°11°

40K 4.8K 20
                                    

Mei Yue memandangi kotak pemberian dari FengYin. Ia sangat penasaran dengan kotak itu, dan dengan orang yang telah memberikannya.

"Tuan Putri, kotak apa itu?" Tanya Peiyu yang baru kembali dari dapur sambil membawa teh untuk tuannya.

"Aku juga tidak tahu," jawab Mei Yue.

"Peiyu, apakah kau mengenal seseorang yang bernama FengYin?"

Pertanyaan itu membuat Peiyu terdiam sejenak untuk berpikir.

"Ada banyak orang bernama FengYin, tapi sepertinya tidak ada di kerajaan ini," ujar Peiyu.

Apa dia berasal dari kerajaan lain?

"Kenapa Anda tiba-tiba bertanya tentang itu? Apakah orang yang memberikan kotak itu bernama FengYin?" Tanya dayang tersebut yang dibalas anggukan oleh Mei Yue.

"Bagaimana denganmu, Ya Jun? Kau sungguh tak tahu pria itu?" Tanya Mei Yue pada hewan rohnya yang sedang bermalas-malasan di bahunya.

"Kau sudah menanyakan itu padaku berkali-kali. Dan, sudah kubilang; aku tidak tahu," jawab Ya Jun setengah kesal. Pasalnya, tuannya itu sudah menanyakan pertanyaan yang sama berkali-kali padanya.

Mei Yue termenung sejenak. Setelah itu ia mulai membuka kotak pemberian FengYin.

Ketika kotak tersebut terbuka, Mei Yue langsung menekuk keningnya, dalam. Ia hendak bertanya pada Ya Jun, tetapi elang itu berseru lebih dulu.

"Itu pil energi murni!"

"Pil energi murni?" Mei Yue membeo.

"Pil itu akan sangat berguna untukmu mengumpulkan energi, Tuan."

Mei Yue bergeming. Dalam hati bertanya-tanya, mengapa pria itu memberikan pil ini padanya?

"Wah, pria itu baik sekali," ujar Peiyu yang ikut memandangi pil energi murni didalam kotak kecil itu.

"Hadiah dari pria itu tidak buruk. Hanya saja, ini jelas tidak lebih baik daripada Lotus Cahaya Api," celetuk Ya Jun.

Cih, tidak bisakah elang kecil ini bersyukur?

Mei Yue menutup kembali kotak itu, tidak berniat untuk memakan pil tersebut.

"Kenapa kau tidak segera memakan pil itu, tuan?" Tanya Ya Jun, bingung. Sedikit terkejut karena tuannya tidak segera memakan pil energi murni itu.

Mei Yue menggedikkan bahunya, acuh. "Nanti saja," jawabnya.

•••

Matahari telah menampakkan dirinya, burung-burung berkicau dengan sangat merdu. Sedangkan gadis itu masih memejamkan matanya erat, enggan untuk bangun.

Sedangkan Peiyu sudah was-was karena putra mahkota masuk ke kamar tuannya dengan ekspresi kesal.

Yuwen berdiri di samping ranjang Mei Yue, sementara sang empu masih setia menutup matanya.

"Hei, tuan. Bangunlah! Ada yang datang," sahut Ya Jun di dalam pikiran tuannya.

"Aku tahu!"

"Jangan masuk ke kamarku sembarangan," ucap Mei Yue penuh penekanan. Yuwen tersentak. Jadi, gadis itu sudah bangun? Pikirnya. Mei Yue mengubah posisinya menjadi duduk, menatap putra mahkota dengan sorot mata tajam. "Kecuali, jika kau ingin mati," Desisnya.

Putra mahkota memasang ekspresi datar khasnya. Sebenarnya, ia masih belum terbiasa dengan perubahan sikap Mei Yue setelah hilang ingatan.

"Cepatlah, Su Yu sudah menunggumu."

Mei Yue terdiam sejenak. Ah, benar juga, hari ini 'kan ia harus berlatih di pelatihan Qi Yang.

"Keluar. Aku ingin mandi," ujar Mei Yue dengan nada dingin.

Tidak ingin berdebat, Yuwen segera keluar dari kamar adik perempuannya itu. Sementara Mei Yue sudah bersiap untuk membersihkan diri dengan dibantu oleh dayang setianya.

•••

Mei Yue mendelik ketika menemukan sang putra mahkota tengah duduk santai sambil menyeduh teh hangat di paviliun miliknya.

"Mengapa kau masih disini?" Tanya Mei Yue dengan tatapan tajamnya.

Yuwen melirik sekilas, kemudian tersenyum sinis.

"Aku tahu, kau tidak benar-benar ingin mengikuti pelatihan itu. Aku hanya memastikan agar kau tidak kabur," ucap Yuwen, ringan. Tanpa sadar bahwa Mei Yue sudah mengambil ancang-ancang untuk mencekiknya.

"Cih, kau tidak percaya padaku?"

"Untuk apa aku percaya padamu?" Bukannya menjawab, Yuwen malah bertanya balik.

"Cepat pergi! Jangan membuat Su Yu menunggumu lebih lama lagi," lanjut Yuwen, kali ini dengan nada perintah.

Apa adikmu itu hanya Su Yu seorang? Batin Mei Yue. Bagaimana bisa putra mahkota bersikap seperti itu pada putri Mei Yue—adik perempuannya sendiri? Pikirnya.

"Dan, kau? Kau juga harus pergi dari sini. Jangan datang ke paviliun ku jika hanya ingin membuatku terluka dengan ucapanmu."

Ucapan Mei Yue barusan, seperti ribuan panah yang menancap tepat di hati putra mahkota. Mei Yue benar, tidak seharusnya ia datang kesini hanya untuk melukai perasaan gadis itu.

Mei Yue tersenyum sinis. Segera ia melenggang pergi, meninggalkan Yuwen yang bergeming. Dalam hati bersorak karena berhasil membuat pria minim ekspresi itu terdiam seribu bahasa.

•••

Di depan gerbang istana, Su Yu menatap kakak perempuannya yang baru saja tiba.

"Kenapa kau lama sekali, kak?" Tanya Su Yu kesal.

"Berisik, Su Yu!" Desis Mei Yue yang juga ikut kesal.

Su Yu terdiam, ia lebih memilih untuk membantu kakak perempuannya itu naik ke kereta kuda. Diam-diam, Su Yu bergidik ngeri, mengingat bagaimana mengerikannya gadis itu semenjak hilang ingatan. Tuhan, Su Yu masih sayang dengan nyawanya, ia tidak ingin mencari gara-gara dengan kakak perempuannya tersebut.

Di dalam kereta kuda, Mei Yue tampak memejamkan matanya. Sementara Su Yu menatap lekat kakaknya itu.

"Kakak, kau tidur?" Tanya Su Yu, merobek keheningan yang sempat terjadi.

"Tidak," jawab Mei Yue singkat, masih dengan mata yang terpejam.

Su Yu menarik nafas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Ia kembali menatap lekat kakak perempuannya tersebut.

"Jangan sampai membuat masalah."

***

Sumpah nih ya, menurut aku cerita ini flat banget😭
Lempeng kek muka Yunseong.g

Btw, jadi kangen anak pdx :(
Apalagi BY9

Anjir, kok sedih sih?!

Jan lupa Vote!!!

[✓] The Reincarnation Mission Of The Yin GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang