Elvan melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, "Lo telat sepuluh menit."
Gadis yang baru saja datang dengan napas terengah-engah itu menatap Elvan tenang, "Gue tadi ketiduran di UKS."
"Lo bolos lagi?" tanya Elvan tajam.
Zella, gadis yang masih sibuk mengatur napasnya itu menganggukan kepalanya santai sehingga membuat laki-laki yang ada di hadapannya semakin menatapnya tajam.
"Lo kapan berubah sih?"
Zella mengangkat satu alisnya, "Berubah jadi apa? Power rangers?"
Elvan memilih diam tak menanggapi gadis itu, ia segera masuk ke dalam mobilnya kemudian menjalankannya saat Zella sudah duduk manis di sebelahnya. Dua puluh lima menit kemudian mobil berwarna putih itu memasuki pekarangan rumah yang cukup luas.
"Ini rumah lo?" Pertanyaan klasik yang terdengar sedikit aneh keluar dari mulut Zella.
"Rumah orang lain, kita mau nyuri di sini," jawab Elvan kesal.
"Gue cuma pengen basa-basi doang," ucap Zella jujur.
Saat pintu bercat putih gading itu terbuka lebar, Zella langsung menghamburkan pelukannya kepada seorang wanita paruh baya yang tadi membukakan pintu. Bi Yanti, seseorang yang mendapat pelukan secara tiba-tiba itu tampak benar-benar terkejut.
"Rain kangen Bibi," lirih Zella disela-sela pelukan mereka.
"Pelukannya dilanjut di dalam aja," ucap Elvan sehingga membuat kedua wanita itu melepaskan pelukan mereka.
"Elvan keatas dulu," pamit Elvan dengan tujuan memberikan sedikit waktu untuk mereka agar bisa melepas rindu satu sama lain.
Setelah Elvan pergi, Bi Yanti menatap mata gadis yang sudah berkaca-kaca itu, "Non Rain apa kabar?"
"Bohong kalau Rain bilang baik-baik aja, Bi," jawab Zella pelan.
Zella menenggelamkan kepalanya di pundak Bi Yanti, "Papa udah gak sayang Rain lagi, Bi."
Bi Yanti hanya diam, mengusap-usap punggung Zella dan mencoba membiarkan gadis itu mengeluarkan semuanya yang mungkin bisa membuatnya sedikit lebih tenang. Bahu Zella bahkan sekarang sedikit bergetar, pertanda bahwa gadis itu menangis.
"Papa lebih percaya Shireen dibanding Rain."
Tangan renta itu masih setia mengusap punggung Zella, sekuat tenaga wanita paruh baya itu menahan dirinya agar tidak menangis di hadapan Zella. Bagaimanapun juga, Bi Yanti sudah menganggap Zella seperti anaknya sendiri.
"Papa selalu banding-bandingin Rain dengan Shireen. Rain tau kalau Rain selalu mengecewakan, tapi apa papa gak pernah mikirin gimana perasaan Rain?" Jelas terdengar nada frustasi dari kalimat yang dilontarkan gadis itu.
"Apa Rain seburuk itu, Bi?" tanya Zella setelah melepaskan pelukan mereka. Rain menatap Bi Yanti dengan mata yang sudah berlinang dengan air mata.
Runtuh sudah pertahan Bi Yanti kala melihat tatapan itu, gadis ini benar-benar rapuh. "Non Rain gadis yang baik, bahkan gak seperti apa yang Tuan Reno pikirkan," jawab Bi Yanti mencoba menenangkan Zella.
"Rain benci Shireen, Bi," lirih Zella menundukkan kepalanya.
"Karena dia, Rain gak bisa sama sekali merasakan kehangatan keluarga yang orang lain punya," lanjutnya.
Kembali Bi Yanti memeluk gadis itu, yang Zella perlukan saat ini hanya di dengarkan. Gadis itu sudah terlalu lama memendamnya sendiri.
"Rain benci hidup Rain sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAZELLA
Teen FictionLaki-laki itu menyeringai, "Kerjakan atau ...." "Atau apa?" tanya Zella berani. Laki-laki itu melirik sekilas bibir Zella, "Gue cium." Zella tersenyum remeh, ia berani bertaruh bahwa laki-laki ini hanya mengancamnya. Dengan berani ia berjalan ke dep...