🎵🎵🎵
"Kata siapa gue sudah lupain lo?"
Rania ingin menangis saja melihat kehadiran sosok yang selama empat tahun ini ia rindukan. Laki-laki itu tidak banyak berubah, tatapan dingin dan tajamnya masih sama seperti dulu, postur tubuhnya juga masih sama hanya lebih tinggi dari empat tahun terakhir, wajahnya, jangan tanyakan yang satu itu, laki-laki itu semakin tampan dan tampak berkharisma, tentu saja. El bukanlah remaja tujuh belas tahun lagi, ia sudah berubah menjadi sosok laki-laki dewasa.
Rania terdiam kaku di bangku panjang tersebut, meredam keinginan hatinya untuk menubruk tubuh tegap itu. Rania merindukan pelukan hangat El, merindukan suara halusnya, merindukan perhatian kecilnya, Rania benar-benar merindukan segala hal yang berhubungan dengan laki-laki itu.
Tanpa sadar butiran bening itu sudah berhasil lolos melewati pipinya, secepat kilat Rania mengusapnya. Ia harus berubah, sama seperti El, Rania bukanlah gadis remaja lagi, ia sudah dewasa, dan menangis bukanlah ciri-ciri perempuan dewasa. Rania tidak mau dicap cengeng diumurnya yang bukan remaja lagi.
Tapi, sekeras apapun Rania mencoba menahan air matanya tetap saja ia gagal, cairan bening itu kembali lolos melewati pipinya. Rania membuang pandangannya ke arah lain, takut laki-laki yang masih berdiri di belakangnya melihat air matanya. Rania tetaplah Rania, gadis lemah dan siap menangis kapan saja.
Suara derap langkah mendekat membuat Rania gelisah, kedua tangannya saling bertaut gugup. Gadis itu berusaha menormalkan detak jantungnya, ia harus bersikap biasa saja.
Jangan sampai ia mempermalukan dirinya di depan mantannya.Rania merasakan seseorang duduk di sampingnya, terbukti dengan aroma khas laki-laki yang memenuhi hidungnya. Rania ingin menangis kencang, demi tuhan El tidak mengganti parfumnya, aroma laki-laki itu sama persis seperti empat tahun lalu yang sialnya parfum tersebut adalah pilihan Rania.
"Apa kabar?"
Suara itu, suara dari orang yang sama tapi terdengar sedikit berbeda, tidak sehalus dulu, sedikit serak khas laki-laki dewasa. Rania menggigit bibir bawanya lantaran gugup. Ia tidak berani menoleh kesamping.
"Ba baik"
El tampak mengangguk, laki-laki itupun melakukan hal yang sama. Ia tidak menoleh ke arah Rania, matanya fokus memperhatikan tanaman mawar milik mamanya, sangat cantik persis seperti gadis yang duduk di sampingnya. Kedua sudut bibir laki-laki itu terangkat membentuk senyuman. Ia dapat merasakan jantungnya yang berdetak tidak normal. Sensasinya masih sama, hanya saja sekarang lebih berkesan.
"Ran" suara El kembali terdengar.
"Iya?"
Laki-laki itu terdiam, pikirannya melayang entah kemana, ia sedikit tidak fokus karena sedang berusaha menahan diri agar tidak berbuat macam-macam seperti memeluk Rania saat ini juga. Ingat, mereka hanyalah mantan.
"Kalau gue bilang kangen, wajar 'kan?" tanyanya diakhiri tawa pelan.
Rania menahan nafasnya, kedua tangannya mengepal di atas pangkuan. Rasanya ia ingin berteriak kencang mengatakan "WAJAR BRENGSEK KITA NGGAK KETEMU UDAH EMPAT TAHUN, TAPI STATUS KITA YANG NGGAK WAJAR"
sayangnya Rania masih waras untuk tidak melakukan hal tersebut.
"Gue kangen lo Ran"
Sialan, maki Rania dalam hati. Eldriano remaja ataupun dewasa sama saja, sama-sama berhasil membuat ia gugup setengah mati. Rasanya Rania ingin memukul bibir lancang laki-laki itu. Tidak kah El sadar bahwa ucapannya barusan berdampak buruk bagi otak dan perasaan Rania.
Tapi, yang lebih sialan Rania bahagia mendengar kata-kata El barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELODIE D'AMOUR [✔️]
Teen FictionSequel "my cool husband" Cerita berdiri sendiri, tidak berpengaruh jika membaca secara terpisah. Follow first🙏🙏 🎵🎵🎵 Kisah seorang gadis cantik bernama Rania Brigitta, si cerewet, keras kepala, dan pantang menyerah yang menyukai sosok laki-laki...