15. Dia

1.4K 105 0
                                    


"SAMUEL ARKA ALDI GAVIN!!! JANGAN LARI KALIAN!"

Teriakan yang mampu menggetarkan gendang telinga itu terdengar membahana di koridor sekolah. Dengan wajah yang memerah dan napas yang memburu, Pak Bobby terus mengejar keempat murid kampret itu.

Sedangkan objek teriakannya tadi malah tertawa-tawa, terus berlari menghindari Pak Bobby yang sudah meledak-ledak akibat ulah mereka.

"Udah, woy! Capek gue lari, hahaha!" Gavin mengatur napasnya yang ngos-ngosan, seraya masih tertawa.

Mereka berempat akhirnya berhenti, tepat saat ini posisi mereka sudah ada diparkiran sekolah yang mulai sepi dan hanya ada beberapa siswa lagi, karena bel pulang sudah berbunyi sejak tadi.

"Lo ngapain ikut lari, Al? Sono kerjain hukuman dari Pak Bobby!"

Aldi langsung mendelik menatap Arka, "Ogah gue bersihin toilet sendirian! Kan dihukumnya barengan. Jadi kaburnya juga barengan."

Samuel langsung berdecak dan menggelengkan kepalanya, "Ck ck ck! Bener-bener ga ada akhlak kalian. Masa di hukum buat bersihin toilet malah kabur? Dimana hati nurani kalian, gais? Padahal kalian bisa dapet pahala kalo gitu, kan itung-itung ngeringanin pekerjaan nya Pak Dadang."

Plak!

Samuel meringis karena mendapatkan tabokan sekaligus dari ketiga temannya yang saat ini menatapnya sangsi.

"Lo juga di hukum, bego!" Geram Gavin yang ingin sekali menceburkan Samuel ke rawa-rawa.

"Tau ah! Punya temen ga ada yang waras. Heran gue." Ujar Arka menghela nafasnya.

Aldi langsung menatap Arka datar sambil bersedekap dada, "Apakah anda pikir bahwa anda itu waras, wahai crocodile?"

Arka hanya mendengus sebagai balasan. Tidak menyahuti sama sekali ucapan Aldi yang baru saja menyindirnya.

"Udah udah, ga usah ngerebutin gue. Percuma, gue juga ogah sama kalian." Ucap Samuel yang lagi-lagi langsung mendapat tabokan dari mereka.

"Ya Allah, nista banget hidup Samuel sampe harus ditabok mulu tikus tikus ini." Lanjutnya mulai berdrama.

"NAJIS BEGO!" Pekik mereka bertiga membuat Samuel langsung merengut.

"Jahat kalian ih!"

"Ga usah drama, Sam. Bosen gue liat idup lo yang penuh drama itu." Aldi memutar bola matanya jengah.

"Kek idup lo kaga drama aja." Cibir Gavin.

"Udah ah, malah ribut. Ini kita jadi pulang ga nih?" Ujar Samuel yang sudah kembali waras.

"Jadi dong. Eh, kita langsung ke rumah lo kan, Sam?" Balas Arka yang langsung dijawab anggukan oleh Samuel.

"Eh, Tante cantik ada dirumah kan, Sam?"

Samuel langsung melirik Gavin sinis, "Lo ganjen banget sih sama nyokap gue? Gue aduin sama Bapak Devan tau rasa lo. Abis di eksekusi lo ntar."

"Biasalah, jomblo kurang belaian emang gitu." Sahut Arka membuat Gavin langsung menatapnya kesal.

"Lo juga jomblo btw." Tambah Aldi.

"Heh mentang-mentang lo---"

"HEI!! KESINI KALIAN!!"

Perdebatan tidak penting antara keempat anak manusia itu langsung terhenti ketika teriakan menggelegar itu kembali terdengar. Tak jauh dari parkiran, Pak Bobby berdiri sambil berkacak pinggang dan menatap tajam kearah mereka. Dengan gerakan kilat mereka langsung menuju motor masing-masing.

"KABUR WOI KABUR!"

"EHH JANGAN PERGI KALIAN!"

•°•°•°•°•

"Dia kenapa?"

Dena mengalihkan tatapannya pada Risa, kemudian menoleh kearah Nayra dan kembali menatap Risa. Gadis itu mengangkat bahunya pertanda tak tahu terkait pertanyaan Risa tadi.

"Nay, lo kenapa?"

Dena menepuk pundak Nayra yang saat ini tengah menatap kosong pada buku ditangannya. Matanya saja yang mengarah ke buku tersebut, tetapi pikirannya entah melayang kemana.

"Hah?"

Nayra yang sedang melamun itupun sedikit terkejut ketika Dena menepuk pundaknya, kemudian melayangkan tatapan heran padanya.

"Kenapa?" Nayra malah balik bertanya.

Risa menghela nafas, "Harusnya kita yang tanya, lo kenapa? Lagi ada masalah?"

Nayra menggeleng pelan, "Ngga." Jawabnya lirih.

Mendengar jawaban Nayra, Dena memicingkan matanya menyelidik, "Dalam kamus seorang Nayra Falencia yang gue kenal selama ini, 'ngga' berarti 'iya'. Cerita, kenapa?"

"Bukan apa-apa."

Dena menghela nafasnya, kemudian menatap Nayra penuh arti, "Mikirin dia lagi?"

"Bener, Nay?" Risa ikut menatapnya.

Mendapatkan tatapan seperti itu, Nayra langsung berdecak, "Apaan sih? Bukanlah!"

"Cih! Mulutnya aja bilang bukan. Tapi hatinya mah bilang iya." Cibir Risa.

"Ga usah sotoy!" Nayra menatapnya garang.

"Sampai kapan sih, Nay?"

Nayra langsung menatap Dena dengan alis terangkat, "Apanya?"

"Lo kayak gini terus. Mikirin dia. Nay, ini tuh udah lama. Kenapa lo seyakin itu dia bakal balik lagi?"

Nayra terdiam. Tatapannya kembali kosong dengan pikiran yang juga kembali melayang.

"Udah banyak yang pernah kita lewati. Dan pergi tanpa alasan, bukan berarti ga akan kembali lagi. Gue yakin."

"Kalau misalnya semua itu ga akan terjadi?" Risa mengangkat sebelah alisnya.

"Gue udah bilang kalau gue yakin, kan?"

Dena dan Risa terdiam mendengar ucapan tegas penuh keyakinan dari Nayra. Mereka berdua sama-sama menghela nafas.

Terkadang, keyakinan Nayra ini yang membuat mereka takut. Takut jika keyakinan itu hanya membuahkan kekecewaan nantinya. Tidak ada yang tau, bagaimana kebenarannya. Hanya yang diatas lah yang tau, apakah keyakinan Nayra itu akan terwujud atau malah sebaliknya.

"Sangat yakin itu ga salah, Nay. Tapi, lo juga harus inget. Ada batas dari semua keyakinan itu. Karena kalau semua itu hanya sebuah keyakinan dan ga akan terjadi, yang ada lo malah kecewa." Ujar Risa membuat Dena mengangguk.

"Bener, Nay. Kita cuma ga mau, ngeliat lo kecewa kalau suatu saat itu ga akan terjadi. Lo mungkin boleh percaya kalau dia pasti akan kembali, tapi lo juga harus inget. Bukan manusia yang mengatur segalanya. Ga semua keinginan dan keyakinan bisa terwujud. Semua udah digariskan dengan rapi sama penciptanya." Tambah Dena.

Nayra masih bungkam, sama sekali tidak membuka mulut untuk berbicara.

"Liat kedepan, Nay. Udah saatnya lo melangkah maju. Bukannya terus menoleh kebelakang untuk menunggu sesuatu yang bahkan kita ga tau apakah itu pasti atau ngga. Berhenti liat kebelakang. Future lo ada didepan, bukan dibelakang. Tanpa lo tau, ada seseorang didepan yang sebenarnya nungguin lo yang masih menoleh kebelakang." Lanjut Risa.

"Gue udah terlalu stuck disana. Gimana caranya gue bisa keluar? Gue percaya sama dia. Meskipun dia ga pernah bilang alasannya, tapi gue yakin dia ga akan bikin gue kecewa." Ujar Nayra dengan sangat yakin.

Risa dan Dena kembali menghela nafas. Tidak lagi mengucapkan apa-apa. Sulit sekali rasanya untuk memberikan pengertian kepada Nayra yang sudah terlanjur sangat yakin dengan semua itu.

"Semoga ada yang bisa bikin lo untuk berhenti menoleh kebelakang." Bisik Dena yang tidak ditanggapi oleh Nayra.

•°•°•°•°•

SAM & NAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang