°61°

15K 2K 89
                                    

Selir Fu sangat senang karena tawaran kerja samanya di terima dengan mudah.

Beberapa hari setelah itu, mereka mengunjungi Permaisuri Yue, dan menawarinya untuk minum teh.

Permaisuri Yue tidak mencurigai mereka, namun saat dia ditawari teh, rasa curiganya mulai muncul. Permaisuri Yue adalah wanita yang cerdas. Dia bisa mengetahui bahwa tehnya mengandung racun, namun tidak dapat mengenali jenis racun tersebut. Dia tetap tenang, dan dengan ragu meminum teh tersebut. Itu tidak bereaksi apa-apa, jadi dia berpikir, mungkin itu racun kerja lambat, atau hanya racun biasa. Dia sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah Darah Beracun yang tidak bisa di sembuhkan.

Darah Beracun memang jenis racun yang sangat unik. Pada jumlah kecil, itu akan menjadi racun kerja lambat, yang akan membunuh korban dalam waktu beberapa jam. Sedangkan pada jumlah besar, yang isinya setara dengan satu botol kecil darah, itu akan menjadi racun yang bisa langsung merenggut nyawa. Saat itu, Selir Fu memberi Selir An botol kecil yang berisi darahnya, dan Selir An menuangkan satu tetes pada teh Permaisuri Yue. Racun itu tidak berbau, tidak berasa, dan tidak terlihat, sehingga sangat sulit untuk di detoksifikasi.

Setelah beberapa perbincangan kosong, Selir An dan Selir Fu segera pamit. Sedangkan Permaisuri Yue mengundang tabib racun secara rahasia. Namun, tabib tersebut juga tidak bisa mengenali racun di tubuhnya. Permaisuri Yue hampir merasa putus asa, ketika dia tidak dapat menemukan cara untuk menyembuhkan racunnya. Dia merahasiakan kondisi tubuhnya dari Raja Huang, dan semua orang, bahkan pelayannya sendiri.

Pada malam hari, Permaisuri Yue merasa kondisinya memburuk, tanda racun mulai bereaksi. Tetapi sebelumnya, dia tidak menunjukkan gejala-gejala keracunan, dan hanya terlihat seperti sakit biasa. Malam itu pula, dia memanggil keempat anaknya untuk datang menemuinya secara rahasia.

Saat itu, Ketiga Pangeran dan Putri Mei Yue masih kecil. Putra Mahkota bahkan baru berusia sekitar sepuluh tahun, dan Pangeran Kedua berusia sekitar delapan tahun. Namun, mereka cukup pintar untuk mengetahui bahwa sang ibu sedang sakit. Pangeran Keenam masih berusia tiga tahun, dan dalam gandengan Putri Mei Yue yang berusia lima tahun.

"Ibu, Anda sakit apa?" Tanya Yuwen, sang Putra Mahkota kecil. Meskipun terdengar sopan, jelas terselip kekhawatiran di dalam suaranya.

"Apakah sudah minum obat? Apa yang tabib katakan?" Bahkan Pangeran Yi Fei yang nakal, dan kasar sejak kecil pun bisa selembut itu pada ibunya.

"Kenapa ibu bisa sakit?" Putri Mei Yue kecil juga sangat khawatir. Dia bahkan tanpa sadar mempererat genggamannya pada tangan Su Yu yang masih berusia tiga tahun, namun Pangeran kecil itu tidak bereaksi, hanya menatap ibunya dalam diam, yang terbaring tak berdaya di tempat tidur.

Di saat-saat kritis, Permaisuri Yue masih bisa tersenyum pada anak-anaknya. Dia tidak menjawab pertanyaan mereka, tetapi memberi pesan terakhir pada masing-masing anaknya dengan suara paling lembut di dunia.

"Yuwen, jadilah kuat, sehingga kau bisa melindungi rakyat, dan orang-orang yang kau sayang. Yang paling utama, kau harus melindungi adik-adikmu, tidak peduli apapun yang terjadi."

"Yi Fei, jadilah baik. Kalau kau nakal, kakakmu pasti akan menghukum mu."

"Mei Yue, kau adalah satu-satunya perempuan. Jadilah saudara perempuan yang selalu menyayangi saudara laki-lakimu dengan sepenuh hati."

"Su Yu, kelak kau akan tumbuh dewasa. Jadilah adik yang patuh, selalu dengarkan kakak-kakakmu."

"Kalian berempat harus saling melindungi. Jangan saling membenci, jangan pernah bertarung satu sama lain. Tidak peduli apapun yang terjadi di masa depan, ingatlah satu hal, ibu... akan selalu menyayangi kalian."

Keempat bersaudara itu sama sekali tidak bereaksi, hanya menatap sang ibu dalam diam. Apa yang mereka pikirkan, itu adalah sesuatu yang hanya mereka sendiri ketahui.

Permaisuri Yue tidak tahu apa yang anak-anaknya pikirkan, atau bagaimana perasaan mereka sekarang. Dia memejamkan matanya, lalu berkata dalam hati, "Yang Mulia, maafkan aku karena tidak bisa selalu berada di sisimu. Dan, kakak... Maaf karena aku tidak bisa menyelesaikan tugasku..."

Setelah berkata seperti itu di dalam hati, Permaisuri Yue kembali menatap anak-anaknya. Dadanya terasa sesak, nafasnya tercekat, air mata tiba-tiba mengalir ke wajahnya yang pucat dan dingin.

"Yuwen, Yi Fei, Mei Yue, Su Yu... kalian berempat... kalian harus mengingat kematianku ini... ingatlah... ingatlah, bagaimana ibu kalian ini mati... ingatlah, bagaimana aku mati..."

Degh

Mata yang jernih dan selalu bersinar itu sudah lama redup, dan sekarang...

Telah perlahan tertutup untuk selamanya.

Tidak ada lagi nafas yang dihembuskannya.

Detak jantung, dan denyut nadi telah berhenti.

Empat bersaudara itu tidak bereaksi sedikitpun. Mereka tidak menangis. Ekspresi mereka kosong, mata mereka meredup saat memandangi sang ibu yang telah menghembuskan nafas terakhir.

Sang ibu meninggal di depan mata anak-anaknya sendiri. Dan anak-anaknya itu bahkan tidak tahu penyebab kematiannya.

Su Yu kecil hanya berpikir bahwa ibunya sedang tidur, karena menutup mata. Itulah sebabnya, dia tidak bereaksi. Sedangkan kakak-kakaknya, dia tidak tahu apa yang mereka pikirkan.

Lama sekali mereka terdiam dengan ekspresi kosong seperti itu, sampai Raja dan Ibu Suri, serta beberapa bawahan datang dengan tergesa-gesa.

Mereka segera datang ke paviliun Permaisuri Yue, saat salah satu penjaga bayangan melaporkan kepada mereka tentang kondisi Permaisuri Yue yang tidak baik. Begitu mereka tiba, tidak ada yang mengira bahwa Permaisuri Yue sudah tiada.

Ibu Suri syok, dan pingsan. Sedangkan Raja terdiam dalam suasana hati yang sangat kacau.

Bagaimana ini bisa terjadi?

Mengapa wanita yang sangat dicintainya, meninggalkannya begitu cepat?

Pertahanan Raja Huang runtuh begitu saja. Dia menangis dalam diam saat memeluk tubuh kaku Permaisuri Yue yang sudah tidak bernyawa.

Keempat anaknya masih terdiam dengan ekspresi kosong itu. Mereka tidak bisa merasakan apa-apa, tidak bisa merasa sedih, tidak bisa menangis. Itu kosong sampai kedalam hati.

Raja Huang mengusap air matanya, lalu menatap lekat keempat anaknya.

***

Rasanya mau di unpub aja nih cerita...

Dah lah, bye saja.

[✓] The Reincarnation Mission Of The Yin GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang