuhan bayi yang baru lahir?

"Anaknya Mas Al?" tanyaku lagi.

"Iya, anak keduanya udah lahir tiga hari yang lalu. Ini aku dan istri mau ke rumahnya, kemarin di rumah sakit belum sempat menjenguk," balas Mas Gera.

"Rani melahirkan lagi?" tanyaku memastikan. Siapa tahu telingaku bermasalah.

"Iya, anak keduanya perempuan," jawab Mas Gera lagi.

Setelah berbasa-basi sebentar dengan Mas Gera dan istrinya, kami pun melanjutkan aktivitas masing-masing.

"Aku harus ke rumah Mas Al, aku harus minta maaf sama mereka," ujarku bermonolog.

Namun lagi-lagi niatku terhalang, karena aku harus segera kembali ke kantor.

"Nanti sore aja pas pulang kerja," pikirku.

Saat aku sedang memilih buah tangan untuk ku bawa ke rumah Mas Alfian, yaitu beberapa perlengkapan bayi perempuan, tiba-tiba aku bertemu seseorang yang juga menjadi korban fitnahku.

Dia adalah.............

Cintaku Seorang Akuntan 2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang