°24°

35.3K 4.3K 74
                                    

FengYin berjalan di lorong istana yang sepi bersama dengan Huanran—pangeran ketiga kerajaan Zhang.

"Kau menyukai seorang wanita, ya?" Tanya Huanran yang memecah keheningan diantara mereka berdua.

FengYin menoleh cepat kearah adik tirinya itu dengan mata yang menyipit curiga. "Dari mana kau tahu?" Tanyanya.

Huanran terkekeh pelan sebelum menjawab. "Tentu saja dari ayahanda," jawabnya ringan.

Jawabannya itu membuat FengYin mendengus kasar. "Seharusnya, aku katakan untuk tidak memberitahu siapapun," katanya pelan.

"Kau harusnya bersyukur. Karena hanya aku yang diberitahu oleh ayahanda tentang hal ini," celetuk Huanran.

"Berjanjilah untuk tidak memberitahu siapapun. Mengerti?"

"Iya, Baiklah. Aku berjanji."

FengYin menghela nafas lega. Ia jadi sedikit lebih tenang. Setidaknya, Huanran sudah berjanji.

"Karena kau sudah memiliki seseorang yang telah mengisi hatimu, maka kau tidak boleh melakukannya lagi," ujar Huanran membuat FengYin mengernyit, tidak mengerti.

"Melakukan apa?"

Huanran menatap kakak tirinya itu dengan senyuman sinis. "Kau pikir aku tidak tahu?" Tanyanya membuat FengYin semakin tidak mengerti. "Kau menghabisi semua wanita itu dengan tanganmu sendiri. Semua wanita yang pernah ayahanda coba untuk dijodohkan denganmu."

•••

Raja Ming Yongsheng menatap tajam putri kesayangannya—Ming Hong Ling—yang duduk dengan kepala tertunduk dalam.

"Ini sudah yang kedua kalinya kau dikalahkan oleh putri dari kerajaan Huang itu," ujar raja Ming membuat putri kesayangannya itu menunduk semakin dalam. "Bagaimana bisa kau kalah darinya?" Tanyanya dengan nada tajam yang menusuk.

"Maafkan aku, ayahanda. Tapi, putri Mei Yue benar-benar hebat. Aku tidak menyangka, jika dia bisa mengalahkan ku telak," jawab Hong Ling. Ia memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya, menatap sang ayah. "Banyak yang mengatakan bahwa putri Mei Yue selama ini hanya berpura-pura lemah, dan menyembunyikan kemampuannya yang sebenarnya."

Raja Ming menautkan alisnya. "Berpura-pura?" Beonya yang mendapat anggukan dari Hong Ling. "Kalau begitu, tantang dia sekali lagi. Jika kau kalah, aku akan memberimu sebuah kejutan tak terduga."

•••

"Mei Yue, kegelapan akan datang suatu hari nanti. Dan saat hari itu tiba, kau harus bisa mengendalikan dirimu sendiri."

"Mengapa begitu, ibunda?" Putri Mei Yue kecil menatap ibunya dengan ekspresi bingung.

Permaisuri Yue tersenyum tipis. Sekarang, mungkin Mei Yue memang tidak mengerti. Tapi, bagaimanapun ia harus mengatakannya. Karena, ia tahu bahwa hidupnya tidak akan lama lagi.

"Cepat atau lambat, kau akan mengerti," ucap Permaisuri Yue. Tangan kanannya mengelus pipi sang putri dengan lembut. "Beberapa tahun yang akan datang, kau, atau mungkin dirimu yang lain pasti akan menerima misi itu. Misi yang akan membuatmu mempertaruhkan segalanya."

Mei Yue terbangun dengan nafas yang memburu. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Apakah ia baru saja bermimpi? Tapi, mimpi apa itu? Apa maksud dari mimpi itu? Tanyanya dalam hati. Ia tidak mengerti. Sama sekali tidak mengerti. Atau mungkin, itu bukanlah sekedar mimpi. Melainkan, ingatan putri Mei Yue yang perlahan kembali.

"Tuan Putri, Anda sudah bangun."

Suara Peiyu membuyarkan lamunannya. Ia menoleh kearah dayang setianya itu yang menatapnya dengan ekspresi bingung bercampur khawatir.

