"Kenapa terlambat?" tanya Elvan dengan tangan yang sibuk mencatat sesuatu di buku tebal yang ada di tangannya.
Posisi mereka saat ini dihalangi oleh gerbang sekolah yang menjulang tinggi. Dengan Zella yang berdiri di luar sekolah dan memohon agar diizinkan masuk, sedangkan Elvan yang santai berada di dalam sekolah.
"Gue telat bangun, buka pintunya!" Perintah Zella.
Elvan melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya, "Lo telat sepuluh menit, dan alasannya kurang jelas. Silakan balik pulang ke rumah."
Zella menendang pagar dihadapannya, "Kurang jelas apanya? Lo tau kan kalo kemarin gue baru sampai rumah jam berapa?"
"Terus kenapa gue bisa tepat waktu datang ke sekolah?" Pertanyaan Elvan membuat bibir Zella terbungkam, ia kalah telak.
"Papa gue yang punya sekolah, terserah gue lah!" ucap Zella mencoba mencari pembelaan.
"Terus? Yang punya kan papa lo, bukan lo." Elvan berbalik meninggalkan Zella yang masih berdiri di luar gerbang sekolah. Ia tidak akan mentoleransi siapapun yang telat bahkan jika hanya telat satu menit tidak akan ada kata toleransi.
Untuk kedua kalinya Zella menendang gerbang itu, "Gue bisa masuk tanpa bantuan lo!"
Gadis itu mulai menaiki gerbang depan, benar-benar nekat. Bisa saja Zella masuk lewat belakang sekolah, tapi tadi ia kira ia akan masih diperbolehkan masuk, lalu untuk apa susah-susah? Dan sekarang rasanya benar-benar malas memutari sekolah yang luas untuk mencapai ke tembok belakang sekolah yang bisa ia panjat.
Elvan berbalik dan terkejut menatap gadis yang sudah ada di puncak gerbang, Elvan berpikir apakah Zella keturunan kera yang bisa dengan mudahnya memanjat segala hal.
"Turun!"
"Sabar! Ini juga mau turun. Awas! Gue mau turun," ketus Zella.
Maksud Elvan bukan begitu, bukan turun dan berpijak di dalam sekolah tapi kembali keluar sana! Rasanya Elvan benar-benar muak berurusan dengan gadis ini. Tapi sebagai ketua OSIS kegiatannya memang tidak jauh-jauh dari mengurusi siswa/siswi nakal. Salah satunya adalah Zella.
"Permisi, gue mau belajar," ucap Zella yang sekarang sudah berdiri tepat di depan Elvan.
Apa Zella tidak salah berbicara? Belajar katanya? Gadis seperti dia hanya bisa menganggu jam pembelajaran.
"Berdiri di depan tiang bendera sekarang juga!"
Zella menatap wajah Elvan terkejut, tentu dengan ekspresi yang dibuat-buat, "Apa? Lo jahat! Lo enggak membiarkan seorang siswi menimba ilmu dengan baik, gue kan cuma pengen duduk di kelas dan belajar."
Elvan berdecih, "Lo gak mungkin belajar!"
"Gak ada hukuman lain? Panas tau," protes Zella.
"Berdiri sampai jam istirahat pertama atau bapak Reno yang terhormat tau anak gadisnya semalam pergi ke club!"
Ancaman lagi, Elvan tidak punya cara lain untuk membuat gadis ini menurut selain itu. Kelemahan Zella adalah keluarganya, dan itu membuat Elvan dengan senang memanfaatkannya.
Zella mendengus dan menghentak-hentakan kakinya berjalan melewati tubuh Elvan.
"Maaf, lapangan basket disebelah sana. Apa lo punya penyakit pikun?" Elvan menunjuk arah lapangan basket yang berlawanan dengan arah kaki Zella melangkah.
Zella mendesah kecewa, niatnya kabur gagal. Elvan benar-benar tidak punya perasaan! Dengan ogah-ogahan gadis itu melangkah ke arah yang ditunjuk oleh Elvan tadi. Sepertinya nanti ia harus pergi ke salon untuk melakukan perawatan kulitnya yang tidak bisa dibilang murah.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAZELLA
Teen FictionLaki-laki itu menyeringai, "Kerjakan atau ...." "Atau apa?" tanya Zella berani. Laki-laki itu melirik sekilas bibir Zella, "Gue cium." Zella tersenyum remeh, ia berani bertaruh bahwa laki-laki ini hanya mengancamnya. Dengan berani ia berjalan ke dep...