Malam ini Zella benar-benar bosan. Dari tadi sore setelah dirinya sedikit lebih tenang, ia hanya berbaring di atas ranjangnya dan hanya ditemani oleh ponsel kesayangannya. Manik mata cokelat hazel itu menatap langit-langit kamarnya. Beberapa detik kemudian beralih menatap jam besar yang terpajang di dinding kamarnya.
Jarum jam menunjukan pukul setengah sebelas malam dan Zella tersenyum kecil setelah mendapat ide cemerlang untuk mengusir kebosanannya. Dengan segera ia bangkit lalu berjalan menuju balkon kamarnya.
Kedua tangan gadis itu bertumpu pada pembatas balkon lalu melongok ke bawah, rasanya ia bisa turun lewat sini. Memang cukup tinggi tetapi ada banyak tempat untuk berpijak, toh Zella sudah biasa dalam urusan panjat-memanjat.
Zella kembali memasuki kamarnya dan berjalan ke dalam kamar mandi. Ia akan bersiap-siap karena sedari tadi pulang sekolah ia sama sekali belum mandi. Beberapa menit kemudian Zella keluar dengan wajah yang benar-benar terlihat lebih segar.
Kakinya melangkah ke arah lemari lalu mengambil beberapa pakaian yang sekiranya nyaman untuk ia gunakan. Setelah selesai gadis itu duduk di meja riasnya. Menyisir rambut yang sedikit basah karena tadi ia keramas, dan memoleskan sedikit lip balm untuk bibirnya. Tak perlu berlebihan karena sejujurnya gadis itu memang sudah ditakdirkan untuk menjadi cantik.
"Semoga gak ketahuan papa," gumamnya pelan lalu segera turun dari balkon kamarnya.
Setelah melakukan usaha ekstra, gadis itu akhirnya sampai di bawah. Sebisa mungkin ia mencoba mengendap-endap menuju tembok pembatas di belakang rumahnya. Jika lewat depan, bisa gagal misinya karena tentu ada beberapa satpam yang menjaga rumahnya.
Jika kalian bertanya apa Zella tidak takut ketahuan, tentu takut. Tapi semuanya sudah ia persiapkan dengan baik. Mengingat Papanya yang tidak peduli dengannya, Zella sangat yakin bahwa tidak mungkin Papanya mengecek keadaannya di kamar. Zella juga sudah mengunci pintu serta mematikan lampu kamarnya.
Bruk
"Sial!" Zella mengusap-usap bokongnya yang sedikit sakit karena kakinya terpeleset hingga membuatnya jatuh dari tembok yang lumayan tinggi. Untung saja tepat di tempatnya jatuh, rerumputan tumbuh lumayan tebal sehingga sedikit mengurangi sakitnya. Ingat, hanya sedikit.
Setelah beberapa menit, dengan segera gadis itu berlari kedepan komplek dan memesan taxi untuk pergi ke tempat tujuannya.
Lampu kelap-kelip dengan musik yang berdentum keras yang pertama kali menyambutnya saat memasuki tempat ini. Akhirnya ia bisa kembali menginjakan kakinya disini. Salah satu club di kotanya ini memang menjadi tempat yang benar-benar disenangi oleh remaja masa kini.
"Zella?"
Zella tersenyum kepada seorang laki-laki yang lebih tua darinya lalu menghampiri meja bar dan duduk di sana.
"Tumben kesini lagi?" tanya orang tersebut.
"Pengen aja bang," jawab Zella seadanya.
Matanya menatap manusia-manusia yang sedang menggoyangkan badannya penuh gairah pada dance floor, dan Zella sama sekali tidak tertarik untuk ikut bergabung. Ia kemari hanya karena ingin mendapat sedikit hiburan.
"Mau minum?" tanya laki-laki itu karena kebetulan ia adalah bartender di sini.
Zella menatap laki-laki itu dan menampilkan cengirannya, "Kayak biasa satu."
Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, "Orang duduk disini pasti minta alkohol. Dan lo? Cuma minta air dingin campur lemon, cupu!" ejek Leo -bartender-
"Biar sehat, itu namanya infused water," jawab Zella seadanya.
"Ini club Zel, lo kesini mau sehat kayaknya salah tempat."
Zella menatap wajah Leo sekilas, "Minum infused water kan sehat, biar body gue tetap bagus."
"Terserah lo dah."
Segelas minuman yang dipesan Zella tadi sudah tersaji di hadapannya. Sejujurnya minuman ini hanya request dari Zella karena gadis itu tidak minum alkohol. Kebetulan ia kenal dengan bartender di sini. Lalu kenapa tidak boleh? Semuanya boleh asal ada uang.