"Tuan Putri, apa Anda sakit? Mengapa wajah Anda sangat pucat? Apa perlu ku panggilkan tabib?" Tanya dayang itu beruntun.

Mei Yue memutar bola matanya, malas. "Tidak perlu, aku baik-baik saja," jawabnya. Kemudian, beranjak untuk membersihkan diri. Perihal mimpinya tadi, biarlah ia simpan rapat-rapat.

Setelah selesai membersihkan diri, Mei Yue memakai gaun sutra yang telah disiapkan oleh Peiyu. Ia duduk didepan meja rias, memoles wajahnya dengan riasan yang tampak natural.

Sementara Peiyu mengeringkan rambut tuannnya yang masih agak basah itu dengan elemen angin yang ia kuasai. Saat ini Mei Yue merasa seperti sedang memakai hairdryer.

Peiyu memang menguasai elemen angin, dan bela diri. Jika bukan seorang dayang, Peiyu pasti akan menarik perhatian banyak lelaki karena pesona dan kemampuan bela dirinya yang bisa dibilang lumayan.

Tok... Tok... Tok...

"Peiyu, buka pintunya."

"Baik, Tuan Putri."

Peiyu beranjak untuk membukakan pintu kamar Putri Mei Yue. Terlihat, Jianheeng yang membawa sebuah nampan berisi satu teko teh yang masih hangat. Jianheeng segera memindahkan nampan yang ada ditangannya ke tangan Peiyu, dan masuk untuk menemui tuannya.

Mei Yue yang menyadari kehadiran salah satu pengawal pribadinya itu berbalik badan, dan Jianheeng pun segera memberi salam hormat padanya.

"Ada apa?"

"Lapor, Tuan Putri, dayang kepercayaan Permaisuri datang dan memberikan teh ini untuk Anda. Dayang itu mengatakan bahwa teh tersebut adalah pemberian dari Yang Mulia permaisuri An," lapor Jianheeng dengan nada sopan.

Mei Yue terkejut setengah mendengar laporan dari pengawalnya tersebut. "Permaisuri An?" Beonya. Jujur, ia tidak percaya. Wanita nomor satu di kerajaan Huang itu pasti merencanakan sesuatu.

"Jika di pikir-pikir, dayang Jie memang sudah cukup lama tidak mengantarkan teh dari permaisuri untuk Anda," sahut Peiyu seraya menuangkan teh pemberian permaisuri kedalam cawan dan memberikannya pada Mei Yue.

"Maksudmu, permaisuri sering mengirimkan teh untukku melalui dayang Jie?" Tanya Mei Yue yang dibalas anggukan oleh dayangnya.

Mei Yue mengangkat cawan tehnya, mencium aroma teh tersebut. Ekspresi Mei Yue langsung berubah masam setelah mencium aromanya.

Racun.

Keparat! Makinya dalam hati. Seperti yang sudah ia duga, didalam teh ini ada racun. Racun yang tercampur didalamnya memang tidak bereaksi secara langsung. Namun, bisa menghancurkan organ dalam tubuh secara perlahan.

"Apa Anda tidak ingin meminumnya?" Jianheeng memberanikan diri untuk bertanya dan menatap tuannya yang terdiam beberapa saat.

Mei Yue bergeming, menatap datar pengawal pribadinya itu. Apakah Jianheeng menginginkannya cepat mati? Ia masih bergeming dengan tatapan lurus kearah pria tersebut.

Jianheeng yang ditatap seperti itu, menundukkan kepalanya sambil berdeham pelan dengan tubuh yang bergetar. Ia lupa satu hal. Mengusik Mei Yue tentunya adalah sebuah masalah.

"Jianheeng, bagaimana jika kau saja yang meminum teh ini?"

***

Double Up!!!

Baek banget kan aku? Hehehe

Sorry, up nya lama, aku lg sibuk banget.
Sibuk ngapain? Ya sibuk ngerjain tugas onlen lah.

Oh, ya gimana sekolah online kalian? Tetap semangat ya!

Jangan lupa vote & comment ya^^

[✓] The Reincarnation Mission Of The Yin GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang