Trotoar di pinggir jalan adalah tempat dimana kaki Zella berpijak sore ini. Pagi tadi ia memang tidak membawa kendaraan ke sekolah, dan sekarang ia memilih untuk pulang berjalan kaki. Kakinya sedari tadi tidak bisa diam, batu-batu kerikil menjadi korban kebosanan Zella kali ini. Di sepanjang trotoar Zella tak henti-hentinya menendang batu-batu itu. Matanya menangkap lalu lalang orang-orang di jalanan saat sore seperti ini, benar-benar ramai.
"Kak, mau beli minumnya gak?"
Seorang anak kecil yang Zella pikir berumur sembilan tahun tiba-tiba menghampirinya. Zella bisa menebak pasti anak ini adalah salah satu pedagang asongan.
"Yang ini berapa?" tanya Zella menunjuk botol minuman yang di dalamnya berisi cairan berwarna merah.
"Tujuh ribu kak."
"Kakak ambil ini satu ya?" Zella merogoh saku seragamnya lalu memberikan uang pas kepada anak itu.
Anak kecil itu tersenyum, "Terima kasih kak."
Sebelum anak itu berhasil pergi. Zella menarik tangannya, "Kamu udah makan?"
"Belum kak."
"Kita makan dulu ya? Kakak yang traktir deh," ucap Zella ramah.
"Mau kak," sahut seorang anak laki-laki yang lebih muda dari anak perempuan itu. Ternyata dia sedari tadi bersembunyi di balik tubuh gadis kecil itu.
Zella menatap wajah lelah anak itu, "Dia adik kamu? Nama kamu siapa?"
Gadis kecil itu melirik sekilas anak laki-laki itu, "Iya kak, aku Rara dan adik aku namanya Raka."
Zella tersenyum lalu berjongkok di depan Raka, anak itu benar-benar masih sangat kecil tapi sudah harus ikut berjualan dengan kakaknya.
"Raka mau makan dimana?"
Perlahan tapi pasti Raka keluar dari balik tubuh sang kakak, "Gatau, tapi laka udah lapel."
Zella benar-benar gemas saat mendengar jawaban anak itu, bahkan ia masih belum bisa mengucap huruf r dengan benar. Dan tanpa meminta izin, Zella menggendong tubuh mungil Raka membuat anak itu tertawa kecil.
"Ayo, kita makan disitu aja," ajak Zella menunjuk cafe yang ada di seberang jalan.
Rara menahan lengan Zella, "Tapi disitu kayaknya mahal kak, kita makan di pinggir jalan aja gapapa kok."
"Gapapa kok," jawab Zella lalu menarik tangan Rara saat memastikan bahwa sudah aman untuk mereka menyebrang.
Ketiga pasang kaki itu mulai memasuki cafe yang sedikit sejuk karena pendingin ruangan. Bahkan Raka tak henti-hentinya berdecak kagum melihat suasana di dalam cafe itu.
Zella memilih tempat duduk di dekat jendela, ia menurunkan Raka di kursi yang ada tepat di samping Rara. Sedangkan dirinya sendiri duduk di hadapan kedua anak itu.
Pelayan segera menghampiri mereka dan memberikan buku menu. Saat Zella sudah selesai memesan, tapi kedua anak itu masih terlihat kebingungan menatap buku menu.
"Kak, ini apa ya?" tanya Raka berbisik menunjuk salah satu menu.
Sedangkan Rara membulatkan matanya menatap makanan yang ditunjuk Raka, "Jangan itu ya Raka, itu terlalu mahal."
Zella tersenyum melihat tingkah mereka berdua, "Jangan malu-malu, kalian pesen aja yang menurut kalian enak."
"Laka bingung kak, kata kak Lala pilih yang mulah," ucapnya jujur.
"Tapi Laka pengen yang ini," lanjutnya menunjuk gambar chicken katsu.
Zella kini menatap wajah Rara, "Rara mau yang mana?"
"Em samaain aja kayak Raka kak," jawab gadis itu yang Zella tebak sedang merasa tak enak dengan Zella.
Zella mengangguk kemudian memesan tambahan makanan lain yang bahkan tidak di pesan oleh kedua anak itu. Tapi Zella yakin, anak-anak seharusnya suka apa yang ia pesankan tadi.
"Raka masih umur berapa?" tanya Zella kepada Rara.
"Enam tahun kak."
"Kenapa Rakanya di ajak jualan?" tanya Zella lagi-lagi seperti sedang menginterogasi anak itu.
"Kalo gak diajak nanti dia di rumah sendiri kak, soalnya ibu kami juga kerja."
Zella manggut-manggut walaupun sejujurnya ia ingin tau lebih tentang anak-anak itu. Tak butuh waktu lama akhirnya pesanan mereka sudah datang dan memenuhi meja. Kedua mata Raka berbinar melihat semua makanan yang ada di atas meja.
"Ini boleh di makan?" tanyanya keheranan menunjuk salah satu donat yang berbentuk lucu seperti karakter-karakter kartun.
Zella tertawa kecil, "Boleh kok."
Zella hanya memesan smoothies karena ia belum ingin makan yang berat-berat. Mata Zella sedari tadi tak bisa berhenti menatap kedua anak kecil yang lahap memakan makanannya masing-masing. Sepertinya mereka benar-benar senang, apalagi raut wajah Raka yang benar-benar terlihat menggemaskan.
"Kak?" tanya Raka saat sudah menyelesaikan kunyahannya. "Laka mau pesen ini lagi satu boleh?"
Dahi Zella mengkerut, apakah seorang anak kecil berumur enam tahun makan dengan porsi yang cukup banyak?
"Raka mau nambah?" tanyanya.
Raka sontak menggelengkan kepalanya cepat, "Laka cuma pengen ibu juga bisa makan ini."
Zella terkejut mendengar kejujuran Raka. Kenapa anak sekecil ini bisa seperhatian itu kepada ibunya?
"Jangan Raka, nanti punya kakak bisa di bungkus buat ibu," bisik Rara pelan, Zella yakin bahwa anak itu benar-benar merasa tidak enak dengan Zella.
"Kenapa jangan kak? Tadi kata kakak ini kita gaboleh malu-malu," jawab Raka yang membuat Zella semakin gemas dengannya.
"Gapapa kok Rara, nanti kakak pesenin lagi buat di bawa pulang ya?"
Rara menatap wajah Zella, "Tapi kak, ak--"
"Udah ya Ra? Sekarang kamu lanjutin makannya," potong Zella membuat Rara menghembuskan napasnya pelan.
Mereka kembali melanjutkan makannya, hingga tak terasa hari semakin sore. Sangat lama mereka bertiga berada di dalam cafe itu.
"Terima kasih ya kak, Rara gatau lagi harus bilang apa," ucap Rara senang saat mereka bertiga sudah berada di luar cafe.
"Laka juga seneng ketemu kakak," celetuk Raka yang masih sibuk menjilati ice cream rasa strawberry nya.
"Sama-sama, kalian sekarang mau langsung pulang?"
"Iya kak, takutnya Ibu khawatir karena kita belum pulang," jawab Rara.
Zella menganggukan kepalanya pelan, "Nanti semoga kita ketemu lagi."
"Iya kak, kita pulang ya kak? Sekali lagi terima kasih."
Kembali Zella menganggukan kepalanya dan menatap punggung kedua anak itu yang semakin menjauh dari pandangannya. Dari mereka, Zella sadar bahwa seharusnya Zella lebih bersyukur dengan apa yang dimilikinya sekarang. Walaupun kasih sayang Papanya sekarang bukan untuknya lagi.
Setidaknya dengan ini, ada sedikit yang bisa dibanggakan dari diri Zella. Hati gadis itu sebenarnya sangat baik, tapi keadaan yang memaksanya menjadi Zella yang orang-orang kenal sebagai gadis buruk karena sikapnya.
Zella menghembuskan napasnya, ia memilih melanjutkan langkahnya untuk pulang dengan sesekali meneguk minuman yang tadi sempat ia beli pada anak-anak itu. Jarak rumahnya memang belum dekat, tapi setidaknya berada di luar sini jauh lebih baik daripada di rumah yang hanya akan membuat dirinya semakin sakit. Itulah alasannya mengapa lebih memilih pulang dengan berjalan kaki.
Satu yang Zella ingin saat ini, semoga saat sampai di rumah papanya tidak akan marah-marah kepadanya.
^^^
Be grateful for what you have now:)
Belum tentu orang lain seberuntung kalian.Jangan lupa vote dan comentnya ya.
Semoga suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAZELLA
Teen FictionLaki-laki itu menyeringai, "Kerjakan atau ...." "Atau apa?" tanya Zella berani. Laki-laki itu melirik sekilas bibir Zella, "Gue cium." Zella tersenyum remeh, ia berani bertaruh bahwa laki-laki ini hanya mengancamnya. Dengan berani ia berjalan ke dep...