"Gak guna banget lo kesini cuma liatin orang-orang," ucap Leo yang masih sibuk mencampur minuman.
"Suka-suka gue, yang penting gua bayar kan?"
Leo terkekeh pelan, "Iya lah serah lo, sultan bebas."
Zella tertawa mendengar jawaban dari Leo. Setidaknya malam ini ia bisa melupakan sedikit masalahnya. Ia sejujurnya tidak terlalu senang kesini, itu semua karena sering kali laki-laki hidung belang menatapnya lapar. Dan Zella benci tatapan itu.
Padahal Zella tidak memakai pakaian sexy seperti gadis-gadis lainnya. Bahkan penampilannya benar-benar aneh jika dibandingkan dengan yang lain. Jika kebanyakan orang berlomba memamerkan tubuhnya di sini, Zella lain. Ia kesini memakai celana panjang dan hoodie kebesaran.
Begini saja mereka masih tergoda, apalagi jika Zella memakai pakaian minim, mungkin mereka akan jauh lebih berani dari sekedar tatapan mata semata.
"Leo," panggil Zella kepada Leo yang masih saja sibuk mencampur minuman.
"Apa? Berubah pikiran dan mau coba vodka?"
Zella mendengus mendengar jawaban laki-laki itu, "Enggak! Gue cuma mau tanya."
"Tanya tinggal tanya aja, sok-sokan pakek izin segala."
Lagi-lagi Zella tertawa, kenapa laki-laki itu terlihat lebih ketus dari biasanya?
"Lo emang nyaman ya setiap hari liat pemandangan kayak gini?"
Leo menghentikan kegiatannya setelah pesanan terakhir tuntas ia kerjakan. Laki-laki itu kemudian mengernyit heran, "Pemandangan apaan?"
"Tuh!" Zella menunjuk dua orang di atas sofa dengan dagunya. Terlihat jelas bahwa mereka sedang berciuman panas. Benar-benar memalukan.
Zella kemudian memberi kode kepada Leo untuk menatap dance floor yang bahkan jauh lebih parah dari kedua orang tadi, semua seperti telah dikuasi nafsu. Menggoyangkan badannya penuh gairah. Dasar jalang.
"Apa mata lo gak malu liat yang begituan?" tanya Zella keheranan.
"Lo sendiri? Dari tadi perasaan lo liatin mereka."
Zella diam beberapa saat, kemudian tertawa lalu menggaruk tengkuknya canggung, "Gue kan sekali-kali. Lagian kemanapun mata gue menatap, semua sudut tempat ini bener-bener isinya maksiat."
Leo terbahak-bahak, ia jadi bertanya-tanya bahwa Zella sebenarnya gadis polos atau bukan?
"Gue sih udah biasa, gue juga suka liatinnya," jujur Leo.
"Setan!" umpat Zella kesal dan semakin membuat tawa Leo pecah.
Mengabaikan laki-laki yang masih tertawa itu, Zella memejamkan matanya menikmati dentuman musik yang begitu keras. Sesekali ia meneguk minuman yang tadi sudah ia pesan. Nampaknya Zella mulai hanyut dengan suasana.
Baru saja ia merasa sedikit lebih senang, tapi seseorang yang merebut paksa minuman di tangannya membuat dirinya terbelalak kaget. Sebelum ia sempat melontarkan kalimat protesnya, laki-laki yang tadi menarik gelas berisi minumannya itu sudah terlebih dulu menyeret Zella keluar dari tempat ini. Leo hanya menatap keduanya aneh, untung laki-laki itu sempat meletakan beberapa uang berwarna merah di atas meja bar.
Laki-laki itu baru melepaskan cengkeramannya saat mereka berdua sudah berada di area parkiran club.
"Lo ngapain di sini?" tanya laki-laki itu dengan kilat amarah di matanya.
Zella sedikit memundurkan tubuhnya, "Lo mabok ya?"
Bukan tanpa alasan Zella bertanya seperti itu, laki-laki itu memang sedikit berbau alkohol.
"Itu gak penting! Lo ngapain di sini, Rain?"
^^^
Hai hai hai hai aku comeback. Jangan lupa votenya dong, jangan pelit-pelit:(
Salam manis,
Niaawd
KAMU SEDANG MEMBACA
RAZELLA
Teen FictionLaki-laki itu menyeringai, "Kerjakan atau ...." "Atau apa?" tanya Zella berani. Laki-laki itu melirik sekilas bibir Zella, "Gue cium." Zella tersenyum remeh, ia berani bertaruh bahwa laki-laki ini hanya mengancamnya. Dengan berani ia berjalan ke dep...