Chapter 12

732 78 0
                                    

Kafetaria begitu ramai siang ini, tidak seperti biasanya. Hal itu karena adanya festival dan bazar acara tahunan yang diselenggarakan oleh kampus. Booth-booth memenuhi lorong kafetaria. Hampir semua mahasiswa berkumpul di sana, tidak hanya untuk mendapatkan makan siang, namun juga melihat bazar. Tak terkecuali dengan Ruby.

Ruby berjalan bersama Casey, teman sekamar nya di asrama, untuk makan siang di kafetaria. Mereka pun segera berjalan menuju stall makanan, untuk membeli sepiring Mac n Cheese serta segelas strawberry juice dingin. Ketika Ruby dan Casey sedang mengantri untuk membeli makanan, tiba-tiba seseorang menyapa Ruby.

"Hai, Ruby." ujar Leon Cowell, ketua senat tahun ini, tiba-tiba menyapanya. 

"Oh, Hai, Leon." Ruby membalas sapaan Leon canggung. 

"Aku tidak tahu kau mengenal Leon sebaik itu. Apa kalian ada tugas kelompok bersama?" ujar Casey berbisik pada Ruby sambil kebingungan. Ia tahu betul jika Ruby tidak memiliki banyak teman. Mungkin bisa dikatakan hanya Casey dan Jake lah teman Ruby di kampus. 

"Entahlah, aku tidak pernah berbicara dengan Leon sebelumnya." ujar Ruby yang juga kebingungan. Memang akhir-akhir ini, ia merasa lebih diperhatikan oleh orang-orang. 

Casey berdehem sambil mengacungkan jari telunjuknya, tanda ia mendapatkan sebuah ide. "Ah, aku tahu. Sepertinya sejak kau terlihat bersama dengan Alex Archer, orang-orang jadi lebih memperhatikanmu." ujar Casey lalu merangkul sahabatnya itu.

"Aku hanya bersamanya di perpustakaan. Tidak banyak orang yang melihatnya." ujar Ruby menatap Casey dengan heran.

Casey menatap tajam mata Ruby. "Jangan lupakan  insiden di depan klinik kampus. Ada satu juta pasang mata yang melihat keromantisan kalian. Kau tahu, hampir semua orang membahas insiden itu. Bahkan Mrs. Jensen, kepala kafetaria, saja membahasnya." 

"Insiden apa? Aku hanya berbicara dengannya di depan klinik. Tidak lebih." ujar Ruby terdengar sedikit kesal. Menurutnya orang-orang hanya bersikap berlebihan terhadapnya dan Alex. 

"Apa kau bilang? Tidak lebih? Kalian berpegangan tangan dari perpustakaan ke ruang klinik. Kau hitung saja sendiri kemungkinan peluangnya, berapa banyak orang melihat kalian." ujar Casey sambil menunjuk orang-orang di kafetaria. 

Benar apa yang dikatakan Casey. Seketika mata Ruby menerawang jauh, mengingat-ingat insiden kemarin sore. Ruby baru teringat bahwa Alex menggenggam tangannya saat berjalan dari perpustakaan hingga klinik kampus. Pantas saja orang-orang memperhatikan Ruby dan Alex sore itu. 

Casey dan Ruby pun sudah membawa pesanan mereka. Setelah membayar, mereka segera berjalan menuju area tempat makan dengan membawa nampan yang berisikan makanan. 

Tak lama berselang, sesuatu menyandung Ruby hingga ia tersungkur dan seluruh makanan di nampannya berantakan di lantai. Suasana kafetaria menjadi hening. Semua pasang mata tertuju pada Ruby yang masih tersungkur di lantai. 

"Wah, lihat siapa ini? Ruby Maxwell? Sebaiknya kau membersihkan wajahmu. Kau terlihat berantakan." ujar Bianca dengan senyum sinisnya.

Ruby pun berusaha untuk berdiri, ingin sekali ia membalas perbuatan Bianca. Mungkin dengan sedikit jambakan, ia sudah puas. Namun saat mencoba berdiri, Ruby merasakan sakit yang luar biasa pada pergelangan kakinya. Seakan menambah kesialannya hari ini. 

"Apa kau sudah puas, Bianca?" ujar Ruby memelas. Ia hanya ingin berlari dari kafetaria ini secepat kilat. Menjauh dari mahasiswa lain yang kini sedang menatapnya. 
 
Bianca mendekati Ruby dan berjongkok hingga tinggi mereka sejajar. Lalu ia berkata, "Aku tidak akan pernah puas denganmu, Ruby. Jangan pernah bermimpi untuk memiliki Alex. Kau tidak sebanding dengannya. Dia milikku." Bianca pun menuangkan milkshake coklat di atas kepala Ruby secara perlahan. 

Suasana kafetaria menjadi ricuh. Semua orang tidak menyangka apa yang sedang mereka lihat, begitu juga dengan Casey yang membeku di belakang Ruby, sambil menutup mulutnya. Ia terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Bianca. 

Ruby hanya bisa menunduk lemas. Ia dapat mendengar seluruh orang di kafetaria berbisik-bisik, seperti membicarakannya. Tak lama berselang, terdengar suara yang Ruby hafal dengan baik.

"Cukup sudah, B." ujar Alex muncul dari kerumunan dan menatap Bianca dengan sinis. 

"Oh, hai, Alex. Aku hanya memberikan nasihat pada Ruby, agar ia tahu diri bahwa ia tidak selevel dengan kita." ujar Bianca dengan santai. Ia pun berdiri menghampiri Alex yang berada tidak jauh dari tempat itu. 

Alex berjalan melewati Bianca dan menghampiri Ruby. Lelaki itu berjongkok di depannya. "Apa kau baik-baik saja? Apa kau bisa berdiri?"

Ruby pun mencoba untuk berdiri, namun ia terjatuh lagi. "Kakiku terkilir, tampaknya aku tidak bisa berdiri."

Alex melihat ada lebam di pergelangan kaki Ruby. Ia pun bergegas membopong Ruby ala bridal style. Alex tak peduli dengan berjuta pasang mata yang menyaksikan kejadian ini. Ia terus berjalan melewati orang-orang yang sedang berkerumun di sekitar lokasi kejadian. 

Bianca yang melihat adegan romantis ala putri dan pangeran ini pun tercengang, begitu pula dengan mahasiswa lain yang ada di kafetaria itu. Mereka tidak menyangka bahwa Alex akan memperlakukan Ruby seperti itu.

Ruby hanya mampu menunduk dan bersembunyi di dada bidang Alex. Ia tak kuasa menahan malu namun di satu sisi mungkin ini adalah cara terbaik untuk pergi dari tempat itu. Mereka pun berjalan keluar area kafetaria, diikuti oleh Casey dibelakangnya.

"Bisakah kau turunkan aku di depan toilet?" ujar Ruby masih dalam kondisi menunduk. Ia begitu malu dalam keadaan berantakan ketika harus berhadapan dengan Alex. 

"Here you go. Hati-hati." ujar Alex sembari menurunkan Ruby secara perlahan. 

Ruby pun segera masuk ke dalam toilet, diikuti oleh Casey. Ruby melihat pantulan dirinya di depan cermin wastafel. Begitu berantakan dan kacau. Rambutnya dipenuhi dengan lumuran milkshake coklat dan kaosnya sangat basah. Ruby pun menghela nafas panjang. 

"Bisakah kau ambilkan tisu untukku, Case?" ujar Ruby sambil berpegangan dengan wastafel. 

"Ini gila, Rubs. Kau baru saja dibopong oleh seorang Alex Archer. Ini bukan lagi sebuah rumor. Apa kau melihat wajah Bianca? Ia seperti habis melihat hantu." ujar Casey sembari terkekeh. 

"Ini bencana. Aku akan berurusan dengan barbie itu untuk jangka waktu yang lama." ujar Ruby mendengus keras seperti kuda. Ia pun berusaha untuk melepas kaosnya yang penuh dengan milkshake coklat dengan susah payah. 

Tiba-tiba, Alex membuka pintu toilet dan menerobos dengan santainya. Ketika kaos yang sedang Ruby lepas baru mencapai lengan bagian atas. 

"Ini ambillah. Kau bisa memakai sweater-ku. Kau membutuhkannya." ujar Alex menatap Ruby yang sedang melepas kaosnya. Ia tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari Ruby. 

Situasi menjadi canggung. Ruby masih dalam posisi setengah telanjang dan kaosnya tersangkut di lengannya. Sedangkan Alex sedang menjulurkan sweater-nya. Casey hanya bisa tercengang melihat kejadian ini. Ketiganya dalam posisi membeku. 

Akhirnya, Ruby memecah kecanggungan dengan berkata, "Nggg...Casey, bisa kau ambilkan sweater itu? Aku tidak bisa bergerak."

"Ah, baik, biar aku yang pegang sweater-nya." Casey pun tersadar dari keterkejutannya dan segera meraih sweater itu.

Alex menyerahkan sweater itu pada Casey dan beranjak keluar toilet. Ia tidak terlihat canggung sama sekali saat masuk ke toilet wanita dan melihat Ruby setengah telanjang. Ruby pun hanya bisa mengumpat melihat kejadian ini. Tiba-tiba, tawa Casey meledak. 

"What a day! Rubs, ini menakjubkan. Pertama, Alex menggenggam tanganmu di klinik. Kedua, ia membopongmu di kafeteria. Ketiga, ia melihatmu setengah telanjang." ujar Casey bertepuk tangan sambil menggelengkan kepala tanda tak percaya. 

"Bisakah kau diam? Sebaiknya kau membantuku melepas baju menjijikan ini. Aku sudah mati rasa terjebak dalam kaos ini." ujar Ruby kesal. 

"Selamat, Ruby Maxwell. Kau sudah resmi muncul ke permukaan dunia sosial ini." ujar Casey sambil menjabat tangan Ruby. 

----------

To be continue

The Stars and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang