35. Sakit

1.3K 94 7
                                    


"HEH SETAN PELAN-PELAN BAWA MOTOR NYA!!"

"BIAR CEPET SAMPE, NTAR KEBURU HUJAN!!"

Langit sore itu tampak dipenuhi oleh awan mendung. Udara terasa sejuk. Jalanan yang ramai--meskipun tidak menyebabkan kemacetan, tak lantas membuat motor sport berwarna merah tersebut melaju dengan kecepatan standar. Sang pemilik terus memacu gas, tanpa memperdulikan teriakan seseorang dibelakangnya.

"WOI ANJIM GUE NGGA MAU MATI MUDA!! BERHENTI SAMUEELLL!!"

Tess... Tess...

Hujan turun tiba-tiba dengan derasnya, membuat suaranya semakin teredam. Jalanan basah, dan tentunya menjadi sedikit licin. Membuat seseorang yang terus berteriak tadi semakin khawatir.

Demi apapun, ia masih menyayangi nyawanya.

Namun tak berapa lama kemudian seiring hujan yang semakin deras, motor sport itu menepi didepan sebuah ruko yang sepertinya tidak terpakai.

Nayra turun duluan dari motor tersebut, melepaskan helm dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Oh, jangan lupakan mulut pedasnya yang sedari tadi terus mengumpat.

Samuel yang baru turun dari motor, terkekeh melihat raut wajah tertekuk milik Nayra. Bibir tipis itu terus saja menggerutu, disertai umpatan-umpatan yang keluar. Terlihat menggemaskan.

Jangan tanyakan kenapa tiba-tiba Samuel membawa motor hari ini. Karena sebenarnya, selama di Jakarta ia belum pernah diberikan fasilitas motor oleh kedua orangtuanya. Pernah sih, Samuel membawa motor. Itupun milik Arka. Karena orangtuanya benar-benar tidak mengizinkannya mengendarai motor disini.

Ini adalah pemberian dari kakeknya, saat berkunjung beberapa hari yang lalu sebelum melanjutkan tujuannya ke Bandung. Itupun hasil dari ia merengek pada kakeknya. Ia tau, kakeknya sangat menyayanginya. Tentu saja Adrian tidak bisa menolak, meskipun kali ini Samuel harus berusaha lebih keras saat membujuk sang kakek.

Sebenarnya, Allisya dan Devan sengaja tidak memberikan Samuel motor disini. Perlu kalian ketahui, Samuel sangat menyukai balapan ketika masih di Berlin. Itu membuat kedua orangtuanya tidak percaya membiarkan Samuel dengan motornya saat ia jauh dari jangkauan mereka.

Sstt, jangan katakan pada orangtuanya bahwa Samuel telah diberikan motor oleh kakeknya, disini. Atau ia akan mendapat masalah. Bahkan Samuel telah memiliki rencana untuk menyembunyikan motornya ketika orangtuanya datang berkunjung.

"Lo kalau bawa motor kayak ngajakin mati, tau, nggak?!" Nayra mendengus sebal, dirinya sibuk kembali menetralkan nafas dan detak jantungnya yang sejak tadi seakan diuji karena ulah Samuel.

"Maaf, hehe," Samuel menyengir polos.

Tidak lagi merespon, Nayra sibuk menatap jalanan yang sudah basah karena hujan. Langit terlihat gelap, seolah saat ini sudah hampir malam, padahal jam baru menunjukkan pukul 4 sore.

"Nay, lo marah?" Samuel mencolek lengan kiri Nayra.

"Nggak."

"Bener?"

"Iyaa panjul," jawab Nayra jengah.

Hening. Tidak ada lagi pembicaraan setelah itu. Keduanya sibuk menatap jalanan didepan, dengan pemikiran masing-masing.

Setengah jam berlalu, dan sepertinya hujan memang tidak berniat untuk berhenti. Buktinya, bahkan sampai sekarang hujan malah turun semakin deras. Dan jangan lupakan angin kencang yang menyertai.

"Keknya hujannya bakalan lama deh," Samuel menghela nafasnya, lalu menatap kearah langit yang masih didampingi oleh awan mendung.

"Terus gimana?" Nayra bertanya, menatap kearahnya.

SAM & NAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang