°15°

37.5K 4.9K 63
                                    

Permaisuri An dan dayang-dayang nya, melewati lorong istana yang sepi. Tidak sengaja netranya menangkap sosok putri Mei Yue dan dayang setianya—Peiyu—yang berjalan berlawanan arah dengan rombongannya.

"Mei Yue memberi salam pada permaisuri." Mei Yue memberi salam takzim ketika berpapasan dengan rombongan permaisuri.

Namun, apa yang terjadi selanjutnya? Permaisuri mengabaikan salam tersebut, ia beserta para dayangnya melewati Mei Yue begitu saja. Seolah-olah Mei Yue adalah angin lewat.

Mei Yue yang diabaikan seperti itu, berdecak kesal sambil berkacak pinggang. Bisa-bisanya wanita nomor satu di kerajaan Huang itu mengabaikan salamnya. Bahkan menganggapnya tidak ada. Memangnya dia hantu sampai tidak terlihat begitu?

"Sudah bagus aku masih menghormatimu sebagai permaisuri," ujarnya kesal.

"Tuan putri, raja sudah menunggu," kata Peiyu, membuat tuannya itu menoleh.

"Ya, mari pergi."

•••

"Mei Yue... Anak bodoh itu!" Desis permaisuri An.

"Sekarang dia benar-benar berubah. Dulu dia selalu menangis saat bertemu denganku. Tapi, sekarang? Ah, tidak! Harusnya dia sudah mati saat itu!!!"

Permaisuri An mengamuk di kamarnya. Barang-barang yang terbuat dari keramik pecah, dan berserakan dimana-mana.

"Tenanglah, permaisuri," ucap dayang Jie, dayang setia permaisuri.

"Bagaimana aku bisa tenang? Anak bodoh itu mungkin akan mengambil hati raja dan putra mahkota," Kata permaisuri An. Ia semakin kesal.

"Jika sudah begitu, dia tidak akan menjadi lawan yang mudah," ujar seorang pria tua yang sedari tadi duduk tenang dihadapan permaisuri.

"Karena itulah kau harus membantuku, ayahanda. Kau harus membantuku untuk menyingkirkan Putri Mei Yue."

•••

Kedatangan Mei Yue di paviliun milik raja diumumkan oleh seorang kasim. Membuat atensi keempat manusia yang ada di ruangan itu teralihkan.

"Mei Yue memberi salam pada raja Huang. Raja panjang umur hingga seribu tahun." Putri berusia 19 tahun itu memberi salam hormat pada orang nomor satu di kerajaan ini.

Raja mengangguk, dan mengangkat tangannya. "Duduklah," titahnya.

Setelah diizinkan, Mei Yue segera mengambil tempat duduk disebelah kanan Su Yu, yang tentu seperti biasanya berhadapan dengan putra mahkota.

"Ada apa?" Tanya Mei Yue, membuka topik pembicaraan.

"Apa ada sesuatu yang terjadi hari ini? Di pelatihan?" Raja bertanya balik.

Mei Yue mendengus kasar. Ia sudah bisa menebak kemana arah pertanyaan raja itu. Ah, ini pasti ulah Su Yu. Ya, pasti Su Yu yang memberitahukan kepada raja.

"Su Yu yang bilang, 'kan?" Tanya Mei Yue. Melihat raja tak merespon, ia jadi semakin yakin. "Cih, pengadu!" Decih Mei Yue seraya melirik Su Yu sinis.

"Ayahanda sendiri yang memerintahkan ku untuk melaporkan setiap ulah yang kau buat," ucap Su Yu tak kalah sinis. "Oh, ya. Omong-omong, ada satu hal yang belum aku laporkan," lanjutnya.

"Apa itu?" Tanya raja.

Su Yu tidak langsung menjawab, ia melirik Mei Yue sekilas. Kakaknya itu terlihat acuh, membuatnya bersemangat untuk melancarkan rencananya. "Tadi, kakak ketiga berduaan dengan pangeran FengYin di hutan dekat pelatihan," lapornya.

Sedangkan Mei Yue sudah melotot lebar, sampai bola matanya seperti ingin keluar. Su Yu yang melihat reaksi kakaknya itu, hanya terkekeh pelan. Rencananya berhasil.

Mendengar laporan Su Yu, raja Huang mengerutkan keningnya. "Pangeran FengYin? Putra mahkota kerajaan Zhang?" Tanya raja memastikan.

Su Yu menoleh kearah raja, kemudian mengangguk. "Ya, itu benar," jawabnya.

"Memangnya kenapa? Aku hanya tidak sengaja bertemu dengannya," kata Mei Yue, kesal.

"Kau menyukainya, ya?" Tanya Yi Fei, menggoda adik perempuannya itu.

"Tidak!" Sergah Mei Yue, cepat. "Itu tidak mungkin!" Tambahnya.

"Tentu saja itu tidak mungkin. Tidak ada pria yang menyukai wanita keras kepala sepertimu," celetuk Yuwen yang sedari tadi diam.

"Dan tidak ada wanita yang menyukai pria tanpa ekspresi sepertimu," balas Mei Yue sengit.

Tawa raja Huang menggema ke seluruh ruangan itu. "Kalian benar-benar mirip, ya. Tapi mungkin, dengan cara bertengkar kecil seperti itu bisa membuat kalian perlahan menjadi akur," tutur raja setelah meredakan tawanya.

Mendengar penuturan raja barusan, membuat Mei Yue dan Yuwen saling membuang pandangan. Ingin aku menjadi akur dengannya? Tidak, terima kasih! Batin mereka berdua.

Sedangkan raja, Yi Fei, dan Su Yu hanya menggeleng samar. Apa susahnya menjadi akur dengan saudara sendiri. Terlebih lagi mereka saudara kandung.

•••

FengYin memasuki ruangan pribadi raja. Tak hanya ayahnya saja yang berada di ruangan itu, tetapi ibunya juga.

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang penting?" Tanya FengYin tanpa basa-basi. Bahkan ia tidak memberi salam kepada kedua orang nomor satu di kerajaan Zhang ini.

"FengYin," tegur permaisuri Wen—ibu kandung FengYin. Namun tegurannya diabaikan oleh putranya itu.

"Duduklah," Titah raja Zhang Weiheng.

Setelah itu, FengYin duduk dihadapan orangtuanya.

"Berapa usiamu sekarang?" Tanya raja Zhang.

"20 tahun," jawab FengYin acuh. Dia tidak bodoh. Dia tahu betul kemana arah pembicaraan ini nantinya.

"Ayahanda, ibunda. Saat ini aku sedang tertarik dengan seorang gadis," ujar FengYin sebelum raja hendak lanjut bicara.

"Benarkah? Siapa dia?" Tanya permaisuri Wen, penasaran. Tentu saja, karena selama ini FengYin tidak pernah tertarik dengan wanita manapun. Itu berarti ini yang pertama kalinya, bukan?

FengYin tidak langsung menjawab, ia meletakkan jari telunjuknya di dagu, memasang pose seolah-olah sedang berpikir.

"Itu rahasia."

Raja Zhang dan permaisuri Wen terdiam dengan ekspresi datar masing-masing. Terutama permaisuri Wen. Ia sudah sangat penasaran, tapi malah jawaban seperti itu yang didapatnya. Kalau FengYin bukan putranya, pasti sudah ia tenggelamkan ke rawa-rawa.

FengYin yang melihat ekspresi kedua orangtuanya itu terkekeh pelan. "Akan ku beritahu lain kali. Untuk sekarang, jangan jodohkan aku dengan siapapun."

***

[✓] The Reincarnation Mission Of The Yin GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang