16.ingin membuka topeng

4.1K 304 11
                                    

Selamat membaca:)

"Ma, aku mau ngasih tau." Alana menunduk meremas roknya. Alana memutuskan akan memberitahu mamanya sebenarnya, Alana akan menanggung resikonya jika sampai mamanya memukulnya. Dia akan baik baik saja.

"Apa? Alan mana? Kok gak kelihatan." ucap Rani sedari tadi tak melihat keberadaan putranya.

"Dia udah meninggal ma." ucap Alana meneteskan air mata.

"Kamu bohong!" Rani menampar pipi Alana kuat kuat. Alana memegang pipinya, rasa nyeri menjalar di pipinya. Ini adalah keputusan Alana, Alana akan tanggung resikonya. Alana sudah capek berpura pura menjadi dua orang yang berbeda.

"Alan udah meninggal ma, sadar!" Alana mengguncang guncang pundak Rani.

"Kamu ngomong lagi saya robek mulut kamu! Alan masih hidup." Rani teriak Rani sambil menjambak rambut Alana.

Alana sakit, bukan fisik yang sakit tapi hati Alana sakit. Alana memejamkan mata, menahan gejolak marah ketika mamanya mengumpatinya.

"Dasar anak gak tau diri kamu," Rani melepaskan rambut Alana, berganti menampar Alana.

"Saya gak berharap melahirkan kamu Alana, kamu cuma bisa nyusahin aja. Beda dengan Alan, Alan itu anak kebanggan saya. gak mungkin Alan ninggalin saya, Alan masih hidup!"

Sakit rasanya ketika ibu kandungnya tak menganggap anaknya ada, apa yang dibuat Alana sampai mamanya sendiri membencinya dari kecil. Dari kecil Rani tidak pernah menyayangi Alana seperti menyayangi Alan, Alana merasakannya.

"RANI!" bentak Hendrawan, langsung menampar Rani. Hendrawan baru pulang dari kerja.

"MAS! Kenapa nampar aku!" Rani memegangi pipinya yang nyeri akibat tamparan suaminya.

"Kamu keterlaluan Rani sama Alana!"

"Dia yang bikin aku emosi! Dia bilang kalau Alan itu meninggal." ucap Rani mulai meneteskan air mata. "Itu gak bener kan mas?"lirihnya.

"Sadar Rani, Alan udah meninggal." mata Hendrawan memerah menahan buliran air mata. Hatinya hancur saat istrinya tak bisa merelakan putra mereka.

"Gak mas! Alan masih hidup. Tadi pagi masih ada kok makan berdua sama aku." ucap Rani menangis histeris.

"Itu Alana Rani!"

Rani menggeleng kuat dia kemudian berlari menuju kamar dan menguncinya. Alana hendak menyusul Rani tapi Hendrawan mencegatnya. "Kamu duduk disini, biar papa olesin salep ke pipi kamu."

"Tapi mama pa_"

Hendrawan mendukung Alana di kursi, "bentar aja papa obatin." Alana mengangguk pasrah.

Hendrawan mulai mengoleskan salep dipipi Alana, Alana meringis saat papanya menyentuh bibir Alana yang robek akibat tamparan Rani. Hendrawan menunduk,"maaf."

"Papa gak perlu minta maaf, ini memang keputusan aku." Alana berusaha tersenyum agar Hendrawan mengira Alana baik baik saja nyatanya tidak, Alana tak baik baik saja.

"Ehmm, pa Alana besok pagi Alana pergi kepuncak."

"Iya, kamu mau jadi Alana atau Alan? lebih baik kamu jadi Alana aja, akan susah kalau kamu jadi Alan." Hendrawan mengelus rambut Alana.

"Gak tau, apa kata besok."

"Bentar kamu tunggu sini." Hendrawan beranjak kemudian pergi entah kemana, Alana terdiam. Hendrawan datang dengan membawa sebuah kresek.

Hendrawan meletakan kresek itu dimeja. "Ini ada obat obatan sama kotak P3K, kamu bawa buat jaga jaga."

"Pa, mama kok gak keluar. Aku takut terjadi sesuatu sama mama." Entah mengapa Alana merasa cemas terhadap Rani, Alana takut jika Rani berbuat macam macam.

Alana(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang