Jarum jam sudah menunjukan pukul tujuh malam dan Zella baru saja memasuki pekarangan rumahnya. Sepulang sekolah tadi, Zella memilih untuk pergi ke suatu tempat yang bisa membuatnya sedikit lebih tenang. Perkataan Elvan tadi siang benar-benar masih terngiang-ngiang di kepalanya. Ia takut kalau Elvan benar-benar mengetahui semua tentang hidupnya yang bertahun-tahun sudah coba ia sembunyikan kebenarannya.
Saat kakinya melangkah memasuki rumah yang lebih pantas dikatakan sebagai sebuah istana, seseorang yang berdiri di tangga membuatnya diam mematung.
"Papa?" tanyanya terkejut.
"Begini kelakuanmu saat saya tidak berada di rumah, Rain?"
"Papa udah pulang?"
"Bukan urusanmu, saya mau pulang sekarang atau besok sama saja."
Gadis yang dipanggil Rain tadi sontak berjalan mendekati laki-laki itu, "Pa, tadi Rain cuma pergi ke--"
"Jangan memberi alasan! " potong laki-laki paruh baya itu.
Jika kalian bertanya-tanya siapakah Rain, Rain adalah nama panggilan saat Zella kecil dulu, dan hanya keluarganya yang sering memanggilnya seperti itu.
"Pa, dengerin Rain dulu," mohon Zella yang mencoba lebih mendekati laki-laki itu.
"Apa kamu tidak bisa mencontoh kakak mu itu? Dia anak yang rajin dan berprestasi," ucap laki-laki itu mulai membanding-bandingkan.
"Dia bukan kakak Rain! Rain gak pernah punya kakak!"
Plak
Satu tamparan keras mendarat mulus di pipinya. Ia tersenyum miris, semakin hari ternyata papanya semakin berubah.
"Kenapa Papa bela dia terus?" tanya Zella mencoba berani.
"Karena dia bisa membanggakan saya, tidak sepertimu yang selalu membuat saya malu," sarkas laki-laki itu yang tanpa sadar semakin melukai hati Zella.
Reno -Ayah kandung Zella- menyeret Zella membawanya ke lantai atas dan berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna merah muda. Reno membukanya lalu menghempaskan tubuh Zella ke lantai.
"Cepat minta maaf kepada putri saya!"
Zella menatap Shireen tajam, gadis itu melemparkan senyum mengejek ke arahnya. Pasti ini ulahnya, mengadu yang tidak-tidak kepada Reno sama seperti hari-hari sebelumnya.
Zella bangkit dan tersenyum kecil menatap wajah Papanya, "Kenapa Papa lebih sayang dia? Rain yang anak kandung Papa, dan dia cuma anak pungut!"
Plak
Tamparan kedua kembali ia rasakan, bahkan jauh lebih keras sehingga membuat tubuhnya yang belum siap kembali terduduk di lantai. Sudut bibirnya sedikit berdarah, tapi rasa sakitnya tak sebanding dengan sakit yang ada di hati Zella.
Belum sempat Zella berdiri, Reno sudah menarik kencang rambut Zella sehingga membuat gadis itu meringis.
"Bagaimana rasanya? Ini kan yang kamu lakukan tadi siang kepada putri saya?" Reno semakin menguatkan tarikannya.
Zella hanya diam, berusaha untuk tidak melawan Papanya agar tidak membuat laki-laki itu semakin membencinya.
"Udah Pa! Kasihan Rain," ucap Shireen kembali memasang tampang polosnya. Dasar gadis ular!
"Kamu lihat? Bahkan kakakmu membelamu walaupun kamu bertindak kurang ajar dengannya."
Zella tetap diam. Mencoba menahan rasa sakit akibat tangan Reno yang masih menarik kuat rambutnya. Dan untuk pembelaan yang diberikan oleh Shireen, Zella sama sekali tidak butuh.
Diperlakukan kasar seperti ini sudah sering Zella rasakan, baginya amarah sang Papa kepadanya adalah hal yang wajar. Semuanya dimulai sejak saat Shireen datang dan selalu mencoba mencari perhatian Reno. Dan sekarang Shireen berhasil, ia sudah berhasil merebut seluruh kasih sayang Reno kepadanya.
Hingga membuat laki-laki yang dulu tidak ingin menyakiti putri kesayangannya, bahkan sekarang menjadi orang terdepan yang selalu menyakiti Zella. Entah dalam bentuk fisik ataupun batin. Bahkan amanat Mamanya dulu sebelum meninggal rasanya sudah dilupakan begitu saja oleh Reno. Semuanya tenggelam dalam kebencian.
"Cepat minta maaf kepadanya!"
Zella menatap wajah Shireen sekilas, "Tapi Rain gak sal--"
"Minta maaf sekarang juga!" bentak Reno kencang.
"Gue minta maaf." Dan dengan tidak ikhlas, Zella meminta maaf kepada Shireen.
"Pergi ke kamarmu!" usir Reno sambil mendorong tubuh Zella.
Zella menahan nyeri di kepalanya dan juga pipinya. Dengan perlahan ia meraih tasnya yang tergeletak di bawah lalu berjalan tertatih memasuki kamarnya yang berada tepat di samping kamar Shireen.
"Maafkan dia ya? Anak itu memang tidak tau diri, masih untung Papa mau merawatnya," ucap Reno lembut kepada Shireen yang samar-samar masih bisa Zella dengar. Tapi,
Zella tak apa, ia sudah terbiasa.
Sesegera mungkin ia mengunci pintu kamarnya lalu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Matanya terpejam saat kembali mengingat kilasan-kilasan masa lalunya yang benar-benar indah.
Tak sama seperti sekarang yang terlihat menyedihkan bahkan sangat-sangat menyedihkan. Kebahagiaannya seperti hilang bersama kepergian Mamanya beberapa tahun yang lalu.
Dan kehadiran Shireen semakin memperburuk segalanya. Dulu Reno sempat iba dengan Shireen karena Shireen merupakan anak dari sahabatnya yang telah meninggal dunia. Hingga Reno memutuskan untuk mengadopsi Shireen. Zella bahkan dulu sangat senang dengan Shireen, sampai saat itu tiba ia benar-benar membenci Shireen.
Saat Shireen perlahan-lahan menunjukkan sifat aslinya. Mulai mencuri perhatian Reno dengan cara menjelek-jelekkan Zella di mata Reno. Tidak cukup di rumah, Shireen juga suka mencari masalah dengannya ketika di sekolah.
Zella mengusap darah yang sudah mengering di sudut bibirnya. Tangannya kemudian meraih sebuah foto di atas nakas. Terlihat jelas gambar seorang wanita yang mirip dengannya dan tersenyum manis ke arah kamera.
"Mama apa kabar?" tanyanya tersenyum getir.
Sekuat tenaga Zella menahan dirinya agar tidak terlihat lemah, "Rain kangen mama."
Runtuh sudah benteng pertahanan yang di bangun oleh Zella, tangannya mengusap kasar pipinya yang basah akibat beberapa bulir air mata yang jatuh dari pelupuk matanya.
"Mama yang tenang ya disana? Rain baik-baik aja kok."
Dan bukan tanpa alasan gadis itu suka mencari masalah di luar rumah. Ia hanya ingin mereka semua melihat bahwa Zella adalah Zella yang kuat, Zella yang tidak lemah, bahkan Zella yang selalu bahagia. Semuanya hanya kebohongan yang coba ia tutup-tutupi. Gadis itu hanya tak ingin orang-orang tau semenyedihkan apa hidupnya yang sekarang.
^^^
Tidak bosan-bosan aku ingatkan untuk pencet bintang di pojok kiri dong:)
Krisarnya juga benar-benar aku butuhkan untuk membangun cerita ini supaya menjadi lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAZELLA
Teen FictionLaki-laki itu menyeringai, "Kerjakan atau ...." "Atau apa?" tanya Zella berani. Laki-laki itu melirik sekilas bibir Zella, "Gue cium." Zella tersenyum remeh, ia berani bertaruh bahwa laki-laki ini hanya mengancamnya. Dengan berani ia berjalan ke dep...