Rifani meminta maaf sedalam-dalamnya kepada Arjuna dan keluarga atas tindakan bodohnya yang pasti sudah mengganggu pikiran mereka untuk sesaat. Yulia memberikan banyak nasihat kepada Fani yang mampu membuka kembali pikirannya yang sempat tertutup oleh kabut obsesi.
Tak lupa ia juga meminta maaf pada Lenisa sahabatnya, teman seperjuangan yang paling mengerti dirinya selama menuntut ilmu di pesantren Al-Amanah ini.
"Kita harus pulang, Yul"
Yulia menatap Arjuna dengan mata yang memicing. "Kenapa? Lo takut sama Rifani? Lo takut dia akan datang dan minta Lo menikahi dia lagi? Udah, tenang aja, itu anak udah gue kasih motivasi"
Arjuna melirik Yulia yang sedang berbangga hati karena bisa menyadarkan Rifani.
"Kamu pintar banget kasih motivasi ke orang tapi gak bisa mengendalikan diri sendiri, ya? Aneh""Apaan sih? Apa yang harus gue kendalikan?"
"Terserah. Pokoknya besok pagi kita harus pulang. Tadi om Arya menghubungi saya, pekan depan kita harus kembali ke Surabaya, dan sebelum hari itu tiba kita mesti stand by di kantor untuk menyelesaikan berbagai macam berkas."
Yulia mengangguk. Di tangannya sekarang sudah ada keripik kentang yang akan ia nikmati dengan segelas air mineral dingin yang baru saja diraihnya dari lemari pendingin rumah mertuanya ini.
"Oh iya, gue mau nanya nih, Jun"
"Nanya apa?"
"Lo emang gak tertarik sama si Rifani tadi? Dia cantik loh, agama nya udah pasti lebih bagus lah ya, dari gue. Kenapa Lo gak ceraikan gue aja terus kawin sama dia"
Mulut Yulia sudah penuh dengan keripik kentang. Bibirnya yang sedikit maju ke depan membuat dirinya terlihat imut dan seksi secara bersamaan.
"Kamu ini ya! Perlu berapa kali lagi saya harus jelaskan sama kamu. Perlu berapa pengulangan lagi agar kamu mengerti. Bercerai itu tidak segampang mengucapkannya, misal lah kita bercerai, mau dengan alasan apa? Om Arya sudah mendaftarkan pernikahan kita secara hukum. Bukan hanya itu sebenarnya yang saya takutkan, lebih kepada hukum Allah."
"Semerdeka Lo aja deh"
• • •
Semilir angin saling mendekat dan membentuk satu-kesatuan yang erat. Menambah rasa takut yang mulai hadir pada sekujur tubuh Elisa. Dengan bantuan dari angkutan umum ia berhasil sampai disalah satu cafe dekat rumah lamanya untuk menemui Yankey.
Elisa sengaja berhenti agak jauh dari tempat tujuan. Ia memutuskan untuk berjalan kaki agar bisa mengulur waktu menjadi lebih lama. Hatinya yang tak karuan menjadi sebab ia memilih jalan tersebut. Biarlah jika Yankey akan menganggapnya tak tahu diri karena membiarkannya menunggu.
Debar di dada Elisa semakin terasa saat kakinya berhenti melangkah. Sosok Yankey telah muncul di depan matanya, dihalau oleh dinding kaca yang transparan. Ketakutan itu telah terserap hingga ke ubun-ubunnya.
Oh Tuhan, aku butuh asupan udara segar untuk memperlancar sirkulasi darah ku..
Elisa menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Ia melangkahkan kaki dengan penuh keyakinan dan harapan bahwa cintanya tak akan memberikan penolakan menyakitkan lagi. Ia hanya akan memberitahu mengenai niatannya untuk berubah. Hanya itu.
"Yankey... Hm, hai.."
Pria itu sedikit mendongak dan mendesah kasar saat melihat kehadiran Elisa di hadapannya. Tak lama, ia kembali mengalihkan pandangannya ke arah semula.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA.
Romansa[END] Genre > Spritual-Drama Spinn-Off "imam impian" Arjuna Furqan Rasega. Mengalami trauma dan kecewa yang luar biasa saat kehilangan calon istrinya Alana Fitria beberapa bulan sebelum pernikahan mereka. Pertemuan dengan wanita pembuat ulah, Yulia...