9 - Hari Pertama

361 34 4
                                    

Ntah sampai kapan.
Ntah sampai di titik mana.
Aku harus menanggung derita sedalam ini.
Berpura pura bahagia di depan mereka.
Berpura pura tak apa di depan para manusia.

Ntah sampai kapan cahaya akan menyingsingkan diri dari kehidupan kelamku ini.

Ntah sampai kapan.

Bantal yang menumpu kepalaku sudah basah dengan air mata.
Aku sering mengalami ini, bermimpi tentang dukacita yang mengandung kesengsaraan hati.
Perulangan masa lalu, mimpi buruk yang menduplikasi.
Entah sampai kapan aku akan harus terus berpura pura dan menangis di balik topeng keberanian.
Aku juga butuh seseorang yang bersedia menjadi sandaranku dikala susah, dikala mimpi buruk itu mengedar dalam kepala.

Aku, Yulia Humairah.

Jika kalian tahu kehidupanku dulu, kalian akan setuju jika kukatakan hidupku sempurna.

Ayah yang baik, lembut, dan mengajariku dengan penuh ketegasan tanpa menyakiti secara fisik maupun mental.

Ibu yang pengertian, perhatian, rajin memasak, dan selalu memberikanku nasihat baik saat pikiranku buntu terhadap suatu keadaan.

Meskipun gaji ayah pas-pasan, dan ibu hanya membuka warung kelontong kecil-kecilan di rumah, aku tetap bahagia dan merasa sempurna. Aku tak berharap hidup mewah, aku pun tak masalah saat memiliki sedikit teman karena hidupku yang terlampau sederhana. Meskipun anak tunggal, aku tak pernah merasa kesepian di rumah. Karena ada mereka, orang tua yang sangat ku cinta.

Tapi semuanya menjadi berbeda. Benar benar berubah dan terbalik dari asalnya. Hal itu terjadi saat pertama kalinya aku mendengar papa membentak mama, menamparnya, dan mengusirnya dari rumah. Papa tidak pernah mau memberitahuku mengapa dia melakukan itu. Aku sudah sering bertanya, tapi dia hanya diam atau mengalihkan pembicaraan. Tahun itu aku masih kuliah, waktu dan mentalku terbatas untuk mencari tahu apa penyebab mama pergi, dimana dia, dan mengapa dia tak berusaha untuk menemuiku barang sekali.

Hingga suatu hari, aku menemukan sosoknya kembali di tempat gelap itu. Satu satunya tempat yang ramai pada waktu malam. Mama tak bisa mengelak lagi saat aku memergokinya berbincang mesra dengan seorang lelaki seumurannya. Padahal aku tahu, proses cerai mama dan papa masih belum rampung. Bisa ku ambil kesimpulan, bahwa laki laki yang bersama mamaku saat itu adalah penyebab kehancuran rumah tangga orang tuaku.

Aku mencari laki laki itu, mendatanginya, menangis dan memohon agar dia meninggalkan mamaku, agar dia membantuku untuk membujuk papa membatalkan perceraian, karena aku tahu, papa masih sangat mencintai mama.

Tapi apa yang kutemukan menghempas segala harapan.

Laki laki itu bilang bahwa tak ada hubungan diantara mereka. Pertemuannya dengan mamaku hanya untuk malam itu. Aku heran dan tak mengerti, sebelum akhirnya kutemukan mama bersama laki laki lain, pada hari yang lain. Setiap hari, dengan pria yang berbeda.

Fakta baru yang membuat sukmaku seperti dicabut. Jiwaku seperti dirampas kasar. Harga diriku seperti dicabut cabik tak bersisa. Saat aku tahu, mamaku telah beralih profesi. Dari seorang ibu dan istri yang baik, dari seorang pedagang yang jujur dan sederhana. Menjadi seorang pelacur yang merelakan tubuhnya dijamah dengan imbalan sejumlah uang.

Sebagai seorang anak perempuan yang menjadikan ibu sebagai panutan. Siapa yang tak kecewa? Siapa yang tak terluka? Bayangkan saja saat ibumu yang dulu kau kagumi karena kebaikannya, kini tepat di hadapanmu dia melakukan pekerjaan yang sangat kau kutuk keras, yang kau hinakan. Melihat orang lain melakukan itu saja kau sudah pasti menghardiknya karena telah mengotori harga diri seorang wanita. Bagaimana jika ini ibumu sendiri?

ARJUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang