22

359K 26.5K 1.4K
                                    

Laki-laki paruh baya dengan kemeja berwarna putih yang melekat di tubuhnya berjalan tergesa-gesa menuju ruangannya dan diikuti oleh tiga gadis yang berjalan mengekor di belakangnya. Satu gadis yang tak lain dan tak bukan adalah Zella menautkan kedua tangannya. Jujur ia sedikit khawatir. Bukan karena masuk ke ruangan itu dan berhadapan dengan dia, tapi Zella takut jika papanya kembali dipanggil untuk yang kedua kalinya sama halnya seperti beberapa bulan yang lalu.

Setelah laki-laki itu duduk, ia mempersilakan Zella, Shireen, dan Dina duduk tepat di sofa yang ada dihadapannya. Tatapan laki-laki itu pertama kali mengarah pada Zella.

"Apa pembelaanmu kali ini?" Jelas terdengar nada tegas dari laki-laki itu.

"Saya gak akan nyakitin dia kalau bukan dia yang bikin saya kesel Pak," jawab Zella masih santai. Ia sama sekali tidak takut dengan laki-laki yang dihadapinya kali ini. Walaupun laki-laki itu menjabat sebagai kepala sekolah disini.

Kini giliran Dina yang menjadi sasaran tatapan tajam laki-laki itu, "Apa yang kamu perbuat?"

Dina menundukkan kepalanya takut-takut, berada di ruangan ini bukanlah hal yang menjadi keinginannya. Ia juga tidak tau bahwa nasibnya akan berakhir di ruangan ini.

"Saya gak melakukan apa-apa Pak, Zella tiba-tiba nampar saya duluan."

Zella memutar bola matanya malas, kenapa dunia dipenuhi manusia-manusia seperti mereka? Bahkan menurut Zella, orang-orang yang terlihat polos sebenarnya lebih licik daripada orang-orang yang sering dianggap buruk.

"Dia tidak mungkin menampar kamu tanpa alasan. Jelaskan kejadian yang sesungguhnya!"

Zella tersenyum kecil mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Pak Bagas -kepala sekolah-

Dina meremas roknya, ia benar-benar gugup. Jika ia tau akan berakhir seperti ini, ia tak akan mau membantu Shireen dalam menjalankan rencananya. Ya semua ini memang rencana Shireen, gadis itu meminta bantuan Dina dan Dina sama sekali tidak berpikir bahwa Zella akan merekam semuanya, untungnya ia bisa memusnahkan bukti yang bisa saja membuatnya dikeluarkan dari sekolah ini.

"Saya benar-benar gak melakukan apa-apa Pak."

Pak Bagas menghela napasnya pelan, percuma saja ia bertanya kepada gadis itu. Untuk kedua kalinya Pak Bagas menatap Zella yang terlihat sangat santai.

"Jelaskan kejadiannya, saya harus tau siapa yang bersalah disini," pinta Pak Bagas kepada Zella.

Zella yang diberi kesempatan untuk berbicara tentu sangat senang, ia tersenyum kecil setelah melirik kedua gadis yang duduk disebelahnya kemudian menatap serius ke arah Pak Bagas, "Jadi tadi saya pergokin Dina lagi berbuat yang tidak-tidak di koridor sepi dekat toilet dengan pacarnya Pak."

Dina dan Shireen membulatkan matanya, mereka berdua sama-sama memutar otak agar yang terlihat bersalah disini sebenarnya Zella.

"Dia bohong Pak!" sergah Dina cepat.

"Udahlah ngaku aja," jawab Zella santai.

"Benar kata Dina Pak, Zella pasti sedang mengada-ngada agar terlihat tidak bersalah," timpal Shireen membela Dina.

"Kalian yang belum saya perintahkan untuk berbicara silakan diam," ucap Pak Bagas menatap Shireen dan Dina.

Kembali Pak Bagas menatap Zella, "Apa kamu punya bukti?"

Zella diam. Bagaimana sekarang ini? Ponselnya sudah rusak dan ia lupa mengambil ponselnya yang tadi tergeletak di lapangan.

"Tadi ada Pak, tapi Dina lempar ponsel saya sampai rusak."

"Tuh kan Pak, dia ketahuan kalo lagi bohong." Lagi-lagi Shireen menyela pembicaraan Pak Bagas dan Zella.

"Tadi gue ada bukti ya! Temen lo itu terlalu takut dan lempar ponsel gue gitu aja!" Zella menatap Shireen tak suka, kenapa gadis ini malah ikut berada disini?

RAZELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang