Pagi itu rumah terasa lebih sepi, serius. Syifa saja jadi sebel sendiri, tidak punya teman debat atau korban untuk dipalak.
Syifa sudah memasuki semester dua di kelas tiga SMA, harusnya ada Andrea yang bisa dimanfaatkan sehingga ayah tidak perlu membayar guru les.
Menyebalkan.
Ia benci belajar.
Kenapa harus belajar matematika ketika sudah ada kalkulator?
Kenapa harus pandai bahasa Inggris padahal sudah ada google translate?
Payah.
Lalu kimia, fisika, biologi, apaan itu?
Syifa menghela napas, menutup buku-buku tebal berisi soal-soal latihan beserta pembahasannya. Lagipula hasil tidak selalu setia dengan kerja keras, memang sih paling tidak sudah usaha, tapi ia malas saja.
Ia memutar kursi, menatap pintu kaca balkon yang sengaja dibuka. Ayah bilang harus rajin belajar, antisipasi jika gagal di snmptn juga gagal tahun ini.
Syifa mendecih, pesimis sekali.
Kembali memutar kursi, meraih laptop yang sedari tadi menyala, memutar playlist di Spotify. Syifa membuka aplikasi Skype, berharap Andrea akan menjawab.
"Ngapain lo telfon gue?"
Aish, tidak asik sekali.
Terlihat wajah Andrea di layar laptopnya, sedikit lebih tirus. Syifa hanya diam, menatap tanpa ingin berbicara, bahkan ekspresinya begitu datar dan buat kakaknya kesal.
"Gue males belajar," katanya.
Andrea mendecih pelan, "Katanya mau jadi the next Gamada? Saat lo males banyak orang diluar sana rajin belajar, kerja keras buat masuk ke UGM."
Wajah Syifa semakin keruh, "Emang kalau males kenapa, sih? Gak boleh males emang? Kan gue juga bisa bosen liatin buku."
Masih cerewet ternyata.
"Tapi menurut gue, Ayah gak akan ijinin kuliah di Jogja."
"Kenapa?" tanya Andrea.
Syifa menyangga kepala dengan tangan kanannya, "Ayah sendirian di Jakarta."
Andrea sependapat, sebenarnya tidak terlalu setuju dengan keinginan adiknya yang juga ingin kuliah di Jogja.
"Coba aja UI."
Remaja 17 tahun itu mengerucutkan bibirnya, "Kuliah kok coba-coba."
Andrea tergelak, "Gue berasa denger iklan."
Syifa ikut terkekeh, menekuk kedua tangan diatas meja, dan meletakkan dagunya, "Kenapa semester kemarin gak pulang?"
Terlihat Andrea memutar mata, itu buat Syifa kesal, "Kenapa?" tanyanya lagi.
"Males ketemu lo."
"Sialan!" maki Syifa sebelum menutup telepon sepihak.
...
Namanya juga part 00, berarti belum dimulai, masih pembukaan.Sekarang bisanya cuma video call, gak bisa peluk-peluk, saling tendang, tapi tenang, saling maki bisa secara virual kok. Jarak jauh aja masih kedengeran.
Hadeh, baca aja cape sendiri gak, sih? Jauhan aja begitu ya. Haha, gsk sih, emang gitu caranya saling sayang.
JADI, PEMBACA SIBLING GOALS TIGA TAHUN INI UDAH VOTE SEMUA PART BELUM?
MALU-MAULIN UDAH TAMAT BELUM VOTE SEMUA! AYO, AKU TERIMA BOOM VOTE, DIBAYAR UTANGNYA, PUASA LOH INI!
Gila! Berasa jadi Alwan—devandara—gue. Bacot banget.
08052020
Eunoiaelpis
KAMU SEDANG MEMBACA
Sibling Goals
Jugendliteratur[Sibling Series #1] "Cicing maneh?!" ancam Syifa sambil mengacungkan jari telunjuknya ke depan wajah kakaknya. Andrea hanya menyeringai kecil, "Ih, kecoa nih," godanya sambil mendekatkan kecoa mainan yang ada ditangan kirinya pada tubuh adiknya. ...