"Sstt! Sam.. no 2 apaan jawabannya?""Eh, Sam. Ini yang no 6 kok jawabannya beda-beda sih? Tadi jawaban pertama gue 85 cm. Lah kenapa sekarang malah jadi 115 cm?"
Samuel meletakkan pulpennya setelah menjawab semua soal. Ia kemudian melirik pada Gavin yang masih setia menunggu jawaban dari nya, sambil sesekali melirik pada guru didepan mereka, jaga-jaga jika saja guru itu melihat kearah mereka yang sedang mencontek. Eh, lebih tepatnya sih, Gavin.
"C."
Setelah Gavin kembali berbalik kedepan, Samuel kini menoleh kan kepalanya pada Arka. Laki-laki itu menautkan kedua alisnya.
"Ini lo yang salah hitung atau gue sih?"
Arka mengerutkan keningnya, "Lah, emang lo dapetnya berapa?"
"172."
Tiba-tiba Samuel merasakan lengannya yang dipukul oleh buku. Siapa lagi pelakunya jika bukan Arka.
"Si curut. Kenapa ga bilang dari tadi sih? Jadi ga perlu pusing gue ngitungnya!" Semburnya.
"Ya lo juga ga nanya." Sahut Samuel tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Berisik deh Lo berdua. Ntar ketauan sama Pak Dani baru tau rasa!" Ucap Aldi yang duduk didepan mereka. Tepat disebelah Gavin.
Samuel hanya mengangkat bahunya acuh. Tak lama kemudian, ia menguap. Merasakan kantuk mulai menyerang dirinya. Melirik pada jam dinding di bagian depan kelas, laki-laki itu menghela nafas.
Bel pulang sekolah baru akan berbunyi setengah jam lagi. Lalu apa yang harus dia lakukan selama itu? Ditambah lagi, ia merasa mengantuk sekarang. Jika Samuel memilih untuk tidur, maka ia harus siap untuk mendengar siraman rohani dari Pak Dani kalau sampai ketahuan tidur dikelas.
Lagian juga, kenapa sih mata pelajaran Matematika ini harus di jam terakhir? Semua murid juga mengakui bahwa di jam-jam terakhir itu adalah saat saat dimana mata mulai memberontak meminta untuk ditutup. Bukannya masuk ilmu yang diajarkan, yang ada malah tidur di jam pelajaran yang diamalkan.
Terlebih lagi, saat ini mereka sedang ada penilaian harian. Tetapi, Samuel sedikit bersyukur. Setidaknya, ia tidak akan mendengar penjelasan tentang angka-angka dari Pak Dani yang sudah menjadi seperti dongeng pengantar tidur baginya. Oh, tidak. Semua murid dikelas ini juga menganggap begitu.
Baiklah, sepertinya, ia akan berterimakasih kepada orangtuanya nanti, karena telah mewariskan kepintaran mereka kepadanya. Jadi, Samuel tidak terlalu pusing disaat-saat seperti ini. Walaupun jarang mendengarkan penjelasan dari Pak Dani, setidaknya otak encernya telah menyelamatkannya. Caranya belajar pun, sama seperti Allisya dulu. SKS, alias sistem kebut semalam.
Jika menurut Mommy nya itu drama Korea lebih penting, maka baginya sekarang adalah game lebih penting. Baru kemudian belajar.
Merasa bosan, Samuel mengeluarkan ponsel serta hands-free nya. Kemudian membuka aplikasi game onlinenya dan mulai bermain. Secara diam-diam tentu saja. Ternyata, ada benefitnya juga ia duduk dibelakang.
"Woi!"
Samuel tersentak kaget ketika Arka tiba-tiba menarik hands-free itu dari telinganya. Wajahnya tampak kesal karena merasa terganggu.
"Apaan sih?!"
"Sianjir! Malah main ML nih bocah. Lo ga liat tuh udah jam pulang? Buru kumpulin kertas lo."
Samuel mengangkat sebelah alisnya, kemudian menatap pada jam dinding. Benar juga, sudah memasuki jam pulang. Tapi perasaan, baru sebentar ia bergelut dengan game onlinenya itu. Lalu kenapa tiba-tiba sudah pulang saja?

KAMU SEDANG MEMBACA
SAM & NAY
Fiksi RemajaSequel of troublemaker Samuel, cowok ganteng dengan kepercayaan diri selangit, berhasil membuat Nayra si cewek jutek naik pitam setiap hari. Hidup Nayra yang semula tenang langsung berubah 180° karena Samuel si murid baru yang selalu mengganggunya...