Langit yang kian menit menjadi kian kelabu tak menghentikan sedikitpun langkah kaki Zella. Hembusan angin sore hari ini cukup menusuk kulit putihnya yang tidak terbalut apapun selain seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. Kaki jenjangnya melangkah dengan yakin diantara gundukan-gundukan tanah pemakaman pertanda bahwa di tanah itu sudah ada raga yang tidur dengan tenang.
Zella berjongkok di sebuah pusara dan tak lupa meletakan sebuket bunga lily putih kesukaan Mamanya. Setelah menaburkan bunga di atas makan dan mengirim doa untuk Mamanya. Gadis itu mengusap pelan nisan yang bertuliskan nama lengkap Mamanya.
"Mama, Rain kesini lagi," ucapnya pelan.
"Rain kangen banget sama mama."
Zella terdiam sejenak, mencoba untuk tidak menjatuhkan air matanya di sini. Ia tak mau mamanya akan sedih ketika melihatnya lemah seperti ini.
"Sampai kapan papa kasar sama Rain ma?"
"Jujur Rain benci hidup Rain, tapi Rain gamau ngecewain mama."
Zella menghembuskan napasnya berat, "Apa mama bisa denger Rain?
"Rain sayang banget sama papa, tapi sepertinya papa gak sayang Rain lagi."
Zella menatap kosong gundukan tanah dihadapannya, "Shireen, gadis itu udah bikin papa berubah ma."
Suara guntur yang tiba-tiba berbunyi begitu keras membuatnya tersentak kaget, manik matanya menengadah menatap awan pekat di atas sana. Pertanda bahwa sebentar lagi hujan akan mengguyur kota ini.
Zella salah, bahkan sekarang rintik hujan mulai turun membasahi tanah, dahan pohon yang kering dan tentu tubuhnya yang hanya berbalut seragam sekolah.
Zella menatap pusara sang mama, "Rain pulang ya ma?"
"Rain sayang mama," ucapnya pelan setelah mencium nisan mamanya.
Bukannya berlari, Zella malah berjalan santai menuju keluar pemakaman. Air hujan yang membasahi seluruh badannya sama sekali tak ia pedulikan. Dengan santai Zella berjalan menuju mobilnya yang terparkir rapi di pinggir jalan. Sekarang tujuannya hanya pulang ke rumah, kalau ia pulang terlalu telat pasti papanya akan marah.
^^^
"Kemana aja lo? Pulang sekolah ngelayap terus," sinis Shireen dari sofa saat melihat Zella baru saja memasuki pintu utama rumah.
Zella bahkan tidak melirik Shireen, gadis itu seperti mengabaikan keberadaan Shireen. Ia tetap melangkah seolah-olah bahwa di rumah ini hanya ada dirinya sebagai mahluk hidup, sisanya hanya benda mati.
"Gue aduin papa baru tau rasa lo!"
Zella menghentikan langkahnya, "Mau lo apasih? Bukannya semua udah lo dapatkan?"
Shireen tersenyum sinis, "Gue pengen lo keluar dari rumah ini!"
"Jangan pernah coba-coba singkirin gue dari sini!"
"Lihat aja nanti," ucap Shireen lalu kembali memfokuskan perhatiannya kepada televisi yang sedang menampilkan acara tidak jelas.
"Rain, kamu ngapain berdiri disitu?"
Suara Reno membuat Zella menolehkan kepala ke arah pintu utama, disitu terlihat jelas Reno yang berdiri dan masih memakai pakaian kerjanya.
"Kamu baru pulang?"
Zella menganggukan kepalanya pelan. Semoga kali ini tidak ada amarah yang keluar dari mulut papanya.
"Rain tadi ke makam mama," jujur Zella sebelum Reno berpikir yang tidak-tidak.
Reno menganggukkan kepalanya singkat kemudian menghampiri Shireen yang sedari tadi memperhatikan interaksi mereka berdua. Tanpa mereka sadari, Shireen mendengus kecewa kala tidak mendapat tontonan menarik malam ini. Suasana hati Reno sepertinya sedang baik.
"Papa kenapa baru pulang?" tanya Shireen setelah mencium punggung tangan Reno.
"Tadi ada kerjaan yang harus diselesaikan hari ini juga," jawab Reno lembut.
"Kamu sudah makan Shireen?" tanya Reno dengan tangan yang kini sudah mengelus lembut rambut putri kesayangannya itu.
"Belum, Shireen mau makan ditemani Papa."
"Yasudah ayo sekarang kita makan."
Mereka berdua berjalan dengan santai seolah-olah tidak menganggap keberadaan Zella yang sedari tadi masih diam memperhatikan Reno dan Shireen. Bahkan Reno tak seperhatian itu kepadanya. Sudahlah Zella, jangan terlalu berharap jika semuanya akan kembali seperti semula.
Bahkan keadaan Zella yang basah kuyup tidak dipedulikan oleh Reno. Kenapa papanya benar-benar berubah? Apa tidak ada sedikitpun perhatian untuknya? Apa diri Zella benar-benar tidak pantas mendapatkannya?
Dengan gontai Zella berjalan melewati meja makan untuk naik menuju lantai atas.
"Kamu gak makan?" tanya Reno saat melihat Zella. Mungkin laki-laki paruh baya itu baru sadar.
"Rain udah kenyang," jawab gadis itu berbohong.
Reno hanya menganggukkan kepalanya tanpa berbasa-basi lain. Mungkin benar, Zella sudah tidak dianggap disini. Atau mungkin Reno sebenarnya keberatan menampungnya disini.
Dengan segera Zella berlari ke lantai atas dan masuk ke dalam kamarnya. Ia melempar tas nya asal dan dengan cepat menendang meja riasnya kasar.
"Ak-akh sakit," ringisnya pelan kemudian mengusap-usap kakinya yang tadi menendang meja riasnya.
Sepertinya Zella kualat, tapi ia benar-benar kesal hari ini. Ah, bukan hari ini saja. Hari-hari sebelumnya juga begitu, rasanya Tuhan tak pernah memberikan satu hari membahagiakan saja untuk Zella.
Tak ingin membebani pikirannya terlalu jauh, Zella memilih melangkah ke dalam kamar mandi lalu membersihkan tubuhnya. Ia juga tidak ingin sakit hanya karena hujan. Kalau dia sakit memang siapa yang akan peduli dan merawatnya? Bisa-bisa Zella mati di dalam kamarnya sendiri. Pikiran Zella memang kadang-kadang teramat aneh.
^^^
Mohon maaf kalau part ini sedikit tidak jelas. Tapi aku janji akan sering up atau jika memungkinkan aku akan up setiap hari.
Aku masih penulis pemula, jadi mohon permaklumannya kalau cerita ini tidak sebagus yang kalian pikirkan.
Semoga suka:)
KAMU SEDANG MEMBACA
RAZELLA
Teen FictionLaki-laki itu menyeringai, "Kerjakan atau ...." "Atau apa?" tanya Zella berani. Laki-laki itu melirik sekilas bibir Zella, "Gue cium." Zella tersenyum remeh, ia berani bertaruh bahwa laki-laki ini hanya mengancamnya. Dengan berani ia berjalan ke dep...