7. Dejavu

1.9K 146 0
                                    

Don't forget to vote guys, jan jadi silent readers:)

Oke happy reading 🖤

Nayra menghela nafas, menatap laki-laki disebelahnya dengan malas. Kenapa sih laki-laki itu terus mengikutinya? Bahkan sejak mereka tidak sengaja bertemu di koridor sekolah.

Seketika Nayra langsung menyesal telah memilih untuk keluar kelas duluan, yang membuatnya jadi bertemu dengan si lelaki menyebalkan ini.

Dan sekarang, Samuel masih saja mengikutinya sampai ke halte bus dekat sekolah. Padahal sudah berkali-kali Nayra memperingatkan untuk tidak mengikutinya. Tapi ya karena Samuel itu keras kepala, jadi dia tidak mendengarkan ucapan Nayra.

Sekali lagi, Nayra juga menyesal karena tidak membawa kendaraan apapun ke sekolah hari ini yang menyebabkan ia harus diikuti terus oleh makhluk menyebalkan satu ini.

"Nay, bareng gue ajalah yok. Daripada jamuran kita disini."

Samuel masih terus berusaha untuk membujuk gadis itu agar mau pulang bersamanya, meskipun ia tahu ucapannya hanya akan dianggap sebagai angin lewat oleh Nayra.

"Lo aja kenapa, sih?!" Balas Nayra yang sudah mulai kesal. Niat ingin sendiri, eh ketenangannya malah terganggu.

"Ntar lo capek lagi."

Kedua alis itu bertaut, "Capek? Ngapain?"

"Ya kalo bus nya datengnya lama lagi, gimana? Gue ga mau liat lo nunggu, Nay. Pasti bosen, iya, kan?"

Deg!

Nayra membeku. Ucapan Samuel barusan berhasil merubah raut wajahnya. Ia merasa Dejavu dengan ini semua.

Gue ga bisa dan ga mau buat lo nunggu. Karena gue tau gimana bosannya.

Ah, memori itu lagi. Kenapa harus melintas di kepalanya disaat seperti ini sih? Nayra buru-buru merubah raut wajahnya kembali datar, kemudian terdiam sebentar.

"Gapapa, gue udah biasa. Bahkan jika itu bertahun-tahun." Ucapnya pelan.

Samuel langsung menoleh. Ia merasa mendengar bahwa Nayra barusan ngomong sesuatu meskipun pelan. Tapi, apa?

"Lo ngomong apa barusan?"

Nayra terkesiap, kemudian menggeleng kecil. Ada yang berubah dari raut wajah gadis itu. Dan Samuel dapat menangkap raut berbeda tersebut.

Sebenarnya ia ingin bertanya, tetapi raut berbeda itu membuatnya merasa tidak enak. Lagipula, apa urusannya dengan Samuel?

"Nay, batu banget sih lo. Udah si, sama gue aja. Ga bakal gue culik kok, bener deh. Paling juga ntar mentoknya ke KUA. Eh, canda deng."

Nayra langsung mendelik, sedangkan Samuel cuma nyengir. Gadis itu menghela nafas lelah. Kapan sih bus nya akan datang? Ia ingin cepat-cepat terbebas dari makhluk menyebalkan ini.

"Ga usah jutek jutek gitu lah, Nay, sama cowo ganteng. Dosa lo cuekin gue. Nay, dicuekin itu ga enak. Sakit gimana gitu. Percaya deh sama gue." Samuel memasang tampang sedihnya, yang sebenarnya malah membuat Nayra ingin melemparnya dengan sepatu.

"Bisa diem ga sih, lo, ekor cicak? Bacot mulu!"

Samuel hanya tersenyum polos, menampilkan raut wajah tak berdosa nya, seakan tidak melakukan apa-apa.

Namun setelah itu, Samuel benar-benar diam. Membuat Nayra diam-diam menghela nafas lega. Capek juga harus mendengar bacotan laki-laki itu.

