Ruby Maxwell, seorang gadis dengan kehidupan yang rumit, berusaha untuk 'tidak terlihat' di kampusnya. Ia hanya ingin menyelesaikan studinya, sesuai dengan keinginan ibunya. Namun semua itu berubah ketika ia harus berurusan dengan lelaki populer di...
Jam pun menunjukkan pukul dua belas malam dan shift Ruby bekerja pun telah usai. Alex menepati ucapannya. Benar saja ia menunggu di beranda luar bar tempat Ruby bekerja. Sambil menghisap rokoknya, Alex bersandar pada dinding dan memandangi handphone-nya.
“Kau lama sekali.” ucap Alex saat Ruby keluar dari pintu utama bar.
“Tidak ada yang menyuruhmu untuk menungguku.” ujar Ruby ketus. Alex langsung mematikan rokoknya dan menarik tangan Ruby menuju mobil. Alex menduduki Ruby di kursi penumpang dan melajukan mobilnya menuju jalan raya.
“Kurasa ini bukan jalan ke asrama. Dan apa yang kau lakukan di hutan ini?” tanya Ruby yang terdengar panik. Alex memutar stir mobil sportnya ke arah sebuah hutan di pinggir jalan raya.
Alex hanya menyunggingkan senyumnya, “Apa kau khawatir aku akan melakukan sesuatu padamu?”
Mobil sport merah itu semakin masuk ke dalam hutan, melewati pepohonan yang rimbun dan semak-semak. Tidak tampak sedikitpun cahaya. Ruby semakin merasakan kegelisahan, karena ia tahu Alex mampu melakukan apapun terhadapnya, mengingat ia pernah menghajar Bob Sadusky, kapten taekwondo di kampus, hingga babak belur.
Ruby tahu ia bisa menjaga dirinya, namun dengan Alex Archer, entahlah, ia yakin ia akan kalah kuat dari lelaki itu. “Turun, dan ikuti aku.” ujar Alex setelah memarkirkan mobilnya di salah satu spot kosong.
Mereka semakin masuk jauh ke dalam hutan. Jalan setapak pun terlalu rimbun, sehingga Ruby tidak sengaja tersandung oleh akar pohon yang menjulur keluar dari tanah.
Brukkk.
“Bisakah kau lebih berhati-hati?” Namun dengan sigap, Alex menangkap Ruby, dan mereka hampir saja berpelukan.
“Apakah menurutmu aku bisa melihat di kegelapan ini?” tanya Ruby.
Mereka pun melanjutkan perjalanan. Mata Ruby terbelalak. Rahangnya hampir saja lepas dari pegangannya. Ia terlalu takjub dengan pemandangan yang ada disitu.
Sebuah padang rumput yang cukup luas dikelilingi dengan pepohonan, sehingga ia bisa melihat bintang-bintang berhamburan di langit malam. Udara yang cukup sejuk malam itu semakin mendukung ketenangan malam di hutan itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Ini adalah tempatku menenangkan diri, dan perhatikan liurmu, Maxwell, itu sudah akan menetes.” ujar Alex sambil duduk di rerumputan dan meletakkan beberapa kaleng bir. Ruby pun ikut duduk di samping Alex. Matanya tak berhenti menatap langit yang dipenuhi hamburan bintang.
“Tempat ini menakjubkan. Di sini sangat tenang.”ujar Ruby..
Alex membuka sekaleng bir dan menyeruputnya. Sambil minum bir nya, Alex tidak berhenti menatap gadis yang duduk di sebelahnya. Alex baru menyadari Ruby memiliki mata biru keabuan, sangat cantik. Dibingkai dengan rambut gelapnya. Rahangnya yang tajam, bibirnya yang tebal, dan pipinya yang sedikit kemerahan semakin mengeluarkan aura kecantikan dari wajah Ruby.
“Alex, mengapa kau membawaku kemari? Bukankah ini temp….” belum-belum Ruby menyelesaikan kalimatnya, Alex sudah mengecup bibirnya dengan sangat cepat, hingga Ruby tidak sempat mengelak. Mereka berdua pun terjebak dalam adegan ciuman itu untuk beberapa saat, menikmati keheningan, dan suara alam yang mendukungnya.
“Aku membawamu kemari karena hariku sudah cukup buruk, dan kau harus menemaniku di sini untuk beberapa waktu.” ujar Alex datar.
Jarak wajah mereka sangat dekat. Ruby dapat merasakan deru nafas Alex dan wangi tubuhnya yang maskulin. Ruby masih membeku, terkejut atas apa yang baru saja Alex lakukan.
“Alex…apa...yang kau...lakukan?” tanya Ruby terbata-bata dengan suara parau. Tenggorokan nya begitu kering hingga ingin rasanya menenggak semua kaleng bir yang ada di sebelahnya.
Telunjuk Alex pun mendarat di bibir Ruby dengan lembut, yang mengisyaratkan Ruby untuk tetap diam. “Tetap seperti ini untuk sebentar saja. Bibirmu sangat manis.” Lalu Alex kembali melumat bibir Ruby dengan lembut.
----------
Sore ini cukup sejuk. Ruby memiliki janji dengan Jake untuk bertemu di podium lapangan football. Ia memiliki hal yang perlu ditanyakan mengenai tugas resume novelnya. Jake cukup pandai dalam hal literasi. Tak heran jika ia sudah menghabiskan waktu untuk membaca berbagai jenis judul novel.
Ruby pun duduk di podium dan masih mendengarkan lagu dari handphone-nya. Earphone-nya pun dibiarkan menjuntai di depan kaosnya. Ia sudah menyiapkan dua botol jus strawberry dingin dan dua sandwich tuna untuk dimakan bersama dengan Jake selagi membahas tugas resumenya. Tak lama Jake pun menghampiri Ruby.
"Hai, Rubs! Apa yang bisa kubantu? Bagian mana yang kau tidak mengerti?"ujar Jake sambil duduk di sebelah Ruby.
"Kau tahu, bagian yang kemarin kita bahas di Rosemary, belum juga selesai. Aku melewatkan bagian itu karena terlalu sulit." ujar Ruby sambil membuka laptop di pangkuannya.
Mereka pun mulai membahas resume milik Ruby. Dari lapangan football, Alex memperhatikan Ruby dan Jake dari kejauhan sejak tadi. Entahlah, ia tidak menyukai Jake. Mungkin karena rambutnya yang disisir rapi, perawakannya yang pintar, atau pokoknya semua tentang lelaki itu Alex tidak suka. Melihatnya saja sudah sangat menyebalkan baginya.
Alex sedang melakukan lempar-tangkap bola football dengan Lucas. Namun fokusnya jauh pada seorang gadis yang duduk di bangku podium. Tak lama, Aaron dan Nick menghampiri Alex.
"Nanti malam, kita ke Bucharest ya. Lucas ingin memberikan catatan kelas kimia Mr. Thompson, sekalian kita kumpul-kumpul." ujar Aaron.
"Okay, bagaimana kalau jam 8?"ujar Nick.
"Sounds great. Eh ngomong-ngomong, siapa gadis itu? Yang sedang duduk di podium ujung? Ia cukup manis."ujar Nick sambil menyipitkan mata.
"Itu kan Ruby Maxwell. Benar kan, Alex?" ujar Aaron sambil menepuk bahu Alex. Dan Alex pun hanya mengangguk untuk menjawab Nick.
"Bukan kah itu Jake McKinsey? Anggota olimpiade matematika kan? Mereka terlihat cocok. Apa mereka berpacaran?" ujar Aaron berbicara tanpa berpikir panjang.
Telinga Alex pun menjadi panas. Entah mengapa ia kesal dengan apa yang Aaron bicarakan. Alex pun membanting bola football ke rumput dan meninggalkan Aaron dan Nick yang masih tercengang melihat kelakuan temannya.