Matanya berbinar saat melihat apa yang sedang ditunggunya akhirnya tiba. Tanpa menunggu lagi, setelah bus itu berhenti dihadapan mereka, Nayra langsung masuk tanpa mengucapkan apa-apa pada Samuel. Setelah itu, bis itupun melaju meninggalkan halte tersebut yang masih tersisa Samuel disana.

"Gue ditinggal sendirian, nih? Ya Allah, gini banget nasib cowo ganteng. Di tinggal mulu." Samuel mengelus dadanya mendramatis.

Laki-laki itu menghela nafas, kemudian beranjak dari tempatnya. Ia kembali berjalan menuju sekolah yang tak jauh dari sana, dimana mobilnya telah menunggu sejak tadi.

•°•°•°•°•

"Assalamualaikum."

Samuel masuk kedalam rumah megah tersebut. Suasana rumah tampak sepi. Tentu saja, karena hanya ada dirinya dan Bi Sarni dan pak Tarjo, selaku ART dan sopir dirumah itu. Pak Tarjo dan Bi Sarni sendiri adalah pasangan suami istri.

Jadi bisa dibilang, kalau Samuel jomblo sendiri disana? Ah, sudahlah. Lupakan!

Terkadang Samuel heran, kenapa Daddy nya itu membeli rumah sebesar ini, padahal mereka saja jarang berada di sini. Bahkan rumah ini besarnya hampir sama dengan rumah mereka yang ada di Berlin.

Padahal kan kalau dipikir-pikir, sayang uangnya, hehe. Mending di tabung dong ya buat biaya nikah Samuel. Eh, ngga deng. Bercanda.

Ini adalah salah satu dari beberapa alasan Samuel meminta untuk pindah ke Jakarta. Ya daripada rumah ini tidak ada yang menempati. Mereka saja kalau berkunjung kesini masih bisa dihitung jari. Kalau ga setahun dua kali ya, setahun sekali. Itu juga kalau saat libur.

Samuel berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Aroma maskulin tercium ketika ia membuka pintu kamar yang berukuran luas tersebut.

Laki-laki itu melempar tas nya ke sofa, lalu membuka dan melempar dasinya ke sembarang arah. Menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur, ia memejamkan matanya sebentar.

Ia tersenyum tipis, ketika wajah Nayra muncul di kepalanya saat ia sedang memejamkan.

Astaga, ada apa dengan dirinya?

Matanya kembali terbuka ketika ponselnya berbunyi. Ada sebuah notifikasi chat yang masuk. Samuel melebarkan senyumnya. Sedetik kemudian setelah membaca chat tersebut, jari-jarinya menari apik di atas keyboard. Membalas chat tersebut.

Miss you too:)

•°•°•°•°•

Gadis itu berdiri di balkon kamarnya. Menatap lurus kearah balkon dari rumah sebelah, yang persis menghadap balkon kamarnya.

Senyum tipis terbit dibibir nya yang jarang tersenyum. Mengingat sebuah hal kecil, yang memaksa senyumnya untuk terbit.

Jangan sedih, gue selalu ada buat lo.

Senyum dong, biar makin cantik.

Gue ga akan biarin lo merasa rindu. Karena gue akan selalu disamping lo.

Senyuman itu perlahan memudar. Tergantikan oleh sendunya raut wajah itu kini. Tak ada lagi senyuman yang tersisa.

Semuanya terasa hambar. Tidak pahit, tidak pula manis. Bahkan mungkin, teh tawar lebih nikmat dari pada kehidupan flat nya yang memang sangat-sangat hambar.

Padahal dulu, hidupnya terasa sangat menyenangkan. Seakan tak pernah ada luka, tawalah yang selalu terdengar setiap hari. Senyuman lah yang selalu ia perlihatkan.

Sebelum sesuatu terjadi, yang menyebabkan semuanya berubah perlahan. Perubahan yang rasa-rasanya, telah membawa pergi kebahagiaan dirinya.

Jika kamu saja pergi tanpa alasan, maka masih kuatkah alasan ku untuk terus bertahan?

•°•°•°•°•

SAM & NAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang